Riswan mempersilahkan Tante Sartika untuk beristirahat dahulu di kamar khusus tamu, lalu dia sendiri memilih untuk menyendiri sejenak di sisi tepian kolam renang, dengan tatapan lurus ke arah pegunungan yang tepat ada di hadapannya.
Tidak terpikirkan oleh Riswan sebelumnya, langkahnya untuk menempuh jalur hukum yang berhubungan dengan kasus yang melibatkan keluarganya, akan berimplikasi pada retaknya hubungan kekeluargaan di antara mereka.
Kemarahan dan kebencian dari saudara-saudara sepupunya adalah salah satunya. Bahkan mereka sampai berencana ingin membalas dendam dan mencelakakan dirinya.
Langkahnya bertindak tegas kepada adik-adik dari ayahnya tersebut adalah sebuah shock terapi bagi bawahan-bawahannya yang lain, bahwa dia tidak tebang pilih dalam memproses sebuah pelanggaran, siapapun yang terlibat akan dia perkarakan. Apalagi jika sampai merugikan keuangan perusahaan, karena dapat berimplikasi pada keberlangsungan usaha yang dijalankan.
Riswan
Part 58"Kang Amran, ini apa-apaan, sih." Samsiah mencoba menarik tangan Amran yang masih mencekal leher dari Mursan, yang tersudut di tembok."Kamu yang apa-apaan, tidak tahu malu." Amran berbalik menatap Samsiah, sementara tangan kirinya masih saja berada di leher Mursan. Pembicaraan walaupun penuh dengan penekanan, tetapi dilakukan dengan intonasi suara yang pelan, karena tidak ingin ada orang lain yang mendengar, ataupun adanya keberadaan Mursan di rumah janda baru ini."Kamu tidak sadar Samsiah, jika perbuatan kalian ini diketahui warga, bisa diarak keliling kampung, nggak malu kamu." Amran masih melotot ke arah Samsiah."Biasanya juga nggak ada yang tahu," jawab Samsiah dengan bodohnya. Pemahaman dan pemikirannya memang sedikit lamban.Amran lantas melepaskan cekalan tangannya pada leher Mursan, lalu mulai memutarkan video yang tadi dia rekam kepada Mursan. Saudagar sembako itu tercekat, tidak mampu untuk bicara. Samsiah yang juga ikut meliha
59Suasana malam di Desa Cibungah ini memang sudah terlihat sepi setelah lewat adzan Isya. Tidak ada lagi aktivitas warga yang terlihat. Mereka sudah mengurung diri di dalam rumahnya masing-masing.Jumlah warga di Desa Cibungah ini memang tidak terlalu banyak, dan juga tidak terdapat tempat hiburan. Jika ingin mencari hiburan dan tempat keramaian mereka harus ke kota kecamatan, tetapi kebanyakan masyarakat desa ini lebih memilih untuk berdiam diri di rumah, selain karena jarak ke kota kecamatan terbilang cukup jauh dan jalan yang dilalui pun terbilang cukup gelap karena masih minimnya lampu penerangan.Menjelang tengah malam, Rohani terbangun dari tidurnya karena kebelet ingin buang air kecil ke kamar mandi. Dengan suara malas karena masih mengantuk, Rohani memanggil suaminya yang dia pikir masih tertidur di sampingnya."Kang, bangun, Kang. Anterin Ani ke kamar mandi," ujarnya dengan nada malas, dan tidak terdengar jawaban. Sambil menguap karena mas
Part 60Pagi hari sekitar pukul delapan, empat hari setelah mengunjungi Tohir--suaminya di sel tahanan polsek di kota kecamatan. Ela yang baru saja selesai memandikan putrinya Naya, berencana akan mengunjungi rumah keluarga besar Tohir yang masih satu desa dengannya, hanya lokasi rumahnya tepat di dekat pintu masuk gapura Desa Cibungah.Sembari menuntun Naya, Ela menyusuri jalan memotong perkampungan, yang waktu tempuhnya lebih dekat dari pada mengikuti sisi jalan desa. Tujuan utama Ela menemui keluarga Tohir adalah untuk menjelaskan jika dia berencana akan mengajukan gugatan permohonan perceraian di pengadilan agama setempat, dan Ela merasa berkewajiban untuk memberitahukan terlebih dahulu kepada keluarga besar mertuanya tersebut agar tidak timbul salah paham nantinya.Semenjak Tohir masuk penjara, kedua orangtua beserta saudara-saudaranya yang lain sudah berlepas tangan, mereka sudah tidak mau lagi perduli, karena mereka pikir itu semua sudah urusan Ela sebaga
Part 61Seperti pagi biasanya di Desa Cibungah, rumah di atas bukit milik Riswan dan Risma terlihat masih terselimuti kabut tipis. Sinar sang Surya masih terhalangi oleh pegunungan yang sedikit terlihat gelap dari arah desa beriklim sejuk ini.Risma mengantar Riswan sang suami tercinta menuju halaman depan rumah mereka yang luas, dengan rumput-rumput hijau nan terawat juga lampu-lampu taman yang masih dibiarkan menyala. Dingin dan hening, embun masih membasahi rumput dan dedaunan, ada uap asap hangat yang keluar dari mulut dan hidung. Tempat yang sehat, indah dan langka, suasana alam yang tidak akan ditemukan di perkotaan."Hari ini jadi mau jenguk bapak dan emak, Neng?" tanya Riswan, sesaat lagi ingin masuk ke dalam kendaraan yang akan mengantarkannya ke bandara."Insya Allah jadi Abang. Boleh, 'kan, Bang?""Tentu saja boleh, Sayang. Hati-hati tapi yah.""Iya, Abang sayang," ucap Risma, sembari mencium tangan suami dengan penuh takjim, dan
62Emak Sawiyah dan Risma terdiam tak bergerak di sisi ranjang perawatan, tanpa bersuara. Hanya memperhatikan tubuh Juragan Hasyim yang terbujur kaku. Mereka lalu dikejutkan dengan kedatangan dokter dan beberapa perawat yang begitu terburu-buru.Dokter pria separuh baya yang memang khusus memberikan pengobatan kepada Juragan Hasyim langsung memeriksa kondisi suami dari Emak Sawiyah tersebut, terlihat beberapa tindakan medis ikut dilakukan, yang emak Sawiyah dan Risma tidak paham dan masih terdiam memperhatikan.Genangan air bening sudah nampak di kedua mata Risma dan Emak Sawiyah. Jemari tangan Risma lantas menggenggam jemari tangan perempuan tua yang sudah merawatnya sedari kecil itu untuk memberikan kekuatan, saling menggenggam tanpa bicara.Dokter Ikhsan, dokter paruh baya itu menghentikan tindakan medis, menghela napas dalam, menggeleng-gelengkan kepalanya tanda menyerah."Innalilahi wainnailaihi rodziunn." Beberapa orang suster yang mendamping
Kendaraan yang membawa Bude Ajeng baru saja sampai di depan rumah induk. Rumah yang terlihat sepi dan senyap karena lumayan lama tidak ditempati, dari semenjak Juragan Hasyim menjalani pengobatan di rumah sakit.Mereka segera berbagi tugas, sang sopir pribadi Risma yang bernama Firman segera menemui kepala desa, sementara Bude Ajeng menemui salah satu anak Juragan Hasyim, dan satu orang pekerja yang lainnya merapihkan rumah milik keluarga besar Risma.Bude Ajeng segera ke rumah Samsiah, yang terletak di samping rumah induk berjarak hanya 10 meter, pintu rumah sedang dalam keadaan terkunci dari dalam."Assalamualaikum," ucap Bude Ajeng, sembari mengetuk-ngetuk pintu rumah. Tidak terdengar jawaban. Kembali Bude Ajeng mengucap salam berulang-ulang, tangannya terus saja mengetuk pintu. Tetap tidak ada jawaban.Bude Ajeng terus saja mengetuk, sembari mengintip ke dalam rumah dari cela hordeng yang sedikit terbuka. Terlihat sekilas seorang pria sedang terburu-b
Setelah tujuh hari tahlilan kematian Juragan Hasyim, Emak Sawiyah kembali tinggal di rumah Risma. Sementara Darman bersama keluarga kembali pulang ke Jakarta terlebih dahulu, selepas tiga hari wafatnya sang bapak.Rumah besar itu kembali dibiarkan kosong tak berpenghuni.Siang yang redup, karena matahari terhalang awan gelap dengan angin yang bertiup cukup kencang.Tiga orang berwajah sangar datang menyambangi rumah besar milik almarhum Juragan Hasyim. Orang-orang suruhan dari istri rentenir Kardi yang sudah mati dibunuh oleh Tohir.Dengan gaya yang arogan, salah seorang dari mereka berteriak-teriak tepat di depan rumah besar tersebut, sembari mengetuk-ngetuk pintu dengan sangat keras."Amran! Amran!" Berkali-kali nama Amran yang mereka panggil, karena mereka tidak tahu jika Amran tidak bertempat tinggal di situ."Amran! Keluar Amran!" Tidak ada kesan keramahan dari cara mereka memanggil, disusul dengan ketukan keras di pintu ber
SUAMI YANG DIHINAKAN TERNYATA KAYA 7 TURUNANAib Desa CibungahPART 53Suasana hening dan sepi selepas adzan Isya sudah menjadi kebiasaan di Desa Cibungah ini, dari setelah waktu Maghrib tidak ada lagi aktivitas yang dilakukan di luar rumah. Anak-anak sudah tidak ada lagi yang berkeliaran, mereka semua menghabiskan waktu di dalam rumah saja hingga sampai pagi nanti.Begitupun orang-orang tuanya, selepas salat berjamaah di musholla Kobong milik Ustaz Arief, mereka pun langsung beristirahat dan berdiam diri, hanya terlihat beberapa orang di balai desa tempat biasa pak kades berbincang dengan beberapa orang warga.Jam sembilan malam, selepas menonton acara di televisi, Rohani mengajak suaminya Mursan untuk beristirahat di dalam kamar, sebuah waktu rutin yang terjadwal. Dua anak mereka sudah masuk ke kamar masing-masing.Rohani memang yang memegang penuh kuasa di rumah ini. Dia yang mengangkat derajat Mursan, yang tadinya