Dokter Jimmy keluar dari Kediaman Keluarga Albarez dengan tarikan nafas lega. Langkahnya terasa ringan, rasanya dia telah terlepas dari beban yang tadinya mencengkram pundaknya dengan sangat kuat."Tidak ada lagi masalah. Tuan muda Aaron tidak menuntut bayi berjenis kelamin laki-laki lagi. Haha.. tidak kusangka ternyata sangat mudah menghadapi singa itu." Dia berkata sendiri sambil melangkah menuju Mobilnya yang terparkir."Huh…" Beberapa kali Dokter Jimmy terlihat menghela nafas panjang kemudian meninggalkan halaman besar milik kediaman Keluarga Albarez.Jika saat ini Dokter Jimmy bisa bernafas dengan lega, lain hal yang dirasakan oleh Emily. Setelah kepergian Dokter Jimmy, entah kenapa Ekspresi wajah Aaron kembali berubah. Aaron terlihat cemberut lagi.Melihat perubahan ekspresi wajah suaminya, Emily mendekati Aaron yang duduk di pinggir Ranjang."Aaron.. apa kamu kecewa?" Tanya Emily dengan hati-hati.Aaron hanya melirik sedikit kepada Emily lalu menggelengkan kepalanya. Kemudian m
Sunna menelan ludah. Tenggorokannya terasa kering dan seperti tercekik kali ini.'Tidak kan? Bukan dia kan Wakil Ketua Dewan?' Sunna bermonolog didalam hati sendiri.Tiba-tiba Sunna merasa tubuhnya gemetaran. Dia mulai khawatir jika Pria yang sudah diperlakukan kasar oleh-nya tadi ternyata adalah Wakil ketua Dewan atau Sekretaris Perusahaan ini. 'Aa.. Apa yang harus aku lakukan?' Hati dan pikiran Sunna mendadak panik.Kim belum mengatakan apapun, dia juga belum bergerak sama sekali hanya terlihat elirik padanya.Kemudian terdengar suara Kim bertanya dengan nada datar, "Ada keperluan apa Nona Sunna mencariku?"'Dia mengenal namaku?' Sunna kembali menelan ludah. Pikirannya mulai linglung.'Kalau dia mengenal namaku, artinya dia.., Astaga! Matilah aku!'"Kenapa diam?Apa telingamu tuli? Tidak mendengar aku bertanya?" Kim sekarang berdiri. Kembali mengibaskan jasnya dengan angkuh."Aku bertanya sekali lagi padamu Nona Sunna! Apa kamu datang mencariku atas permintaan Sepupu kamu yang bern
Sunna sungguh merasa sangat kesal dan merasa jika Kim sepertinya sengaja ingin mempersulit hidupnya. Sunna berkacak pinggang tanpa takut lagi,"Heh, kamu pikir aku ini Mesin atau apa? Aku ini manusia! Butuh makan dan istirahat! Seharian ini aku bahkan tidak beristirahat dan makan hanya untuk menyelesaikan pekerjaan ini!""Aku tidak mau alasan apapun! Cepat kerjakan. Pulang setelah ini selesai!" Perintah Kim tanpa peduli dengan protes dari Sunna.Sunna mengepalkan tangannya dmagan keras."Ini bukan jam kerja lagi. Jadi kerjakan saja sendiri kalau mau selesai semuanya. Saya Permisi, Tuan Wakil Ketua Dewan yang terhormat!" Selesai bicara Sunna berbalik badan dengan cepat dan melangkah pergi.Kim terbengong sejenak, "Sunna! Berhenti kamu!" Kim memanggil.Tapi Sunna tidak peduli lagi pada Kim yang berteriak memanggilnya. Dia begitu kesal dan marah.Sepanjang perjalanan Sunna terus merasa kesal dan menyesal sudah melamar pekerjaan ini."Dia bukan hanya angkuh, tapi kejam dan tidak punya p
Sore ini, setelah mengantar Tuan Muda Aaron ke Rumah Besar, Kim langsung berpamitan untuk undur diri pada Aaron.Kim segera memasuki mobilnya kembali. Dia menjalankan kendaraan dengan tak bergairah menuju Rumah orang tuanya.Pandangannya memang fokus ke jalanan, tetapi pikirannya linglung.Kim sedang memikirkan tentang perjodohan, memikirkan hari pernikahannya yang tinggal menghitung hari saja. Kim nampak sangat gelisah.Sebenarnya bukan karena perjodohan ini yang membuatnya gelisah. Tapi lebih kepada pekerjaannya yang perlu menyita waktu dan pikiran. Tanggung jawabnya sebagai Wakil ketua dewan itu bukanlah hal yang bisa dikatakan ringan. Sangat berat dan harus sepenuh hati.Jika dia menikah, otomatis dia harus membagi waktu dan pikirannya menjadi dua. Satu untuk istrinya dan satu Lagi untuk Tuan Aaron. Apalagi mengingat akan janjinya kepada Aaron yang akan lebih mementingkan Aaron daripada istrinya.Bukan kah itu akan kacau?Tapi mau bagaimana lagi? Semua sudah diatur oleh orang tuan
Ada rasa khawatir di dalam hati Sunna, tetapi lebih kepada rasa penasaran akan calon suaminya.'Seperti apa wajahnya? Benarkah tampan? Benarkah baik hati?' Sunna terus bermonolog dalam hati.Namun karena dia sangat percaya dengan semua ucapan Ibunya tentang calon Suaminya, jika Pria itu adalah pria yang cukup tampan dan berwibawa. Baik hati dan juga penurut, perasaan Sunna kembali sedikit lega.Mana mungkin ada orang tua yang ingin menjerumuskan Putrinya sendiri bukan? Terlebih Sunna adalah Putri satu satunya milik mereka. Dan ini adalah alasan utama kedua orang tuanya kenapa memutuskan untuk mencarikan jodoh terbaik untuk dirinya.Sunna kembali menatap bayangannya di cermin. Gaun susah cukup indah, penampilan sudah cukup menawan. Ditambah wajah cantik yang ia punya. Sunna tersenyum, memuji dirinya sendiri. Penampilannya malam ini tidak akan mempermalukan Ibunya. Sudah cukup sempurna.Setelah berulang kali termenung, Sunna mengambil nafas panjang dan memantapkan diri. Kemudian dia ke
Bukan hanya dialami oleh Kim, Sunna juga begitu.Ketika dia ingin menyentuh Ibunya dengan penuh kepanikan, Ayahnya malah ngamuk dan mengusirnya.Sean mencekal tangan Sunna dan mengibaskan dengan kasar."Dasar Anak Durhaka! Lihat Ibumu. Dia begini Karena ulahmu! Pergi sana!"Sunna tentu merasa sangat bersalah."Ayah, maafkan Sunna. Sungguh maafkan Sunna. Aku tidak tahu kalau akan jadi seperti ini. Kita bawa ibu ke rumah sakit saja Ayah." Ratwp Sunna.Sean langsung mendongak. Kenapa terlambat berpikir?Dia Segera berdiri dan mengangkat tubuh Tania."Jefri. Ayo kita bawa istri kita ke rumah sakit!" Sean berkata pada Ayah Kim.Jefri yang masih panik segera tersadar. Dia setuju dan segera mengangkat tubuh istrinya.Sunna yang ikut berjalan keluar hendak mengikuti langkah Ayahnya ke mobil tapi Ayahnya menutup pintu mobil dengan keras dan langsung menjalankan mobilnya.Kim juga yang hendak menyusul Ayahnya pun diperlakukan sama. Bahkan Kim didorong Jefri agar tidak ikut masuk ke dalam mobil.
Saat ini Mereka sudah melangkah masuk ke dalam Ruangan UGD.Kim dan Ayahnya mendekati Melda. Begitu juga dengan Sean dan Sunna yang mendekati Tania."Sayang.. Bagaimana keadaanmu? Apanya yang sakit?" Sean bertanya pelan sambil menyentuh lembut lengan Tania."Sean, kepalaku sangat sakit." Rengek Tania kepala Suaminya tidak lupa sambil mengurut pelipisnya sendiri."Jangan banyak yang kamu pikirkan dahulu, Tania. Kamu punya riwayat Darah tinggi. Reflekskan pikiranmu ya sayang. Jangan pikirkan yang macam-macam." Ucap Sean."Bagaimana aku tidak berpikir banyak Sean? Bagaimana dengan pernikahan Sunna, apakah benar-benar harus batal? Jika itu terjadi, mau ditaruh dimana muka kita? Bagaimana aku tidak mendadak syok begini? Aku tidak tahu apakah aku bisa menatap dunia? Aku akan gila Sean. Sungguh aku tidak kuasa jika harus menanggung malu!" Tania berkata keluh kesah setengah berteriak."Hus.. Jangan banyak pikirkan itu dulu. Sudah sudah. Itu dipikirkan nanti ya, setelah kamu sembuh." Sean cepa
Sunna sebenarnya ingin tertawa menatap tangan Kim yang menggantung di udara itu. Tapi apa yang harus ditertawakan?Apa yang dikatakan Kim ada benarnya. Hanya dengan menyetujui pernikahan itu, mereka bisa menyelamatkan Ibu mereka. Setidaknya Ibu mereka akan senang dan tidak tertekan."Baiklah." Sunna menyambut tangan Kim."Deal Kita menikah?" Tanya Kim, menggenggam tangan Sunna."Deal!" Jawab Sunna menghentakkan genggaman tangan mereka.Tidak disadari keduanya, jika perbuatan mereka itu dilihat oleh Jefri dan Sean di bangku panjang sana.Kedua Pria paruh baya itu saling menyikut pinggang masing-masing."Sepertinya itu hal baik." Bisik Jefri."Iya, ini cukup bagus." Sean juga berbisik.Tidak berapa lama,Dokter membuka pintu Ruangan, dan segera memanggil mereka untuk masuk."Kedua Pasien sudah tenang. Tapi sekali lagi aku ingatkan, kesembuhan mereka sepertinya ada ditangan keluarganya sendiri. Tidak tahu apa duduk masalah yang sedang terjadi dalam keluarga, tetapi tidak lain yang menyeb