Waktu sudah menunjukan pukul 12 siang. Dan Diana yang biasanya bangun pagi walau hari libur melakukan yang sangat berbeda sekarang. Dirinya baru saja membuka mata. Dan masih berada di dalam pelukan Edwan yang menggegamnya erat.Sehabis mereka berciuman tadi malam, Diana dan Edwan lanjut melihat bintang hingga pukul tiga pagi. Dan mereka baru sampai rumah di pukul enam pagi. Itulah alasannya Diana baru saja bangun sekarang. Diana masih terdiam di dalam dekapan hangat Edwan. Dirinya merasa malas untuk sekedar bangkit. Lagian sekarang hari Sabtu. Hari yang memang seharusnya digunakan untuk bermalas-malasan saja.Edwan tampak bergerak. Kemudian lelaki itu membuka mata. Dirinya tersenyum kala saat membuka mata, dirinya dihadapkan dengan Diana. "Selamat pagi, Diana," sapanya dengan suara serak khas bangun tidur.Diana tersenyum. Dirinya sudah mulai terbiasa dengan sikap Edwan yang menempel terus kepadanya. "Selamat pagi, Mas.""Berikan aku ciuman selamat pagi," pinta Edwan sembari memajuk
Minggu pagi adalah jadwal penerbangan Edwan dan juga Marley. Lelaki itu meminta Diana untuk menemaninya ke bandara. Tidak ingin berduaan menunggu dengan Marley saja."Aku akan selalu megabarimu, aku janji." Edwan mengatakan itu untuk ke 20 kalinya sejak hari sabtu. Dirinya selalu saja menyakinkan Diana bahwa dirinya tidak akan melakukan apapun dengan Marley.Diana yang berjalan di samping Edwan dengan tangan Edwan yang selalu menggenggamnya tersenyum, "Iyaa, Mas. Kalau sedang sibuk tidak perlu memaksakan diri mengabariku."Edwan menggeleng, "Tidak. Aku akan selalu mengabarimu."Saat mereka sampai pada kursi tunggu, Diana dapat melihat Marley yang telah duduk di sana sembari bermain ponsel. Menyadari datangnya Edwan dan Diana, wanita itu memandang mereka dengan raut kesal. Edwan sendiri juga terlihat tahu akan kehadiran Marley. Namun dirinya tidak sekalipun memandang Marley. Ia hanya fokus menuntun Diana untuk duduk di sampingnya. Masih tidak melepaskan genggaman dari tangan Diana."U
>> Hari ini aku akan bertemu klien, aku akan mengabarimu lagi di jam makan siang>> Kamu berangkat menggunakan taksi?>> Kabari aku ketika sudah sampai kantor ....>> Pastikan bersama temanmu itu ketika istirahat. Jangan sendirian. Aku mendengar kabar kantor kita ada hantunyaDiana tertawa ketika membaca pesan terakhir dari Edwan. Lelaki itu selalu mengabarinya sejak sampai di Bali kemarin siang. Dan juga, hal yang selalu Edwan tekankan adalah Diana harus bersama Kalyani. Diana tidak mengerti mengapa suaminya sangat khawatir saat dirinya sendirian. Dia tidak akan diculik, astaga ....Diana dengan segera mengetikkan balasan.>> Iya, Mas. Aku menggunakan taksi online. Sekarang sedang perjalanan menuju kantor.>> Baik. Kau terlalu khawatir. Aku tidak akan hilang :)>> Fokuslah bekerja, Mas. Aku berjanji aku akan baik-baik saja.Saat sedang fokus membalas pesan dari Edwan, Diana merasakan taksi yang dirinya pesan tiba-tiba berhenti. Membuat Diana segera menolehkan wajahnya ke depan. "Ken
Diana tidak tuli. Dirinya mendengar semua hal buruk yang mereka katakan. Namun apa yang harus Diana lakukan? Dia tidak bisa melakukan apapun. Karena memang nyatanya, seperti yang mereka gosipkan.Diana memang menerima cincin dari Zerkin. Itu kebenarannya. Bahkan cincin itu masih bersarang indah di jari manis miliknya. Tanpa suaminya tahu.Namun mereka tidak mengerti alasan mengapa Diana menerima cincin itu. Yang mereka katakan memang benar, Diana berangkat bersama Zerkin Nicasion di saat Diana sudah bersuami.Namun mereka tidak mengerti alasan Diana melakukan itu.Tapi Diana tidak bisa menjelaskan kepada mereka. Apapun yang keluar dari mulut Diana hanya seperti pembelaan saja. Mereka tuli.Jadi daripada Diana berbusa menjelaskan hal yang mereka tidak percayai. Diana memilih diam. Menunggu sampai mereka bosan dan melupakan tentang hal mengenai kehidupan Diana.Diana terus menunduk sepanjang jalan menuju divisi miliknya. Namun karena itu, dirinya tidak sengaja menabrak seseorang. Membu
Kalyani menggeram marah ketika semua teman satu divisi miliknya membicarakan Diana dengan buruk. Namun walau rasanya ingin menarik lidah mereka semua, Kalyani mengurungkan niat itu. Dirinya bisa-bisa dikeroyok. Jadi Kalyani hanya bisa menahan amarah serta mendoakan mereka semua terkena sariawan di lidah. Biar mampus dan tidak gosip lagi! Hal yang menjadi topik gosip mereka akhirnya datang. Mata Kalyani seketika menatap Diana sama seperti mereka semua. Anehnya, ketika devisi lain saat ada Diana tetap membicarakan dia dengan suara besar dan keras, devisi mereka mulai diam. Kemudian melakukan kegiatan masing-masing. Kalyani sampai ternganga melihat mereka.Kalyani segera menghampiri Diana. Terlebih, melihat penampilan Diana yang menurut Kalyani aneh. "Kak Diana, ada apa dengan pakaian kakak?" tanyanya setelah sampai di hadapan Diana.Diana menaruh tas kerja miliknya dan kemudian duduk di kursi. "Bajuku basah. Dan jadi menerawang."Kalyani memandang jas yang menutupi tubuh Diana. Kalyani
Mimpi indah Rebecca seketika sirna ketika mendengar pintu yang di banting dengan keras. Dirinya sampai terjatuh dari kursi karena terlalu kaget. Mimpi indahnya pun buyar. Padahal dia sedikit lagi akan melakukan malam pertama dengan Oliver setelah dipilih Oliver menjadi permasuirinya. Dengan tertatih-tatih Rebecca berdiri dari jatuhnya. Wanita itu memandang punggung mantan ( sekarang masih tapi Rebecca tahu tidak ada harapan) CEO idamannya yang mulai menjauh. Walau dari belakang, Rebecca bisa melihat semarah apa atasannya itu. Dengan susah payah Rebecca melelan air liur. 'Ada apa dengan CEO tampan itu?! Mengapa dia seperti hendak membunuh orang?!' *** Mata Zerkin menggelap. Tangannya terkepal erat dengan seluruh amarah yang tertahan. Kakinya dengan langkah cepat menuju orang yang membuat pikirannya terasa panas, terasa tidak terima, dan terasa dendam. Mengapa Oliver bisa mengenal Diana? Apakah lelaki itu juga mengincar Diana? Apakah dia ... ingin merebut miliknya? Zerkin mengaba
Maya dan ketiga teman divisinya segera berlari terbirit-birit dari ruangan horor itu. Terlebih setelah di bentak oleh Zerkin, orang yang notabenya jarang menaikkan volume. CEO mereka itu lebih banyak berkata datar. Saat keluar, segera mereka berempat menjadi pusat perhatian. Karena entah sejak kapan, devisi di depan ruangan Oliver manjadi sangat banyak orang. Maya dapat melihat Rebecca yang melakukan copy data di printer pojok. Padahal ruangan dia ada printer tersendiri. Kemudian ada 2 orang OB. Yang satu menyapu hingga lantai sangat mengkilap. Satunya menggosok jendela yang tidak kotor. Banyak juga karyawan yang membereskan dokumen padahal dokumen itu sudah sangat rapi hingga warnanya pun di samakan. Astaga, tidak bisakah mereka lebih pintar berakting? Maya segera melihat kumpulan wanita yang berpura-pura mendiskusikan pekerjaan melambai kepadanya. Menyuruhnya mendekat. Karena tahu mereka pasti penasaran. Maya yang selalu senang menggosip dengan segera mendekati mereka. Diikuti deng
"Terima kasih atas kerjasamanya, Mr. Edwin dan Mrs. Marley. Saya pamit undur diri." Klien yang baru saja Edwan dan Marley temui, Mr. Adipta memberikan ulasan senyum pada keduanya. "Terima kasih juga, Mr. Adipta." Edwan membalas kembali senyum untuk menghormati Mr Adipta. Marley yang berada di sampingnya juga memberikan hal yang sama. Mengulas senyum sopan walau di dalam hatinya masih mengingat momen di mana ia hampir saja terlindas oleh mobil. Mr. Adipta memandang mereka berdua. Kemudian memberikan pertanyaan yang membuat Marley menyunggingkan senyum lebar. "Apakah kalian sepasang kekasih?" tanyanya. Namun segera, Edwan bersuara dengan suara yang tidak suka. "Saya sudah memiliki Istri, Sir. Dan dia bukan orang yang berada di sebelah saya." Mr. Adipta segera merasa tidak enak ketika melihat senyum lawan bicaranya sudah hilang. Segera dirinya meminta maaf. "Ah, maafkan aku, Mr. Edwin." Edwan berusaha memaksakan senyum. Teringat bahwa orang di depannya adalah klien penting. "Tidak m