Pagi berikutnya,Elang mengajak Alexa untuk menemui Ibunya.Sebelum datang berkunjung, Elang terlebih dulu menghubungi Aisyah.Elang sedikit terkejut saat Ibunya mengatakan jika Ibunya sekarang sudah pindah dan tinggal di rumah utama. Memang benar, Aisyah sekarang tinggal bersama beberapa orang pelayan dan anak buahnya di Rumah Besar milik Tuan Glendale.Sudah ada satu bulanan dia tinggal disini. Sebenarnya dia tidak ingin lagi masuk ke rumah ini. Mengingat begitu banyak kenangan pahit yang pernah terjadi di rumah ini. Tetapi entah kenapa, pada akhirnya dia sendiri memutuskan untuk tinggal disini.Atau mungkin Aisyah hanya ingin mengingat semua kenangan masa lalu.Disinilah dia dilahirkan dan dibesarkan dengan penuh kasih sayang dan kelembutan oleh kedua orang tuanya. Meskipun pada saat itu dia tahu jika kedua orang tuanya, Ayah dan Ibunya itu bukanlah orang tua biasa seperti orang tua teman temannya. Tapi orang tuanya adalah seorang ketua mafia. Aisyah sadar jika dirinya adalah pu
Saat Aisyah melihat genggaman tangan Putranya pada jari jemari Alexa, dia sudah dapat mengerti jika kedatangan Elang untuk menemuinya kali ini sepertinya bukan untuk urusan pekerjaan. Tapi ada hal lain.Apalagi ketika mereka menyambutnya di bawah tangga tanpa melepaskan genggaman tangan mereka, Aisyah makin yakin dengan dugaannya.Dia menatap dingin pada mereka, seolah olah meminta penjelasan dari mereka. Padahal dalam hatinya, dia cukup tersenyum senang.Pernah bahkan seringkali malah, Aisyah mengkhawatirkan Putranya itu.Memikirkan Kapan Elang akan menyusul adiknya? Mengkhawatirkan, Apakah ada yang mau menerima Elang yang pernah berada di dunia gelap?Adakah keluarga yang mau dengan tulus menerima Elang, seperti keluarga Albarez yang bisa menerima Zha dengan tulus?Begitu banyak kekhawatiran Aisyah saat merenungkan nasib percintaan Putranya kelak. Tapi ketika melihat apa yang ada di hadapannya itu, hatinya mendadak lega seketika.Alexa!Benar! Gadis itu sangat tepat untuk Putranya.
Dia yang baru saja datang bahkan belum sempat duduk itu menatap Agam dengan tanda tanya. Pria itu melepas cincin pertunangan mereka dan meletakkan begitu saja di hadapannya."Kamu pikir, aku akan menikahimu pelacur! Aku benar benar jijik padamu!" Agam berteriak keras hingga menjadi pusat perhatian semua orang yang berada di Restoran itu."Apa maksudmu?" Erina masih belum mengerti maksud Alya, menoleh kepada Zaskia, Mita dan Meka yang juga berada satu meja dengan mereka."Selama ini aku tertipu oleh penampilan polos mu. Ternyata kau hanya menginginkan uangku saja kan? Kau bahkan rela melayani pria tua bangka hanya demi uang!" Agam merogoh Ponsel dan mengulik sebentar. Lalu menyodorkan dengan kasar di hadapan wajah Erina."Lihat apa yang sudah kamu lakukan Erina! Kamu tidak lebih dari seorang pelacur murahan! Kamu kira aku tidak tau hah! Kamu pikir aku bodoh!" Agam menggenggam rambut Erina dan menundukkan kepala gadis itu agar mencermati beberapa Foto di dalam Ponselnya. Bagai disambar
Erina sudah berada di dalam taksi yang melaju. Pikirannya belum berhenti. Matanya masih sesekali mengeluarkan air mata. Dia tidak lagi memikirkan Pria yang sudah memberinya uang Sepuluh juta tadi. Tapi Erina sedang memikirkan nasib dirinya kedepannya nanti. Bagaimana dia harus menghadapi ini semua? Agam sudah memutuskan pertunangan mereka. Lebih kejamnya, telah membatalkan pernikahan yang akan berlangsung satu Minggu lagi.Ini bukan masalah malu. Erina tidak peduli jika dicibir keluarga atau teman temannya karena gagal menikah. Tapi Ibunya, dia harus menerima perjodohan dengan pria yang sudah memiliki beberapa istri jika dia tidak menikah dalam satu Minggu ini. Erina menarik nafas berat. Menuruni taksi saat sudah berada di depan Rumah kontrakannya. Dia melangkah setengah malas. Lalu membanting tubuhnya di atas kasur setelah sampai di dalam kamar. Matanya menerawang jauh, seolah menembus Plafon. Bagaimana mungkin dia harus kehilangan Pria yang dia cintai lagi? Setelah dulu dia pernah k
"Tuan Fic. Apa kau tidak salah?" Jefri sedikit terbelalak, saat mengangkat sebuah kartu nama yang baru saja dilempar di atas meja."Aku ingin kau menyelidiki wanita itu lebih jauh. Siapa dia. Hem. Bukan kau, tapi kita."Jefri mengangguk, sedikit merasa heran tapi tidak berani bertanya lebih lanjut. Sepanjang hidupnya, yang ia tau, Presdir Fico Albarez tidak pernah peduli dengan wanita.Tanpa menoleh, Fico Albarez berbicara. "Aku pernah melihatnya tanpa sengaja. Setelah itu, hati ku selalu berontak, untuk mengetahui latar belakang wanita itu." Jefri langsung mengerti, dan segera mengangguk. Ini adalah kejadian beberapa hari yang lalu, sebelum Erina memasuki Restoran mahal menemui Agam. Pada hari itu, Fico Albarez yang sudah meminjamkan uang sepuluh juta kepada Erina.Pagi ini Erina sudah berada di kantor. Beberapa rekan menatapnya dengan sedikit asing. Lalu terdengar berbisik bisik."Dia gagal menikah.""Kasihan Sekali."Mungkin mereka sudah mendengar kabar buruk tentang Erina.Erina
Erina menurut saat Fic mendorong tubuhnya untuk masuk ke dalam kontrakannya sendiri. Fic ikut masuk, kemudian duduk di Sofa tanpa disuruh.Erina menatap Pria dengan wajah datar itu, lalu ikut duduk di hadapannya. Mereka terdiam cukup lama. Erina merasa aneh, kenapa pria ini bisa tau tempat tinggalnya. Dan untuk apa dia kesini? Apa untuk menagih uangnya? Tapi kenapa malah kembali mengeluarkan uang. Uang yang begitu besar. Berkali kali lipat dari yang waktu ini.Erina kemudian membuka suara."Tuan, Terima Kasih sudah menolongku kembali." Fico Albarez hanya mengangguk tanpa melihatnya."Tapi, bagaimana caraku untuk mengembalikan uangmu. Itu terlalu banyak."Fic menoleh sebentar setelah itu membuang ratapannya kembali."Menikahlah denganku besok. Maka kau tidak perlu membayarnya."Seketika Erina terperangah. "Menikah?" Dia seperti tidak percaya."Kenapa?" Sekarang Fic menoleh untuk menatapnya."Bukankah kau membutuhkan pernikahan? Kau gagal menikah bukan? Seharusnya kau menikah beberapa
Ketika meletakkan Kartu itu di telapak tangan Erina, kulit mereka bersentuhan. Erina bisa merasakan suhu badan Fico lebih tinggi dari suhu badan dirinya. Rasanya seperti menembus kulitnya, membuat Erina sedikit kehilangan akal."Baiklah kalau begitu." Biar bagaimanapun juga Erina berpikir, jika mereka sudah menjadi pasangan, Pasangan pengantin baru yang seharusnya bahagia bukan? Erina tidak ingin merusak niat baik Fico hanya karena hal kecil seperti ini. Dia akhirnya menerima Kartu itu."Aku masih ada kerjaan sore ini. Maafkan aku tidak bisa mengantarmu." Ucap Fic dengan nada yang masih terdengar datar."Oh. Tidak mengapa. " Sahut Erina. Dia juga tidak berharap, jika pria itu benar-benar akan mencintainya atau menganggapnya seorang istri yang sesungguhnya. Jadi dia tidak merasa kecewa sedikitpun."Oh iya. Mengenai Alamat Rumahku, em.." Fic nampak berpikir sebentar.Lalu melanjutkan bicaranya. "Setelah pekerjaanku selesai, aku akan menghubungimu. Beri saja aku nomor ponselmu." Erina
Pagi Ini Erina sudah berada di kantornya. Melihat Oca dan Melda. Kedua temannya itu berdandan berlebihan tidak seperti biasanya. Menatap sedikit kesal.ke arah dirinya."Kau ini! Kenapa berpenampilan seperti ini?" Oca mendekat sambil menarik ujung kaos yang dikenakan Erina.Erina hanya mengenakan kaos putih pendek yang dibalut Jas kerja dengan tergantung kartu nama tanda pengenal di lehernya. Mengenakan celana Jeans warna hitam sesuai dengan warna Jas dan sepatu berwarna Putih. "Memangnya harus bagaimana?" Jawab Erina."Yang akan kita temui kali ini adalah Presdir nomor satu di dunia. Bagaimana mungkin kamu hanya berpenampilan sesederhana ini?" Oca sangat memprotes.Erina menarik nafas. "Kita ini mau bekerja. Siapapun yang akan kita temui. Jadi, ini adalah pakaian kerja kita yang sebenarnya. Bukan mau pergi ke pesta!" Bantah Erina. "Ah.. Terserah kau saja!" Oca kesal."Eh, tapi bagaimana penampilan ku hari ini? Aku cantik tidak?" Oca bertanya pada Erina."Sangat cantik." Erina menjaw