Mendengar ucapan Violet yang blak-blakan membuat lelaki itu semakin tersenyum lebar. Ini adalah momen penting baginya. Kapan lagi Violet akan mengungkapkan isi hatinya sebegitu gamblangnya? Itu hanya akan terjadi jika perempuan itu sedang kurang waras seperti ini. Astaga, kalau Violet tahu Vier mengatainya tidak waras, sudah pasti itu hanya akan membuat perempuan itu murka. “Itu pengakuan yang luar biasa.” Vier menjawab gemas. Giginya mengetat karena perasaannya melambung begitu tinggi karena Violet. Bukan masalah kalau memang Violet mengatakan itu karena ingin membuat Kaila cemburu, tapi baginya itu adalah pengakuan yang sangat manis. “Bisakah kita makan sekarang?” Kaila yang tidak tahan dengan kemesraan sejoli itu membuka mulutnya untuk berbicara. Senyumnya tampak lembut di bibirnya menenggelamkan perasaannya yang terasa compang-camping tak karuan. “Oh, maaf.” Violet kini menghadap sepenuhnya pada makanan yang ada di atas meja. “Mari makan.” Perempuan itu menatap Kaila lurus.
Violet dan Bu Sarah saling menatap dengan emosi yang tiba-tiba terasa menggelung keduanya. Violet tampak biasa saja, tapi tidak dengan Bu Sarah yang terlihat ingin menyingkirkan Violet dari rumah putranya. “Tolong jangan memulai perdebatan, Bu.” Vier akhirnya membuka suara setelah ibu dan kekasihnya tampak tidak ingin mengalah. “Memulai perdebatan?” Bu Sarah mendengus kasar. “Ibu tidak mengatakan hal-hal buruk. Kenapa dia tersinggung?” “Karena ketika Ibu mengatakan itu, Ibu menatap saya dan itu jelas ucapan Ibu ditujukan kepada saya.” Violet dengan santai menjawab. Perempuan itu seperti sedang berbicara dengan sahabatnya dan membahas sesuatu yang ringan alih-alih sedang berdebat dengan orang yang membencinya. “Kamu tahu? Seseorang tidak akan tersinggung kalau dia tidak pernah melakukan sesuatu yang buruk. Dan melihat dari sikapmu ini, saya merasa kamu benar-benar sedang merencanakan hal tidak-tidak.” “Sayang.” Violet menoleh pada Vier. “Kenapa aku merasa kalau gagasan tentang ka
Violet tidak goyah meskipun dia melihat mantan ibu mertuanya itu melotot marah ke arahnya. Dia bukan orang bodoh yang tidak bisa membaca situasi. Kaila jelas memanfaatkan situasi buruk ini untuk memperkeruh masalah Violet dengan ibu Vier. “Violet, aku minta maaf kalau kamu berada di situasi yang sulit, tapi sungguh aku tidak bermaksud seperti itu.” Kaila mencoba membantah tuduhan yang diberikan Violet kepadanya. Perempuan itu tertunduk lemah dan menunjukkan kepada ibu Vier jika dia terluka atas ucapan Violet kepadanya. Itu menimbulkan kemurkaan yang besar oleh ibu Vier. Tapi belum sempat Bu Sarah bersuara, Violet bersuara lebih dulu.“Tidak perlu berpura-pura, Kaila. Aku tau seberapa besar kamu menginginkan Vier. Aku tidak melupakan tentang perlakuanmu di pesta saat itu.”Kaila mendongak dengan wajah memerah. “Aku sudah meminta maaf kepadamu tentang masalah itu. Kenapa kamu mengungkitnya?” Untuk orang licik seperti Kaila, tentu dia akan mempertahankan harga dirinya bagaimanapun car
“Kamu tahu Ibu melakukan itu semua demi kebaikanmu.” Ibu Vier segera menjawab. “Ibu tidak ingin akhirnya kamu dimanfaatkan oleh keluarga mereka.” “Mereka nggak pernah memanfaatkanku sama sekali.” Vier menarik nafasnya panjang sebelum melanjutkan. “Aku nggak mau membahasnya lagi. Terserah Ibu mau berbuat apa tentang masalah ini. Tapi aku akan mempertahankan Violet di sisiku.” Setelah dia mengatakan itu, Vier segera pergi ke kamarnya. Rasa lelahnya berkali lipat. Tampaknya bersikap masa bodoh adalah jalan yang baik untuk dilakukan. Dia memiliki keinginan sedangkan ibunya juga. Dan keinginan mereka bertolak belakang. Kalau mereka tidak memiliki titik temu mungkin dia harus melakukan sesuatu yang sedikit melangkah ke luar jalur. Di sisi lain, Violet yang sedang menikmati belanjanya bertemu dengan Kaila dan Devi di butik mahal di salah satu mal. “Oh, lihatlah siapa yang kita temui.” Devi yang melihat Violet di depannya tampaknya seperti melihat santapan empuk untuknya. Violet baru mem
Kaila menyadari sesuatu dan dia segera keluar dari butik untuk mengejar perempuan tersebut. Firasatnya mengatakan perempuan itu bernama Hara. Akan menjadi sebuah kebetulan yang menyenangkan jika dia bisa mengobrol dengan Hara tentang Violet. Devi akan ikut keluar ketika dia dicegah oleh karyawan di sana. “Ibu mau ke mana?” tanya karyawan tersebut dengan kesal. “Kalau Ibu mau keluar, maka Ibu perlu membayar barang-barang yang Ibu pegang.”Devi menatap pakaian yang dibawanya dan melemparkan dengan keras. “Aku tidak berminat dengan baju-baju ini!” teriaknya. “Kalian mau menipuku?” “Menipu? Ibu sendiri yang meminta pakaian itu dari tangan pelanggan kami dan mengatakan akan membeli semuanya. Bagaimana bisa itu adalah tindakan menipu?” “Benar. Semua orang di sini juga mendengarnya. Tanggung jawab dong.” “Kalau dia tidak mau membayarnya sedangkan pakaian itu sudah dalam kondisi kurang bagus, itu akan merugikan butik.” Beberapa pengunjung segera mengeluarkan pembelaan untuk karyawan. Hal
Musuh Violet kini bertambah dan itu tak bisa dipungkiri. Kaila dan Devi tidak akan membiarkan Violet hidup dengan tenang. Mereka akan mencari cara untuk membuat masalah dengan Violet apa pun yang terjadi. Meskipun Kaila sudah mendengar peringatan dari Hara tapi itu tak akan membuat dirinya mundur mendapatkan Vier. “Kalau kita tidak bisa membuat Violet bertekuk lutut kepada kita, maka kita harus menggunakan cara lain. Dan itu adalah Vier.” Devi memberikan idenya agar Kaila tidak berkutat mengejar Violet. “Kalau kita menarik Vier, tentu kita juga akan membuat Violet ikut ditarik. Kak, kalau kita tidak bisa mengambil satu jalan, maka kita harus mengambil jalan lain.” Dan itu terdengar masuk akal. Namun Kaila tak segera menanggapi. Dia mengingat jika Vier memiliki adik perempuan. Tentu saja ide jahat dengan cepat muncul di dalam kepalanya. “Bagaimana dengan memanfaatkan adiknya?” Kaila menatap adik sepupunya itu sambil berpikir. “Dia memiliki adik perempuan. Dia cantik, dan Devan bisa
Via baru saja akan keluar dari restoran ketika seorang lelaki akan masuk ke dalam. Menghalangi jalan Via sehingga Via harus mundur untuk mempersilakan lelaki itu masuk.“Silakan.” Via memberikan senyum kecil kepada lelaki itu dan dibalas hal yang sama.Setelah lelaki itu masuk, barulah Via keluar. Menyapa beberapa penjaga yang ditugaskan di sana sebelum masuk ke dalam mobilnya. Dia akan pulang ke rumahnya setelah seharian mengurus pekerjaannya. Karena dia tak hanya mengurus restoran tetap juga supermarket, maka dia benar-benar lelah. Kepergian Via diperhatikan oleh lelaki yang beberapa saat lalu menghalangi jalan Via. Lelaki itu duduk dan menatap Via dengan seksama dan menyeringai puas. Mengirimkan pesan kepada seseorang jika dia sudah bertemu dengan gadis itu.“Kali ini Kaila benar. Gadis itu memang cantik. Ini waktunya aku menunjukkan pesonaku.” Lelaki itu adalah Devan. Kaila dan anteknya sudah memulai rencananya. Devan sudah menguntit Via selama dua hari dan dia segera mendekat
Via terbangun dengan mata terasa lengket. Untuk beberapa saat dia tak mengingat apa pun di dalam kepalanya kecuali dia sangat mengantuk. Melihat jam yang ada di dinding, itu sudah sekitar pukul empat pagi. Namun yang membuat dirinya mengernyit adalah dia tak berada di dalam kamarnya. Satu detik, dua detik, dia mengumpulkan segala memori di dalam otaknya dan mengingat apa yang baru saja dialami. Saat ada pergerakan di sampingnya, Via merasa jantungnya berhenti detik itu juga. “Apa yang terjadi?” tanyanya dengan suara bergetar. Dia melihat pakaiannya berserakan di lantai, dan seorang lelaki di satu ranjang dengannya.Via terjatuh dari ranjang saat menghindari lelaki itu. Kakinya lemas luar biasa dan tubuhnya bergetar. Lelaki itu adalah lelaki yang sama yang dia temui selama tiga kali secara tak sengaja dan sekarang dia berada di satu ranjang denga lelaki itu? Tidak! “Via, kamu sudah bangun?” Devan mengucek matanya saat mendengar bunyi gedebuk dari bawah ranjang dan melihat Via terdu