"Ya sudah ayo turun!" Dante sedikit mendorongnya bahu Yoona.
"Aku mau gendong Dante," rengek Yoona manja yang langsung mendapatkan kerutan di wajah Sulis dan Anna.
"Kamu ini berat Yoona, saat Malik menggendongmu dari atas ke bawah itu masih mudah, tapi ketika Dante menggendongmu dari bawah ke atas pasti dia sangat keberatan," desak Sulis mengingatkan.
'Yoona minta di gendong oleh Bang Malik? Cik perempuan ini bisa-bisanya masih bersikap seperti itu!' keluh Dante dalam diamnya.
"Biar Dante gendong Bun." Dante langsung berdiri dengan mudahnya walaupun Yoona dalam pangkuannya.
"Jangan lupa minum obatmu Yoona!" teriak Sulis saat Dante sudah menaiki tangga.
"Akan Dante ingatkan Bunda!" jawab Dante sedikit berteriak menjawab ucapan Sulis.
Dante membaringkan tubuh Yoona dengan sangat hati-hati. Menurut Dante tubuh Yoona terasa lebih ringan dari biasanya semenjak istrinya sakit. Dante mengambil obat Yoona yang harus diminum malam hari
"salam sayang Buenda Vania
Siang itu Yoona sudah sangat kelelahan mengikuti kemauan Ainun dan Sulis mengatur pose dalam pemotretan yang diadakan di rumah Sulis. Ini adalah baju kedua yang Yoona kenakan. "Yoona senyum dong. Ini akan kita gunakan untuk undangan," decak sulis kesal karena yoona selalu memasang wajah datar. "Yoona lelah Bun, ini sudah keseratus gaya yang bunda minta!" Yoona terus merenggut dengan kaki yang di hentak-hentakan berulang kali. "Dua kali lagi Sayang ... jika yang ini hasilnya bagus maka semua selesai," bujuk Ainun lembut. "Tadi juga Mommy dan Bunda bilang seperti itu," dengus Yoona karena pada kenyataannya mereka selalu mengulang gaya yang sama. Dante mendekatkan bibirnya di telinga Yoona. "Setelah ini bagaimana jika kita makan eskrim?" "Benarkah! Tapi aku mau B&B, bagaimana?" tanya Yoona dengan sedikit berjingkrak. "Tidak masalah. Aku akan belikan yang paling besar, sepuasnya," tawar Dante lagi. Jika boleh juju
"Ya Rinati. Lain kali akan aku kenalkan kamu dengannya. Baiklah aku pulang dulu dan pastikan kamu mengunci semua pintu dan pasang alarm." ujar Dante sepanjang jalan menuju pintu depan sementara Yoona mengikuti dari belakang. "Hemm, akan aku pastikan alarmnya terpasang. Tapi tahu dari mana aku ada alarm?" tanya Yoona penasaran. Dante mabalik tubuhnya dan menghadap Yoona yang kini berdiri ditengah pintu. "Besi itu, itu, itu dan itu yang tiang setinggi pinggang anak-anak." Dante merangkum wajah Yoona dengan kedua telapak tangannya. "Pokoknya langsung dinyalakan setelah kamu naik ke atas ranjang. Jika tidak aku yang akan masuk ke dalam selimutmu dalam waktu setengah jam." "Hemmm … aku akan mengingatnya." ucap Yoona sambil memandang wajah dante yang kini sedang menatapnya penuh nafsu. Yoona memejamkan matanya saat wajah Dante semakin mendekat dengan nafas yang mulai menyapu wajahnya. Tak lama dari itu Yoona merasa bibir hangat Dante tepat di keningnya deng
"Bagaimana jika makan es krim dan cheese cake?" tawar Yoona dengan melipat kedua tangannya dibawa dada. "Dessert yang menarik, baiklah aku mandi dulu." Dante dan Yoona sama-sama masuk ke rumah mereka tanpa menoleh. Dari seberang Marisa mengamati semua pergerakan mereka yang tinggal di atap yang berbeda. "Bukankah mereka mengaku sudah menikah? Tapi kenapa mereka tidak tinggal serumah." Marisa terus berfikir dibalik gorden sampai suaminya mengagetkan dirinya dengan cara mendekap tubuh Marisa dari belakang. "Apa sekarang kamu jadi mata-mata tetangga kita, Sayang?" Pak Yunus langsung mendaratkan bibirnya di ceruk leher Istrinya yang masih sibuk menatap luar jendela. "Apa Papah percaya mereka sudah menikah?" tanya Marisa ditengah desahannya karena kini Pak Yunus sudah mulai menggerayangi tubuh bagian atas Marisa. "Tidak, mungkin sesudah resepsi mereka baru tinggal bersama. Undangannya sudah ada padaku untuk disebarkan pada para warga." Yunu
Mulai dari ujung kaki bibirnya terus mengarah sepanjang paha Yoona yang mulus nunuju pusat inti Yoona yang sudah memanggil dirinya berulang kali. Bibir Dante semakin naik munju pusat gairah yang akan membakar dirinya hingga benar-benar melebur menjadi abu. Dante menghisap, memainkan lidahnya di ujung inti Yoona yang sudah berkedut entah untuk yang keberapa kali. Yoona meracau menyebut nama Dante berulang. "Eemmhh … Da-Dante …." Suara Yoona terdengar serak dan menggoda. Yoona menggelinjang setiap Dante menghisap dan menusuk-nusukkan memainkan lidahnya yang basah pada pusara Yoona yang harum dan hangat. Kaki Yoona membuka semakin lebar memberikan akses pada Dante agar semakin dalam membenamkan wajahnya. Tangan Dante terus bermain memijit dan terus memutar pada ujung inti Yoona, sementara tangan satunya meremas dan memilin dua bukit indah secara bergantian. Yoona merasa ngilu terutama pada intinya yang terus dihisap dan ditekan tepat
Suara sirine dan dering telpon membangunkan Dante dari tidur nyenyaknya. Suara itu begitu mengaung-ngaung memekakkan telinga. "Sial suara ini tepat di depan rumah." Dante turun dari ranjang dan menyambar celana pendek dengan asal, lalu bergegas keluar. Yoona kaget ketika Dante melepaskan dekapannya dengan kasar dan meninggalkan dirinya begitu saja. Sesaat kemudian Yoona baru tersadar ketika mendengar suara sirine dan derap langkah beberapa orang. "Ada apa sebenarnya, dan Dante pergi kemana sihh?" Yoona berusaha menggerakan tubuhnya yang terasa remuk redam. Terutama di bagian intinya yang begitu perih dan terasa seperti mengganjal. Daripada memilih turun Yoona menyibak sedikit gorden jendela kamar Dante dan mendapati mobil damkar cepat di depan rumahnya. "Rumah siapa yang terbakar?!" Yoona melakukan apaan dilakukan oleh Dante, langsung loncat dari atas ranjang mengabaikan rasa sakit dan ngilu. Yoona membuka lemari Dante dan
Dante kembali masuk kedalam rumah dan melihat Yoona baru saja keluar dari kamarnya dengan pakaian yang tadi sore dia kenakan, rambutnya terbalut handuk. "Terima kasih, Mrs Yunus anda sudah menemani istriku." Di udara yang terasa dingin Yoona merasa hangat akan pengakuan Dante tentang dirinya. Ya dari awal Dante memang sudah mengakui dirinya. Bodoh, jelas seseorang yang dengan mudah mengutarakan hal itu tentu saja menganggap hubungan ini benar adanya. "Sama-sama Mr Dante. Kami hanya khawatir dengan Yoona, karena aku tahu kalian tidak bersama." Marisa tahu dirinya sudah membongkar identitas sebagai pengintip. Tapi masa bodoh, Marisa memang penasaran dengan hubungan mereka yang terkesan misterius. "Ya, Yoona masih belum memindahkan barangnya pada rumah ini. Dan sepertinya untuk sementara aku akan membawa Yoona pindah dari sini." Dante tidak ingin hal buruk kembali mengintai Yoona. "Baiklah, kalau begitu kami pulang dulu. Jaga dirimu Y
Dante langsung menyerang Yoona saat itu juga tanpa membiarkan istrinya berubah pikiran. Menanggalkan celana, dan menendang juah. Dante menyingkirkan apapun yang ada disana agar Yoona bisa mendapatkan ruang yang lebih. Menyingkap apapun yang melekat pada tubuh Yoona dan mulai kembali mendaki bukit yang indah dengan puncak yang memegang sempurna. Satu tangan mulai menjelajah seluruh bagian tubuh Yoona tanpa melewatkan satu inci pun. "Ahhh… Dante." Yoona hanya dapat meraba dada pria itu yang begitu alot dengan semua ototnya yang keras. "Apa kamu mau mengenal Mr Happy-ku Yoona?" Ahhh ... Dante sialan, tidak bisakah pria itu diam dan lakukan apa sedang dia lakukan. Tapi Yoona tidak mengatakan itu, otaknya sungguh sinkron dengan lidahnya yang sudah menjerit saat Dante menelusupkan satu jarinya dan mulai memaju mundurkannya. "Si-siapa … di-dia?" tanya Yoona dengan erangan tertahan. Dante menghisap jarinya yang terdapat cairan Yoon
"Karena dia akan selalu seperti itu, terutama jika melihat Mrs Wet di sebarang dapur. Dia akan sangat bersemangat dan penuh gairah. Lebih tepatnya terangsang." "Benarkah! Aku pikir kamu membenciku?" "Aku tidak membencimu, Sayang … hanya tidak suka akan keberisikan yang kamu timbulkan. Tapi sekarang aku merasa berterima kasih karena musikmu yang begitu keras. Karena itu kita bisa menikah dan saling melengkapi?" Dante membalik tubuh Yoona yang terasa menegang, menatap manik coklat itu yang kini sedang menatap netranya, "Aku mencintaimu Yoona! Maukah kamu menjadi istriku untuk selamanya?" Yoona menunduk, memutus kontak di antara mereka. "Tapi aku takut, aku takut melukaimu Dante. Alan, Alan seperti itu karena—" Dante membekap mulutnya dengan telapak tangannya yang lebar dan kasar. "Itu kecelakaan Yoona. Dia hanya bodoh karena tidak menghubungimu kembali. Jangan pernah menyalahkan dirimu pada sesuatu yang belum tentu disebabkan oleh diri