Tok tok tokkkTok tok tokkk Suara ketukan pintu itu membangunkanku, kulihat jam di dinding menunjukkan pukul empat, siapa sih dini hari begini mengetuk pintu kamarku. Aku pun mengintip dari jendela, ternyata itu adalah Kak Ratih dan Tante Ratna, Mamanya Rama. Saat aku membuka pintu, tanpa mengucap salam atau apa, mereka langsung masuk kedalam kamar dan menutup kembali pintu itu dan menguncinya, ada apa ini."Hey, kamu. Cepat duduk sini," kata Tante Ratna menyuruhku duduk di kasurku, dengan tatapan tajamnya."Ada apa Tante? Apakah Rama baik baik saja?" tanyaku masih tak mengerti."Rama masih baik baik saja, dan akan tetap baik baik saja tanpa kehadiranmu," jawab Kak Ratih."Apa maksudnya ini Kak?""Jangan berlagak sok bodoh ya kamu. Kamu meminta pertanggung jawaban dari Rama hanya karena kamu mengincar harta kami kan? Berapa uang yang kamu inginkan? Katakan saja asal kamu tak menganggu kehidupan Rama!" kata Tante Ratna."Demi Allah aku tak menginginkan harta, aku hanya meminta pertan
"Pernikahan ini harus dilaksanakan secepatnya Mas, karena sekarang Vania itu sedang hamil!" kataku sambil menangis.Mas Ridwan langsung menoleh kearahku, dan sepertinya dia sangat kaget. Vania yang di rawatnya dari kecil dengan penuh kasih sayang itu, telah menghianati kepercayaannya. "Hamil? Apa benar yang di katakan Kakak mu itu Van?," meskipun kaget sepertinya Mas Ridwan masih berusaha bersabar.Vania masih tertunduk, sambil menangis, sambil menganggukan kepalanya pelan. Mas Ridwan mengusap wajahnya kasar, dan menghela nafas,"Astaghfirullahaladzim!!" katanya sambil membenarkan posisi duduknya."Maafkan aku Mas, aku kebablasan. Maafkan aku sudah menodai kepercayaan yang kalian berikan. Sekali lagi maaf," kata Vania sambil menangis. Rasa kecewa, marah dan sakit dihati bercampur menjadi satu, saat orang yang kami banggakan ternyata menorehkan arang di muka kami, aku dan Mas Ridwan hanya bisa terdiam. Mungkin jika dulu orang tuaku tau aku hamil saat masih semester dua, pasti keadaa
"Ini anakmu Yank, aku tak pernah melakukannya dengan orang lain selain kamu. Malam itu kamu mabuk dan memaksaku chexk in dan melakukan hal itu. Aku sudah melawan namun apalah daya aku kalah tenaga denganmu. Dan memang aku belum memberi tahumu kehamilan ini, rencananya baru nanti aku akan mengatakannya padamu Yank," kata Vania sambil menunduk, sepertinya dia pun tak berani menatap mata Adit."Aku minta orang tuamu secepatnya kesini Dit, dan benar apa kata istriku, kalau bisa besok mereka harus sudah kesini, lebih cepat lebih baik. Aku tahi kamu bukan tipe orang yang lari dari tanggung jawab kan?," kata Mas Ridwan."Tentu Mas, aku akan bertanggung jawab, secepatnya aku kan menikahi Vania. Aku juga memohon maaf pada kalian berdua, sudah mematahkan harapan kalian. Aku berjanji tak akan menyia nyiakan dia," kata Adit."Apakah keluargamu mau menerima Vania, seorang yatim piatu miskin seperti dia?" tanyaku.Perkataanku itu, sukses membuatnya langsung menoleh kepadaku, aku tahu dia pasti mer
Pov Raditya Rama AirlanggaGadis manis itu selalu menampakkan senyum manisnya dihadapanku, sambil menunjukkan deretan gigi putihnya. Dia adalah pelanggan tetap di salah satu coffeshop ku itu, hampir setiap hari dia nongkrong disana bersama teman temannya. Wajahnya mengingatkanku pada seseorang, Siska, cinta sejatiku. Sungguh mereka sangat mirip dalam segala hal, hanya saja gadis ini lebih ceria dibanding Siska.Suatu malam, dia datang sendiri, dan duduk di pojok dihalaman coffe shop, hingga pukul dua belas malam, dia masih saja disana, sepertinya dia sedang ada masalah, dari tadi kuperhatikan dari jauh dia mengutak atik handphonenya dan terlihat kesal, kemudian dia meletakkan kepalanya diatas meja, lama sekali, aku takut dia ketiduran, lalu aku pun mencoba mendekati mejanya, saat karyawanku sedang beres beres. Karena memang sudah tidak ada pelanggan lain, dan usahaku ini juga tutup pada jam dua belas malam juga."Permisi Mbak," kataku saat melihat matanya terpejam waktu itu, sambil b
Pov RamaBetapa bahagia rasanya hatiku, aku berjanji akan menjaganya hingga saat aku menikahinya nanti, tak ingin aku membuat kesalahan lagi, seperti dulu saat bersama Siska. Tak pernah sekalipun aku berbuat kurang ajar padanya selama tiga bulan itu, hanya sekedar ciuman di pipi dan berpelukan. Meski ku akui dia sering memancingku untuk melakukan perbuatan terlarang itu, namun aku selalu berhasil menahan diriku.Hingga seminggu yang lalu, petaka itu terjadi setelah aku mengajaknya ke pesta pernikahan temanku, aku benar benar tak tahu apa yang sesungguhnya terjadi malam itu. Dia hanya bilang kalau malam itu aku telah merenggut paksa kegadisannya, dan aku harus bertanggung jawab. Okelah aku akan bertanggung jawab kalau memang benar begitu adanya, dan lagi aku kan sangat mencintainya, jadi tak ada salahnya aku menikahinya sekarang juga. Tinggal minta restu Kakaknya, selesai. Kalau masalah keluargaku itu bisa kuatur nanti.Tiga hari yang lalu, saat aku mengajaknya liburan ke Malang, dia
Pov Rama Kembali ingatanku pada masalalu membumbung tentang seorang gadis cantik dan cerdas bernama Siska itu. Sejak OSPEK aku sudah jatuh hati melihatnya, namun aku baru berani mengungkapkan isi hatiku saat kami selesai ujian semester satu. Bak gayung bersambut, ternyata dia juga jatuh hati kepadaku. Dan kemudian kami pun resmi berpacaran. Aku adalah seorang laki laki yang sedikit introvent. Selalu patuh pada semua perkataan orang tuaku. Apalagi Mama ku adalah tipe orang tua yang suka mendikte dan memaksakan kehendak pada anak anaknya. Aku dan Kakakku Ratih, harus selalu menuruti semua keinginan Ibu, apapun titahnya mutlak dan wajib dilaksanakan.Berbeda sekali dengan Papa ku yang selalu memberi kebebasan dalam memilih apapun kepada anak anaknya. Namun kadang Papa pun manut saja apa kata Mama, karena kadang Mama akan merajuk dan mogok makan jika apa yang diinginkannya tidak tercapai. Papa adalah seorang penyabar dan sangat rendah hati pada siapapun, dia adalah pensiunan kepala seko
Pov Rama "Kamu ini apaan sih? Aku sungguh tak percaya kalau kamu tega menggugurkan buah cinta kita. Jangan seperti ini Yank, tolong katakan padaku apa yang sebenarnya terjadi. Keluarga ku sudah setuju dengan pernikahan kita, kenapa kamu jadi seperti ini? Tolong jangan permainkan perasaan orang tuaku juga.""Terserah kamu mau percaya atau tidak, yang pasti bagiku kamu itu sudah mati, dan aku sudah tak ingin ketemu kamu lagi," katanya sambil masuk dan menutup pintu.Aku berusaha memanggilnya dan meminta penjelasan darinya namun percuma. Sejak saat itu juga, semua akses ku di blokir olehnya, dia sama sekali tak mau ku temui."Bagaimana si Siska? Sudah siap kan jadi bagian dari keluarga kita?" tanya Mama malam itu padaku yang sedang melamun di teras."Dia sepertinya berubah pikiran Ma. Dia malah memutuskanku dan tak mau lagi menemuiku,""Hah, kok bisa seperti itu sih. Kurang ajar banget tuh si Siska, sudah mempermainkanmu dan keluarga kita!" kata Kak Ratih yang duduk di sampingku."Hemmm
"Yuk Dek masuk, ngapain masih bengong sih. Sudahlah doakan saja mereka. Jangan mikir yang macam macam." kata suamiku sambil menggandengku masuk ke dalam rumah.Benar juga kata Mas Ridwan, tak ada yang perlu di sesali sekarang. Semoga saja Adit bisa benar benar bertanggung jawab pada Vania."Mas bagaimana kerjaanya hari ini? Masih belum dapat gajian juga kah?" tanyaku malam itu di kamar sebelum memejamkan mata.Seperti biasanya kami memang selalu menyempatkan ngobrol tentang apapun itu sebelum tidur, setelah Gita terlelap. Sejak satu tahun lalu, Gita sudah kami biasakan tidur sendiri, kebetulan juga di rumah ini terdapat tuga buah kamar, meskipun ukurannya kecil, jadi cukup juga untuk kami. Satu kamar untukku, satu Gita dan satu lagi untuk Vania. Rencananya juga malam ini aku akan menceritakan tentang Rama atau Adit padanya, agar tak ada ganjalan di kemudian hari.Aku bertemu dengan suamiku, Mas Ridwan ketika aku sudah bekerja di sebuah Bank, sebagai seorang teller saat itu. Tiga tahun