Sementara itu, Elios dan lainnya bersiap untuk menyerang monster itu dan setelah mengalahkannya mereka akan mencari keberadaan Tomi kembali.Menurut sang tetua, monster itu bukan berasal dari alam melainkan hasil penelitian dan eksperimen yang gagal ratusan tahun yang lalu. Seperti yang diketahui, dulu semua ras berlomba-lomba membangun pasukan yang kuat.Karena para Goblin tidak memiliki leluhur yang kuat seperti Noblesse, mereka memutuskan untuk membuat leluhur mereka sendiri dan menciptakan Era Goblin di mana merekalah yang akan berkuasa menguasai alam semesta ini.Tak peduli berapa ratus hewan yang menjadi bahan percobaan, semuanya gagak total, ada yang hanya bertahan tiga detik ada pula yang tidak bertahan sama sekali karena tak kuat menahan efek dari penggabungan tubuh dan darah dari jenis hewan yang berbeda.Kendati begitu, mereka tak menyerah begitu saja, hingga mereka akhirnya berhasil menciptakan monster yang kuat dan mengerikan, tubuh kulitnya sekeras baja beton yang berasa
Elios termenung melihat bagaimana monster itu merusak formasi yang sudah mereka rencanakan matang-matang hanya dalam hitungan detik saja hingga sebuah tangan besar menarik tangannya hingga tubuhnya membentur tanah cukup keras dan membuatnya langsung tersentak tersadar dari lamunannya. Ia menolehkan kepalanya dan seketika kedua bola matanya terbeliak ketika mendapati Tomi di sampingnya dan juga Lipe, keadaan keduanya tidak bisa di bilang baik tapi juga tidak terlalu buruk, kedua pakaian mereka compang camping dengan darah yang sudah kering. Melihat bahwa keduanya baik-baik saja, Elios sangat senang sekali dan tanpa sadar memeluk kedua pria itu dengan erat sambil menangis bahagia.Tomi dan Lipe saling terdiam lalu membuang muka satu sama lain." Belum satu tahun aku pergi dan kamu sudah cengeng seperti ini. Memalukan. " Ujarnya dengan dingin, tapi dari sorot matanya tak bisa di bohongi, dia, terlihat bahagia.Sebelumnya. . . . Saat Tomie menusuknya dari belakang, Lipe begitu marah da
" Maaf mengganggu reuni kalian, tapi kita harus segera membunuh monster itu sebelum dia membunuh kita semua, " ujar Enes Tikta.Mendengar hal tersebut, ketiga pria itu pun langsung tersadar lalu menghentikan reuni antara guru dan kedua murid itu. Enes Tikta benar, sekarang bukanlah saatnya untuk reuni, bertukar rasa rindu apalagi membuat perhitungan pada salah satu muridnya yang sudah minta di hukum, karena itulah alasannya menyelamatkannya, tapi ia harus menyampingkan keinginannya itu karena di depan mereka ada musuh nyata yang harus mereka bereskan terlebih dahulu sebelum monster itu membunuh mereka semua. Akan tetapi membereskannya akan sangat sulit dan membutuhkan banyak waktu, mengingat rencana Enes Tikta yang merupakan mantan jendral nomor satu di bangsa vampir, hancur dalam hitungan menit saja.Jika rencana sang jendral no satu saja tidak bisa membunuh monster itu, lalu apa yang harus mereka lalukan sekarang?Apakah sungguh tak ada cara lain untuk mengalihkan perhatiannya
flashback" Mama, menurut mu aku bisa sekuat ayah? " Tutur Elios.Alona menolehkan kepalanya sedikit, menatap putranya yang terduduk di sampingnya di tepi danau, hembusan angin menerpa wajah mereka yang damai. Entah apa yang terjadi pada putranya hingga membuatnya tiba-tiba bertanya seperti ini, tapi Alona tidak terkejut sedikit pun karena ia sudah menduga bahwa akan ada pertanyaan seperti ini dari putranya. Sejujurnya Alona tidak begitu yakin dan juga tidak peduli putranya bisa sekuat ayahnya atau tidak, selama mereka bahagia, itu sudah lebih cukup, " entahlah, mungkin kamu bisa melampauinya. " Jawab Alona sambil tersenyum penuh arti.Elios menoleh menatap wajah ibunya, merasa tidak puas dengan jawaban yang di berikan oleh sang ibu, padahal dirinya sudah serius bertanya tapi wanita di sampingnya malah menganggap pertanyaannya adalah lelucon." Mama aku serius! " Ujar Elios dengan wajah serius.Alona tiba-tiba tergelak lalu mencubit kedua pipi putranya yang menurutnya ekspresin
Di bawah temaramnya sinar rembulan, Alona terlihat berpakaian compang-camping dan berjalan tertatih-tatih. Dia menyusuri sepinya jalanan seorang diri. Tampak jelas bercak merah memenuhi leher putih pucatnya.Selama perjalanan, ada banyak pasang mata yang melihat ke arahnya dengan berbagai tatapan. Ada yang menatapnya iba, ada pula yang menatapnya jijik, seperti wanita murahan. Meski begitu, Alona tak peduli dengan semua pandangan yang mengarah padanya. Untuk saat ini, ia harus bergegas pergi ke gereja di mana sang kekasih tengah menunggunya untuk mengikat janji suci mereka berdua.Setelah menempuh beberapa jam lamanya, tempat yang ia tuju sudah ada di depan mata. Alona berjalan setengah berlari menuju gereja tersebut, mengabaikan rasa sakit di bagian bawahnya.Sayangnya, dalam hitungan detik, rasa bahagianya berubah menjadi kecewa ketika mendapati tak ada siapa pun di sana. Hanya ada bangku kosong dengan hiasan bunga yang menghiasi seluruh tempat itu."Zaiden!" seru Alona lantang, men
Setelah pergi meninggalkan pasangan baru itu, di sepanjang jalan. Alona terus menitikkan air matanya. Sakit hati yang diterimanya terlalu berat untuk di tanggung oleh hatinya yang rapuh itu. Padahal, Zaiden dulu sangat mencintai dirinya bahkan saat orang tuanya menentang kisah cinta mereka, pria itu dengan teguh mempertahankannya. Lalu apa yang membuatnya berubah hanya dalam tiga hari? Kemana perginya janji yang selalu diucapkannya? Janji, bahwa dia tak akan pernah melepaskannya apapun yang terjadi, apakah semua itu hanyalah omong kosong belaka? 'Dewa, kenapa kamu begitu kejam padaku? Apa salahku hingga Engkau memperlakukan ku seperti ini?' batin Alona sembari terus berjalan. Akan tetapi. . .Boom!!Tiba-tiba, tubuh Alona di buat terbang hingga punggungnya mengenai pohon yang berada tak jauh dari tempatnya berdiri.Uhuk! Darah segar pun kembali keluar dari mulutnya, Alona kemudian mendongakkan kepalanya dan mendapati sosok sang Ayah yang tengah berdiri di depan pintu rumah dengan rau
"Ada apa? Apa ada masalah dengan mereka?" Tanya Nenek Neli yang penasaran dengan raut wajah Dokter Alvin. Pria yang baru saja memeriksa kondisi Alona dan calon si jabang bayi. Menghela nafas. "Ada kemungkinan Ibu dan janin di dalam kandungannya tidak akan tertolong, selain karena usia kandungan yang belum siap untuk melahirkan di tambah mereka bukanlah Vampir murni, membuat racun yang di minum oleh ibunya membuat kondisi mereka jatuh ke kondisi kritis, " terangnya.Nenek Neli terdiam sejenak, ia kemudian menoleh ke arah Alona yang tengah tertidur akibat obat bius yang di berikan oleh dokter Alvin. Beruntung, saat kejadian pria itu sedang menuju ke rumahnya untuk melakukan pemeriksaan rutin.Jika tahu akan seperti ini, seharusnya ia mengurung wanita itu. Bahkan, jika perlu, dia seharusnya diikat agar tidak melakukan hal bodoh. Bila sudah seperti ini, apa yang harus ia katakan pada tuannya?"Apa tak ada cara lain untuk menyelamatkan mereka?" Tanya Nenek Neli memastikan."Tidak ada, tap
Meski Elios terlahir prematur, namun kondisinya bisa di bilang sehat seperti bayi normal pada umumnya, begitu pula dengan ibunya, Alona, meski membutuhkan waktu sedikit lama untuk sembuh total, namun ia bersyukur karena dirinya dan juga bayinya bisa melewati maut bersama-sama.Namun, Alona tak pernah menduga bahwa kekuatannya akan menghilang setelah melahirkan Elios, kini dirinya tampak seperti manusia pada umumnya, lemah dan tak berdaya. Bahkan untuk luka gores kecil pun ia harus menunggu selama satu minggu sampai hilang tak berbekas tak seperti saat dirinya masih setengah vampir, meski tak sekuat Vampir murni tetapi kekuatan regenerasinya cukup cepat dibandingkan manusia pada umunya.Kendati begitu, walaupun kekuatannya telah menghilang, namun Alona sangat senang atas kelahiran putranya, akan tetapi pikirannya mulai tak tenang, ia berpikir untuk pergi meninggalkan tempat itu, tapi ia tak tahu cara untuk melindungi putranya jika suatu hari mereka bertemu dengan orang jahat. " Tingga