Ceklek'Rafael membuka pintu kamar dan membawa masuk Serena secara paksa ke dalam kamar mereka. "Isss." Serena langsung mendelik ketika Rafael melepas bekapan di mulutnya. Dia juga reflek menjauhi Rafael dan bahkan berniat kabur dari kamar, sayangnya Rafael lebih dulu menarik pergelangannya dan menyeret Serena ke ranjang. "Rafael, kamu ini apaan sih?!" sensi Serena dengan berusaha melepaskan cekalan tangan Rafael. Bug'Rafael langsung menghempas tubuh Serena ke atas ranjang, membuat perempuan itu meringis dan juga menatap penuh kebencian ke arahnya. "Tidak ada tidur-tidur di kamar lain." Rafael berucap datar. "Kau hanya boleh tidur di sini dan denganku," tambahnya sembari melayangkan tatapan tajam dan membunuh ke arah Serena. "Jika aku tidak mau bagaimana?!" Serena mengambil posisi duduk, sedikit merapikan rambutnya lalu menatap Rafael kesal bercampur menantang. "Aku akan mengikatmu," desis Rafael, semakin menatap tajam ke arah Serena. Suaranya yang dingin dan berhembus pelan sa
"Sudah berulang kali kukatakan padamu jika aku tidak menyukaimu, Max. Kau tetap ngotot dan bersikeras. Kau gila, Hah?!" Maxim menaikkan sebelah alis, senyuman tipis tiba-tiba hadir di bibirnya -- sayangnya Jenner tak melihat itu, sangking samar dan tipisnya senyuman Maxim. "Dan kau berharap Rafael akan membalas cintamu?" tanya Maxim dengan santai, menatap datar pada Jenner dan juga memperlihatkan air muka yang sangat lempeng. "Ya, Rafael …-"Ceklek'Sebelum Jenner menyelesaikan perkataannya pintu ruangan Rafael lebih dulu terbuka, memperlihatkan seorang perempuan cantik dengan tubuh profesional masuk dan berjalan ke arah mereka. Senyuman perempuan tersebut begitu manis dan lembut. Akan tetapi ketika dia menatap Jenner, wajahnya berubah tak bersahabat dan terkesan sinis juga. "Abang El, kenapa ada sampah ini di sini?!" ketus Aesya, menatap benci dan jijik ke arah Jenner. Sedangkan Jenner, dia reflek memeluk lengan Maxim dan memasang senyuman palsu ke arah Aesya. "Aku … aku kekasih
Serena menatap sendu dan sayup ke arah Rafael dan Jenner, keduanya berjalan di depan Serena dan menyadari jika Serena ada di belakang mereka. Jenner terlihat memeluk tangan Rafael dengan mesra dan sembari bercerita sesuatu pada Rafael. Sedangkan Rafael terlihat hanya mendengar saja. 'Dia dengan pede mengatakan akan membuatku jatuh cinta. Dengan cara ini? Cih, yang ada aku muak dan semakin jijik padamu, El!' batin Serena, sengaja memperlambat langkahnya karena tak ingin satu lift dengan Rafael maupun Jenner. Yah, Serena ingin pulang. Kebetulan kedua orang ini di depannya tadi. Serena akui ini menyebalkan, menjengkelkan dan … sejujurnya dadanya sesak dan panas melihat Rafael bersama perempuan itu. "Sore, Serena," sapa seseorang bernada bass dan cukup kuat. "Oh." Serena reflek berhenti melangkah, tersenyum kaku dan kikuk dengan debaran jantung yang menggila dalam sana. Padahal dia sudah berusaha memperlambat langkahnya dan berniat juga untuk diam-diam pergi dari sini, hanya supaya Ra
"Tapi yang suka mencium rambutku kan kamu. Jadi yang semangka saja. Itu favoritmu," jawab Serena cepat dan terkesan biasa saja. Namun …-Deg deg deg'A--apa yang aku katakan sih?' batin Serena, tiba-tiba merunduk dengan air muka muram dan ditekuk. Mendadak dia peduli pada hal yang tak seharusnya dipikirkan. Holyshit! "Humm." Rafael berdehem pelan, menyeringai tipis dengan sudah menuang shampo beraroma semangka tersebut ke pucuk kepala Serena. "Perlahan kau menunjukkan kepedulianmu padaku, Serena," ujarnya sembari memijit pelan kepala Serena. Sedangkan perempuan itu hanya bisa diam dengan pipi yang sudah memerah padam dan terasa panas dari dalam. ***Beberapa hari kemudian. Serena diberikan kesempatan oleh pemilik perusahaan ini-- yang tak lain adalah suaminya sendiri-- untuk memegang sebuah proyek yang cukup besar. Dia dan teamnya benar-benar bekerja keras dan giat, sampai-sampai dia lembur dan bahkan ketika di rumah pun dia lanjut pekerjaannya. Waktunya mepet, mereka hanya diber
Susu strawberry? Untuk siapa?! Jenner?! Rafael benar-benar keterlaluan. Pria itu sangat jahat dan …-"Dia pikir aku pembantunya apa?" Serena melempar sendok kecil di tangannya ke wastafel pencuci piring. Tanpa bisa dia cegah, satu bulit kristal jatuh -- melintasi pipi dan memberikan kesan hangat di sana. Dadanya terasa sesak dan hatinya sakit. Selain membawa masuk Jenner ke rumah ini, sekarang Serena juga harus melayaninya layaknya ratu. "Rafael bangke!" kesal Serena. Sangking kesal dan sakit hatinya dia pada sikap bastard suaminya tersebut, Serena meludahi kopi tersebut lalu mengaduknya hingga tercampur. Biarkan saja! Biar Rafael minum kopi air ludah. Itu lantas untuk perbuatan brengseknya. "Mampus kamu!" geram Serena, berbicara pada kopi tersebut dengan raut marah -- mengkhayalkan jika kopi tersebut adalah Rafael. Serena menyiapkan satu gelas susu strawberry, kemudian membawanya ke depan. Ingin sekali juga Serena mengerjai Jenner seperti memasukkan bubuk cabai ke dalam susu i
"Serena, aku tidak mungkin membohongimu." Gerry berucap dengan penuh penekanan, berusaha mensugesti Serena agar perempuan ini percaya padanya. Saat ini mereka di kantor -- lebih tepatnya di sebuah lorong sepi. Mereka baru selesai rapat, dan Serena yang diberikan kesempatan memimpin proyek dan rapat, berhasil menyelesaikannya dengan sempurna. Ketika keluar dari ruang rapat tadi, Serena memang buru-buru karena kesal melihat Jenner tiba-tiba di sana dan menemui suaminya dengan tanpa malu. Di depan semua orang! Di mana … siapapun jika Serena adalah istri dari Rafael. Tapi tanpa malu dan bisa-bisanya Jenner memeluk lengan Rafael dengan mesra, tadi. Lalu Gerry? Entahlah. Dia mungkin mengikuti Serena. "Pak Rafael sudah memanipulasi hubungan kalian, Serena." Serena menghela nafas, memutar bola mata dengan jengah dan malas. Come on! Serena juga tahu itu. "Aku pernah mendengarkan pembicaraan antara kamu dan teman wanita Pak Rafael -- beberapa bulan yang lalu." Gerry berucap cepat, meng
Rafael langsung berhenti melangkah, sontak menoleh ke arah sumber suara tersebut. Alisnya langsung naik sebelah, menatap keluarganya yang sudah ada di sana. "Bolos kerja untuk …- kenapa tidak bulan madu saja?""Maxim bilang kalian bertengkar. Trus ini … apa?""Ma--Mama …." Serena langsung melompat dari gendongan Rafael, hampir terjatuh jika bukan karena pria itu yang memegang kerah bajunya. "Papa … ju--juga Mommy Sati dan Daddy Gabriel, kenapa ke sini?" "Ada yang mengatakan jika kalian bertengkar."Deg deg deg.***"Ouh, jadi kalian tidak bertengkar?" Gabriel menaikkan sebelah alis, menatap Serena dan Rafael secara bergantian dengan air muka datar namun mata yang menelisik. Maxim tak mungkin berbohong pada mereka. Namun, melihat Serena dan Rafael tadi -- Gabriel tidak yakin anak menantunya ini habis bertengkar hebat. "Serena, kamu baik-baik saja kan, Sayang?" Sati bertanya lembut, menatap menantunya dengan lemah dan penuh kasih sayang. Namun ketika giliran dia menatap anaknya, mat
Rafael tak menyahut, memilih membaca pesan antara Maxim dan istrinya. Pertama dia cemburu dan marah saat Maxim mengatakan jika dia mengkhawatirkan Serena. Namun kecemburuan serta kemarahan itu bisa padam ketika dia membaca bagian lain dari pesan tersebut. 'Aku mengenal Rafael luar dalam, Kak Max. Ya kali aku termakan hasutan orang yang bahkan hanya tahu luarnya El saja.' Rafael tersenyum tipis, membaca ulang pesan tersebut dengan debaran aneh yang terasa di dadanya. Dia mematikan handphone Serena lalu menoleh ke arah Serena -- menatap perempuan tersebut dengan intens dan berat. "Perlahan kau mulai jatuh cinta padaku, humm?" ucapnya sembari mencolek genit dagu istrinya tersebut, tersenyum manis dan terus menatap wajah cantik Serena. "Apaan sih, El?!" Serena mendelik, menatap horor bercampur kaget pada Rafael. Namun tak bisa dia pungkiri jantungnya berdebar karena penuturan Rafael dan juga karena senyuman yang mengibar manis di bibir suaminya ini. Wait! Suami? Ta--tapi kan memang