Veronica kembali mendelik. "Come on ... Andrew! Don't say like that anymore. Kamu tahu aku mencintai suamiku," protes Veronica, "hubungan kita hanya sebatas bisnis, okee? Lagi pula kamu juga sudah punya istri dan anak."
"But, i love you, Veronica. Aku cemburu jika membayangkan kamu bersama suamimu itu," keluh Andrew."Jangan bicara omong kosong, Sayang ...." Veronica membelai wajah Andrew gemas, "aku tidak akan pernah melepaskan suamiku dan jadi simpananmu saja. Kamu bisa terus bersama istrimu dengan ... what ever about the reason." Veronica menghempas telapak tangannya ke udara.Andrew menatap lekat ke arah wanita cantik itu."Untuk apa aku mencari surrogate mother jauh-jauh ke tanah kelahiranku kalau ujungnya aku mesti berpisah dengan suamiku? Hhh, intinya aku tidak mau berpisah dengan Zack. Hanya dia yang orang tuaku terima. Hanya dia yang mencintaiku dengan tulus. Bahkan sekarang, aku yang malah mengkhianatinya. Huuuft ...." Veronica mengembuSemenjak hari itu, jarak di antara Zack dan Nabila terasa semakin jauh. Yang awalnya jarak itu hanya disebabkan oleh Zack seorang, tetapi kini ditambah juga oleh Nabila. Wanita muda itu merasa sakit hati dengan sikap dan perkataan Zack di hari itu. Apalagi saat ini Veronica sudah kembali. Melihat wanita itu, Nabila menjadi semakin merasa terpinggirkan. Sekali lagi, untuk ke sekian kalinya ia merasa sebagai orang yang selalu dan selalu terbuang."Ya Allah ... tidak pantaskah aku dicintai dengan tulus? Tidak pantaskah aku mendapat kebahagiaan ...?" lirihnya di dalam kesendirian.***"Hari ini jadwal kamu periksa ke dokter, 'kan, Nabila?" tanya Veronica di sela-sela sarapan mereka semua."Iya, Kak," sahut Nabila singkat sembari berusaha tersenyum. Usia kandungannya kini sudah memasuki bulan ke enam."Aku ada pekerjaan mendadak. Maaf, tidak bisa ikut." Zack tersenyum kaku di sana.Nabila hanya melirik sebentar ke arah pria
Nabila bertekad untuk meninggalkan keluarga Robinson. Ia pun sedikit demi sedikit berkemas diri dan menyusun rencana. Wanita muda itu tidak mau kalau rencananya itu nanti sampai diketahui oleh Zack ataupun Veronica. Ia harus menyusunnya dengan sangat rapi."Kamu mau ke mana, Nabila?" tanya Veronica ketika melihat istri siri suaminya itu hendak pergi keluar rumah."Eh, Kak." Nabila terkesiap, padahal tadinya ia kira Veronica sudah akan berangkat kerja, karena sudah menuju mobilnya. "Aku ... mau jalan-jalan ke taman. Kakak belum berangkat?" tanya wanita muda itu sembari berusaha untuk bersikap normal."Ada yang ketinggalan," jawab Veronica seraya menunjukkan sebuah map di tangannya, rupanya ia sudah mengambilnya dari kamar, "kamu jangan lupa kunci pintu itu, oke?" pesan wanita itu sembari berlalu menuju pintu luar dan segera menguncinya. Sementara Nabila melewati pintu samping rumah tersebut.Nabila hanya menaikkan alisnya saja. Ia lalu menutup pint
"Oke ...," lirih Nabila seraya mengangguk-anggukkan kepala. Ia kemudian mengemaskan piring-piring kotor bekas mereka makan. Zack pun turut membantunya berkemas. Ya, memang pria itu masih mau ikut membereskan rumah mereka, hanya saja ia sudah jarang mengajak Nabila untuk sekadar mengobrol. Nabila pun enggan untuk berbicara dengan pria itu sejak mereka saling menghindar. Wanita muda itu sebenarnya ingin menghapus Zack dari dalam hatinya. Akan tetapi, entah mengapa sampai saat ini, pria itu masih saja sering hadir di dalam mimpi-mimpinya. Itu yang ia sesalkan.***"Iya, kandungannya sudah semakin besar. Jadinya tentu saja terasa semakin cepat lelah ...." Dokter Steve yang berusia 35 tahun itu menjelaskan. "Jangan banyak pikiran ya, jangan stress, kamu dan Veronica mesti jaga perasaannya, Zack," lanjutnya mengingatkan."Ah, iya, Steve. Oke ...," sahut Zack sembari melirik sebentar ke arah Nabila. Ia berpikir, apakah sikapnya yang menghindar
"Kamu pasti lelah." Bibir pria itu tersenyum tipis."I–iya ...." Entah mengapa Nabila merasa gugup kali ini. Ya, bagaimana tidak. Sentuhan seperti ini sudah lama ia tidak rasakan dari pria tampan tersebut. Degup jantungnya pun berdebar semakin kencang.Zack memijat kaki Nabila dengan perlahan-lahan. Namun, tanpa ia sadari sentuhan telapak dan jari-jarinya itu menimbulkan getaran di tubuh sang wanita. Bahkan sebenarnya di dirinya sendiri. Ya, pria itu juga menikmati sentuhannya pada kulit halus Nabila yang sudah pernah ia rasakan sebelumnya. Di sudut hati terdalam sang pria entah mengapa seakan terpercik suatu gairah. Ia teringat kejadian di malam panjang ketika dirinya menyentuh Nabila untuk pertama kalinya. Wanita muda itu memang masih benar-benar tidak berpengalaman. Akan tetapi, justru hal itu menimbulkan kesan tersendiri bagi pria dewasa seperti Zack. Berbeda dengan ketika ia menyentuh Veronica ketika mereka berada di malam pertama
Tanpa sadar bulir air mulai menggelantung di pelupuk mata Nabila. Kaca-kaca bening pun kini memburamkan pandangannya. Ia tidak menyangka Zack bisa membentak dirinya dengan begitu keras seperti itu demi membela wanita yang bahkan telah mengkhianati cinta tulusnya."Tapi ... tapi itu benar ...," ujar Nabila dengan suara bergetar dan ia pun mulai terisak.Zack menarik napas panjang. Jujur saja ia tidak sampai hati melihat seorang wanita menangis. Akan tetapi, ia benar-benar tidak terima jika Nabila berkata yang tidak-tidak tentang wanita yang selama ini sangat ia cintai. Pria itu memutuskan untuk pergi dari ruangan tersebut dengan langkah lebar, meninggalkan sang wanita menangis sendiri.Nabila pun berjalan ke arah kamarnya dengan hati yang patah. Percuma saja ia bicara. Zack benar-benar tidak percaya dengan apa yang dirinya sampaikan. Bahkan mendengar tentang hal itu pun lelaki itu tidak sudi."Aku akan pergi dari sini," bisik Nabila dengan geram. I
"Mmm ... aku nggak begitu yakin, sih. Soalnya tadi aku sibuk nyiapin sarapan," jawab Veronica atas pertanyaan sang suami.Zack mencebik. "Mungkin dia sedang jalan-jalan pagi ke taman," jawab pria itu cuek.Veronica menghela napas. Ia lalu mengambil duduk di salah satu kursi di samping sang suami. "Setelah sarapan, kamu mandi. Nanti cari Nabila," suruhnya seraya mulai menyuap makanan ke dalam mulut."Oke," sahut Zack datar.***Zack saat ini tengah memindai lapangan bermain di hadapannya. Ini akhir pekan, jadi di sana cukup ramai karena anak-anak tidak bersekolah. Ia mulai berjalan mengitari taman tersebut dan mencari-cari. Siapa tahu ada Nabila di antara orang-orang yang ada di sana."Hi, Mr. Robinson. How are you?" tanya seorang lelaki yang Zack kenal sebagai Nicky Jayden."Fine, Mr. Jayden." Zack menjabat tangan tetangganya yang terlihat sedang memperhatikan anak perempuannya itu. Si anak sedang asyik bermain perosotan
Seorang wanita yang berpenampilan anggun baru saja keluar dari ruang rapat dengan para pekerjanya sebelum mereka semua bubar dan pulang. Ya, hari ini mereka semua habis lembur. Jam sudah menunjukkan pukul sembilan malam. Wanita itu pun kembali ke ruang kerja pribadinya di sebuah perusahaan yang bergerak di bidang percetakan. Wanita anggun itu mendaratkan bokong di kursi kebesarannya.Baru saja ia ingin memeriksa file-file yang masih tersisa sedikit lagi di meja kerja, terdengar dering ponsel pintar dari saku blazernya. Ia lalu merogoh dan mengangkat panggilan itu."Assalamualaikum, Ve. Apa kabar? Tumben jam segini nelepon?" sapanya riang."Wa alaikumus sallam, Hana! Nabila kabur!" Ya, itu Veronica yang berada di belahan dunia sana."Apa?!" Hana terperanjat. "Kabur gimana maksud kamu?" tanyanya cemas."Aku nggak ngerti, Han. Sebenarnya ada masalah apa dengan dia. Akhir-akhir ini memang dia kayak menghindar untuk mengobrol bersama kami. Ngg
Wanita muda itu bingung, apakah ia mesti menceritakan semuanya kepada Hana? Bukankah Hana sudah ia anggap seperti kakaknya sendiri? Bahkan karena Hana-lah ia mengenal Zack, pria yang kini masih bertahta di lubuk hatinya. Melalui perantara kakaknya itu, ia bisa memperoleh uang yang banyak yang bahkan tidak pernah ia dapatkan sebelumnya meski bekerja di mana pun."Gimana kabar kandungan kamu ini?" Hana membelai perut buncit Nabila dengan sebelah tangannya dengan lembut.Nabila melihat ke arah tangan hangat sang kakak yang menyentuh perutnya itu. "Alhamdulillah, sehat, Kak," jawabnya lirih."Aku harap kamu juga sehat," ujar Hana dengan nada datar, tidak seperti ketika beberapa waktu lalu Nabila dan wanita itu berbicara tentang penawaran menjadi surrogate mother. Begitu kekeluargaan dan hangat."Ya, alhamdulilah ...," jawab Nabila lagi."Tapi aku sangsi, kalau pikiranmu juga sehat," sindir Hana sembari tersenyum kecut.Nabila hanya b