Aku pulang dengan keadaan hati yang puas. Bagaimana tidak, ucapanku padanya mengenai almarhum suamiku, membuatnya kalah telak, bahkan sebelum berperang.
"Kamu hebat, Sis. Si Naura langsung mati kutu, karena ucapan kamu," puji si Dudu dengan wajah semringah. Dan aku hanya bisa menanggapi dengan senyum tipis. Bagiku, mengingat kembali sosok almarhum mas Salman, selalu membuat luka di hati terbuka kembali. Walau sudah ada sosok Angga. Tapi, mas Salman masih selalu ada di hati."Tapi, aku beneran gak nyangka, ternyata si Naura itu cinta mati sama almarhum suami kamu. Ngeri juga ya? Naura sampai benci banget sama kamu kaya gitu. Atau jangan jangan, Reyhan pun cuma Naura jadikan pelampiasan aja," tebak si Dudu.Aku terdiam sesaat. Menimang dan memiirkan pertanyaannya. Kalau itu benar, kasihan juga Reyhan. Tapi ... ah, memangnya apa peduliku? Toh, Reyhan bukan siapa siapa aku. Aku hanya mengenalnya tanpa sengaja. Tak lebih"Sis, Sis. Lihat itu, Sis." Si Dudu menunjuk ke depan dengan suara yang terdengar kaget. Bahkan, setelah menunjuk, tangannya menepuk nepuk pahaku beberapa kali.Penasaran dengan apa yang di lihat oleh si Dudu, aku pun langsung langsung melihat ke depan. Dan betapa terkejutnya aku ... di sana terlihat sosok Angga dan beberapa orang. Ah, bukan beberapa. Tapi, banyak orang yang sebelumnya belum pernah aku lihat. Kini, berjalan beriringan dengan Angga, menuju ke arahku."I, itu Angga kan?" aku mengerjap. "Eh, maksud aku, itu ... mas Angga kan?" tanyaku dengan meralat nama panggilan untuknya. Suaraku sedikit kaku. Mungkin, efek kejut dari kedatangannya dan orang-orang yang ada di samping dan di belakangnya."Hooh, Sis. Itu, mas mu," kata si Dudu menjawab.Angga mendekat. Dan tanpa ku sadari, tiba tiba aja Angga sudah berada di depanku.Lagi lagi mataku mengerjap karena kaget."Malam, Sis," sapanya terdengar lembut.
Fokus, Sis. Fokus! Jangan gara gara Angga ganteng, kamu jadi gak fokus begini buatin pesanan orang. Kalau nasi gorengnya keasinan, atau mungkin kepedasan, atau malah hambar kayak perasaanku sama Reyhan sekarang, gimana? Aih, bisa bisanya aku bawa bawa nama tunangannya si Naura yang gak jelas itu. "Cepetan, Sis, goreng nasinya. Yang lain udah pada nunggu," kata si Dudu yang tak kalah repot dariku. Berulang kali kulihat si Dudu meracik bumbu sambil mengambil napas dalam dalam. Aku bahkan sampai kewalahan. Dari mana sih Angga dapat para pelanggan ini? Apa mereka ini para pekerjanya? Atau para saudara? "Kamu capek, Sis?" Sebuah suara yang lembut dan menenangkan, terdengar. Aku menoleh dan merasa diperhatikan. Itu suara Angga yang barusan. "Ah, enggak kok, Mas. Udah biasa," balasku cepat, tanpa mengalihkan pandanganku dari nasi goreng yang sedang aku aduk aduk men
"Ini, Du." Aku menyodorkan beberapa lembar uang ke arah si Dudu. Tiba tiba matanya langsung membelalak. Ia menatapku tidak percaya. Kenapa lagi kah si Dudu ini?"Sis, kamu serius ngasih aku segini?" tanya si Didi akhirnya. Karena aku memang serius, aku pun langsung menganggukkan kepala. Tanpa di duga, si Dudu malah memelukku dengan erat. Ia sesenggukan. Air matanya mengalir ke pundakku. Semoga aja, Iker atau ingusnya gak ikut ikutan."Du, Dudu," panggilku pelan."Kamu baik banget sih, Sis. Aku-- aku--"Loh, loh, si Dudu malah mewek. Ku tepuk tepuk Pelan pundaknya untuk menenangkan. Tapi, bukannya tenang, si Dudu ini malah makin kencang tangisannya.Aduh, aku jadi panik sendiri. Gimana kalau ada orang yang dengar dan ngira aku macem macemin si Dudu. Kan gawat!"Tenang, Du. Tenang. Kamu mau, aku di gerebek tetangga, gara gara kamu nangis di kontrakan aku?" tanyaku den
Pagi ini, aku mau ke pasar. Gak mau ke tukang sayur. Soalnya, mau beli bahan buat nasi goreng nanti malam.Ku lirik penampilanku, sudah cantik. Ahay! Dari atas sampai bawah, pakaian yang aku kenakan terlihat sopan sopan aja. Kini, saatnya aku keluar rumah dengan semangat membara menuju pasar, mencari bahan."Aduh ..., pagi pagi udah bikin mata lelaki seger aja. Sampai sampai, lupa sama bini-nya sendiri. Gak inget sama dosa, apa? Aku sih, ogah, kalau harus dandan sama kamu." Huh! Langkahku terhenti. Baru aja menginjakkan kaki dari rumah ke teras, kupingku udah terasa panas aja. Ini dia, salah satu tetangga yang paling julid. Statusnya sama kayak aku, Janda juga. Tapi, aku lebih suka manggil nya si janda julid. Ada alasannya aku bilang dia si janda julid. Lihat saja, baru juga aku muncul, sudah di nyinyir aja sama dia. Apa itu gak julid namanya?"Eh, janda julid baru pulang dari kampung ya?" tanyaku tak kalah julid. "Bawa oleh oleh apa dari kampung?""Mulutmo semborongan!" semprotny
Suasana pasar hari ini begitu panas. Pas sama otak aku yang baru aja panas, karena nyinyirannya si mbak Wati. Padahal, waktu baru aja menunjukkan pukul delapan pagi. Tapi, sudah seperti tengah hari aja. Dan ini semua, tentu aja gara gara si mbak Wati."Eh, Neng Siska. Pasti mau belanja sayuran sama daging ya?" Baru aja aku sampai di jongko pedagang langgananku, aku sudah di tanyain ini itu. Ku coba melengkungkan bibir, membuat senyuman yang sedari tadi hilang, karena mood yang tiba tiba aja anjlok ke dasar sungai. Loh, kenapa sungai? Ya, kalau lautan, terlalu dalam. Aku gak sekesal itu juga kali."Ya ampun, Neng. Pagi pagi di kasih senyuman, langsung seger ini badan. Apalagi mata." Si Abang sayur yang usianya udah lanjut itu masih sempatnya menggoda. Untung aja, godaannya itu cuman sebatas candaan aja. Hingga, aku merasa biasa aja dan menanggapinya terlalu serius."Eh, si Abah bisa aja. Abah, makin lama juga makin tu
"Mas Angga." Aku berteriak memanggil namanya dan memukul pundaknya beberapa kali karena terkejut.Angga menoleh. Ia menebarkan senyum yang langsung menular padaku. Seperti virus cintanya yang kini tumbuh di hatiku. Seperti itu pula, senyum hadir di bibirku."Kok, Mas tau aku ada di pasar?" tanyaku antusias. "Sejak kapan, Mas jadi tukang ojek gini?""Emh, saya harus jawab yang mana dulu nih?" tanyanya seraya menoleh. Senyum tipis itu terlihat sedikit menggoda iman dan mata. Ya Allah, ampuni hamba. Mata ini gak bisa berhenti buat natap dia."Yang mana aja, deh. Yang penting semuanya di jawab," jawabku cepat."Hem, oke. Yang pertama, saya tau kamu ada di pasar, karena saya tadi ke rumah kamu. Ternyata kamu gak ada. Saya tanya lah sama tetangga kamu. Kebetulan--""Tunggu, tunggu!" Ku hentikan penjelasannya, karena ada yang menarik di akhir kalimat. Tetangga?"Tetangga, Mas?" tanyaku de
POV Angga.Dia. Ya, dia. Siska orangnya. Sosok cantik yang tak pernah kuduga akan membuatku jatuh cinta dalam waktu sekejap mata itu, kini tengah menahan lengaku. Menghentikan langkah, agar aku tak pergi dari hadapannya."Mas beneran mau nemuin si mbak Wati itu?" tanyanya merengut. Aku tau dia kesal. Tapi, apakah Siska berpikir, jika aku akan benar benar pergi meninggalkan dirinya di sini dan menemui mbak mbak tadi?Tidak! Aku hanya bercanda saja. Lagi pula, aku tak tau dia itu siapa. Mbak Wati atau mbak mbak? Terserah siapa namanya. Karena yang membuatku berada di sini, adalah Siska. Bukan mbak Wati.Masih kuingat dengan betul, bagaimana sikap mbak-mbak bernama Mbak Wati itu. "Mas, Mas?" Tangannya menepuk nepuk bahuku beberapa kali seraya memanggil. Aku yang terkejut, langsung berbalik badan, dan mendapati seorang wanita tengah menatapku dengan pandangan genit."Mas cari siapa toh?" tanyanya.
Ya ampun! Duniaku terasa berbunga saat kulihat wajah Angga memerah karena cemburu. Ada untungnya juga, aku ketemu dengan Andi, teman saat aku sekolah dulu. Ya, aku tau kalau dari dulu itu, Andi suka padaku. Namun, entah kenapa, dari dulu pula hingga sekarang, aku tak pernah memiliki perasaan yang serupa dengan Aldi. Bukan karena Aldi tidak tampan dan menarik. Bukan karena dia juga tak baik. Tapi, karena hati ini yang tak pernah bisa memiliki perasaan yang sama dengan Aldi. Hingga, hanya sebatas teman, yang bisa aku sematkan dalam hubungan kami berdua. Lama tak jumpa, ternyata kami di pertemukan kembali dengan aku yang sudah memiliki calon suami. Dulu, aku memilih menikah dengan temannya. Dan sekarang? Hatiku pun telah terpaut pada yang lain. Mungkin, hatiku dan hatinya yang tak bisa menyatu. Hingga kata 'teman' yang lebih cocok untuk kita sandang dalam hubungan ini. "Bilang cemburu aja kok s