"Kamu izin dulu aja kerjanya hari ini, Ay."
Ayra yang sedang mempelajari bahan ajar untuk anak yang akan ia ajari hari ini, mengerut kening heran.Ia bekerja sebagai guru bimbel. Jadi tiap harinya bisa dapat dapat murid yang berbeda-beda. Tergantung jadwal dan pelajaran murid yang cocok dengan keahliannya."Gak bisa gitu, Bu. Aku harus banget kerja hari ini.""Alah. Kamu kerja kayak gitu berapa sih gajinya. Sebulan paling sejuta dua juta. Suaminya Alia mau datang hari ini sama temennya yang sama-sama kerja jadi supir di perusahaan tambang batu bara.""Terus apa masalahnya sama aku?""Ya ampun. Dia mau ngenalin temennya itu. Siapa tau kamu sama dia bisa kenal terus nikah. Lumayan, Ay. Biar kamu bisa hidup enak kayak Alia.""Apa sih, Bu!"Ayra sudah kepalang kesal. Tidak Bapak, tidak Ibu, sama-sama gak ngerti anaknya lagi patah hati.Ia maunya di support, di mengerti sama seluruh keluarganya biar bisa cepat move on dari masalah ini. Biar bisa hodup normal dan kembali ceria kayak dulu. Tapi malah sibuk mencarikannya jodoh."Pokoknya ibu mau kamu gak kerja hari ini. Siapa tau jodoh, Ay."Ayra merasakan denyut yang sangat kuat di kepalanya. Ada-ada saja masalah yang membuat kepalanya pening.Padahal di bimbel ia bekerja harus bilang satu hari lebih dulu baru boleh ambil izin. Tapi, kalau keadaannya kayak gini, mungkin pemilik bimbelnya mau mengerti.****"Jadi kamu gajinya 7 jutaan? Banyak banget itu."Ayra mendungus pelan melihat mata ibu dan bapak tirinya yang ijo karena dengar uang 7 juta.Padahal bisa aja laki-laki itu bohong."Ay. Mapan bangetkan? Lebih mapan dari Ari," bisik ibu dengan semburat kegirangan.Kalau emang lebih mapan ya udah sih. Ayra gak mau peduli. Dirinya cuma mau sendiri. Kasih waktu biar bisa move on. Malah di jodohin ke sana sini."Tapi ya gitu, Bu. Namanya juga jadi istri karyawan tambang. Sering gak bisa ketemu tiap hari.""Gak apa-apalah. Buat ibu yang penting biaya hidup Ayra tercukupi. Suaminya mapan dan bisa membahagiakan anak ibu."Baru juga ketemu udah ngomong istri-istri. Belum tentu juga ia mau. Kalau mapan tapi gak cocok, gak bagus juga. Siapa tau lelaki ini gir4ng gonta ganti istri.Ayra mengerutkan keningnya. Ia tak mau ikut campur dalam pembicaraan ini.Dirinya tau pasti Bapak tidak akan mau begitu saja. Apalagi Bapak punya kandidat tersendiri. Jadi biarkan saja mereka berdebat sementara itu dirinya akan fokus mengobati luka menganga di hatinya ini."Alia sama suaminya juga sering gak ketemu. Apalagi sekarang Alia h4mil. Gak bisa ikut suaminya," ujar ibu."Tapi Alia seneng punya suami kayak mas Agung. Bertanggung jawab dan bisa memberikan kehidupan yang nyaman untukku dan calon anak kami.""Memang laki-laki itu harus mapan dan memiliki pekerjaan tetap," ujar Bapak tiri Ayra.Ayra tertawa dalam hati. Setaunya lelaki yang berstatus bapak tiri ini, kerjanya serabutan sekali. Pakai acara ngomong laki-laki harus punya kerjaan tetap."Tuh, Ay. Kalau kamu terima Syarif, kamu bisa hidup enak."Ayra membalas dengan senyum tidak ikhlas. Terserahlah. Ia tidak mau buang tenaga untuk menolak.Ia tak mau ikut dalam perbincangan tidak mutu keluarganya bersama laki-laki bernama Syarif yang menurutnya aneh. Kalau memang mapan harusnya banyak perempuan yang mau."Saya udah lama jomblo. Rencananya kalau ada perempuan yang mau menerima dengan segala kelebihan dan sedikitnnya kekurangan saya, akan langsung saya ajak nikah. Kalau rumah, mobil, dan kerjaan udah cukup buat berumah tangga."Nah. biasanya yang mulutnya kemanisan gini, ujung-ujungnya nipu.Lagian nyanyjung diri bener."Gak laku dong kalau udah lama jomblo," ujar Ayra.Tentu ucapannya di sambut dengan toyoran ibu di kepalanya."Jomblo bukan berarti gak laku. Cuma lagi cari yang mau menerima apa adanya. Yang nyaman di hati."Apa itu tadi barusan suara buaya?Tetap saja. Masa iya cari istri begini caranya. Ia dan Ari yang pacaran bertahun-tahun saja masih bisa di serempet sahabat sendiri, gimana kalau laki-laki yang gak tau siapa dan gimana kehidupannya ini.****Esok harinya, ibu mengajak Ayra ke rumah si Bapak. Ayra yang malas menolak, ikut saja entah apa mau ibunya.Biasanya kalau akan ke rumah Bapak, ibunya ini tidak akan suka. Karena ada istri bapak yang kata orang-orang lebih cantik dan lebih muda darinya."Ay?"Ayra mendongak kala mendengar namanya di panggil."Bu."Azri hendak menyalami ibu namun ibu menarik tangannya."Gak usah sok akrab," kata beliau.Ibu membuang muka pada Azri yang lagi-lagi berpenampilan seperti kemarin.Ayra melihatnya jadi kasian. Tidak punya baju, tidak pernah mandi, tidak pernah cuci baju, atau mungkin semuanya tidak pernah pria itu lakukan.Celana trening dan baju kaos putih lusuh yang di padukan jaket abu-abu yang warnanya tak kalah lusuh lagi.Di tambah rambut yang usang seperti orang yang terlalu bodo amat dengan dandanan. Ya walaupun pengangguran setidaknya mandi atau berpakaian lebih baik akan mengurangi kengenesan."Mana Rahman?" tanya ibu saat istri Bapak membuka pintu."Ada di belakang. Saya panggilkan dulu."Memang tidak bisa di pungkiri. Suara lembut dan adem milik istri Bapaknya ini 180° berbeda dari ibunya.Gimana orang-orang gak menilai kalau istri bapaknya yang sekarang lebih baik."Cepet!"Ibu Riri duduk di ruang tamu walau tidak di persilahkan. Ayra yang sudah paham, dan di tambah toh ini rumah bapaknya."Aku mau menikahkan Ayra dengan laki-laki yang lebih mapan dari j0ngosmu itu. Enak aja mau menjodohkan anakku dengan pengangguran begitu.""Tingkah apa lagi yang mau kau buat?" tanya Bapak.Kelihatannya bapak sudah lelah dengan kelakuan mantan istrinya. Sejak dulu memang kelakuan ibu selalu ada saja."Tingkah apa? Kau yang membuat tingkah. Anakku yang cantik dan berpendidikan mau di jodohkan dengan pengangguran!""Azri laki-laki baik. Dia cocok menjadi suami Ayra.""Baik aja gak cukup. Mapan juga penting!"Ayra ingin tertawa ngakak dengan ucapan ibunya. Kalau mapan lebih penting kenapa ibunya jadi menikah dengan suaminya yang sekarang. Padahal bapak tergolong mapan karena bergelar juragan truk.Walau truk bapak cuma lima unit. Tapi cukuplah untuk bapak ongkang kaki gak kerja tapi bisa ngasilin du1t."Assalamualaikum.""Waalaikum salam."Lagi debat panas dua orang yang pernah bersama namun kini berpisah dan harus saling mengobrolkan masa depan putri hasil buah cinta mereka. Azri masuk walau Ayra tau sejak tadi lelaki itu di teras sambil menguping."Maaf. Sepertinya saya kurang sopan karena sudah mencuri dengar pembicaraan ini. Tapi, sebagai orang yang lebih dulu melamar Ayra, saya minta agar ibu mempertimbangkan saya lebih dulu."Wow. Seperti pengajuan kontrak projek miliaran rupiah ya. Rasanya Ayra sudah tidak lagi seperti wanita yang akan dinikahi lelakinya. Lebih ke proyek yang di perebutkan."Ngomong apa sih? Mempertimbangkan pengangguran kayak kamu itu cuma buang-buang waktu!"Ibu berkata dengan ketus."Tapi ibu bilang saya boleh menikahi Ayra kalau saya bisa memberi mahar 200 jut4kan?"Tidak salah. Mungkin benar ibu akan mempertimbangkan kalau saja Azri berani memberi mahar sebesar itu.Tadi dirinya serasa proyek, sekarang serasa barang dagangan."Emangnya pengangguran kayak kamu bisa kasih mahar segede itu? Anak saya Alia aja yang suaminya gaji jutaan gak segede itu. Gak usah mimpi.""Kalau saya datang lagi dengan mahar yang ibu mau, ibu merestui saya menikahi Ayra.""Ck! Males banget nanggepin pengangguran banyak ngehalu kaya kamu."Males banget ngadepin orang-orang non-pengertian seperti mereka semua. Padahal Ayra juga tidak bilang mau menikah dalam jangka waktu dekat ini. Dirinya masih terlalu terluka. Obatin dululah pelan-pelan setidaknya.Bersikap ramah dan frandly saat pikiran kacau itu perlu bakat dan ketahanan mental yang kuat. Apalagi pada anak-anak TK yang baru belajar membaca.Banyak drama yang perlu di sikapi dengan hati yang lapang. Jujur membuat kepalanya berputar tujuh keliling. Harus tetap ramah dan tegas dalam satu waktu. Pun juga ia harus membuat suasana kelas nyaman tapi si murid harus belajar dengan baik tapi tak boleh tertekan.Tugas guru bimbel itu berat. Tapi gajinya kadang kalah dari gaji para PNS guru yang kerjanya kadang gak becus tapi gajinya besar.Ini gak mencakup semuanya ya. Cuma beberapa yang kadang udah tua tapi skillnya gak terupgrad. Biasanya nyalain LCD buat belajar di kelas aja rempong.Jangan bahas soal kalau ada acara. Para guru PNS lebih banyak diam dan melihat aja.Malah para guru honerer yang banyak di kembani tugas tapi gajinya, sama kayak relawan. Kerjaannya banyak, gak sesuai gajinya.Memang sih Ayra bukan guru honorer. Sejak lulus kuliah ia bekerja di bimbel. Jadi pengajar yang
Pagi hari. Saat semua orang baru saja bangun. Sebuah mobil datang yang tentunya orang rumah tau itu mobil bapak Rahman.Dengan Azri yang menyupirnya. Lelaki itu keluar bersama bapak Rahman.Membawa sebuah kotak hitam. Dari pakaian mereka, tampak lebih rapi.Bahkan Azri yang biasanya tidak penampilan seperti orang tidak pernah mandi saja kelihatan lebih baik sekarang ini."Ayra. Bapak dan Azri datang untuk membicarakan yang kemarin."Bapak kali ini tampak lebih serius. Bahkan tak peduli kalau mantan istrinya tak setuju sekalipun."Mau apa lagi sih kau bawa jongosmu? Aku bilang anakku tidak akan menjadi istri dari pengangguran satu itu!" Ibu Riri langsung membalas dengan kalimat telak."Dengar dulu, Bu. Saya harap di beri kesempatan untuk bicara. Setidaknya kasih kesempatan saya masuk."Ibu Riri mendengus sambil masuk.Daster dengan ketiak bolong yang sejak tadi malam di kenakan beliau menunjukkan kalau beliau baru bangun tidur.Sejujurnya sangat tidak relevan bertamu sepagi ini. Baru j
"Bapak baik-baik aja?"Azri panik di tambah istri bapak Rahman yang lebih panik lagi darinya.Napas tak teratur bapak Rahman seolah sedang sakaratul maut membuat istrunya seolah tidak siap untuk kehilangan. Sementara Azri yang sejak tadi di penuhi pikiran tentang Ayra yang batal menikah, ikutan panik hingga bingung harus bagaimana.Bapak tampak tidak baik-baik saja sejak kembali. Usai mengantar Ayra perkara lamaran yang kacau, mereka kembali pulang.Tentunya dengan perasaan marah dan kecewa pada orang yang telah mempermainkan Ayra.Tadi istri Bapak Rahman menggedor pintu rumahnya karena keadaan bapak Rahman yang tiba-tiba setengah sadar."Minum dulu, Pak." Azri membawa teh hangat dari dapur karena istri Bapak Rahman tampak tidak bisa bergerak melihat suaminya yang seperti orang sekarat.Konon katanya teh hangat obat segala penyakit.Tapi penyakit suka ngutang dan suka susah bayar tuh gak bisa di
"Maaf. Aku belum bersihkan rumah."Azri tampak tidak enak saat Ayra akan memasuki rumahnya. Rumah yang tidak bisa lagi di bilang berantakan. Ini sih lebih parah dari kandang kambing."Ya. Rumah bujangan," balas Ayra.Kalau Ayra sih juga bukan orang yang bersih. tapi kalau sekotor ini, apa bisa di bilang habis di huni manusia."Aku sibuk sekali beberapa waktu ini. Jadinya tidak sempat membersihkan rumah."Yang benar saja. "Sibuk apa?" tanya Ayra sambil memunguti sampah kulit bekas snack."Sibuk. . . ."Kurang ngenes apa hidup Ayra. Sudah di selingkuhi, di tikung sahabat sendiri, lalu harus menikah dengan Azri karena ibunya.Cuma perkara tidak jadi dapat uang 200 juta, ibunya sampai stroke. Ini lagi lebih parah. Baru menikah bukannya senang-senang malah harus bersih-bersih rumah."Sibuk apa?" tanya Ayra yang sejak tadi menunggu jawaban Azri.Menerima menikah dengan
Ayra memperhatikan gerak gerik Azri. Setelah sarapan, lelaki itu duduk di teras dengan dengan sebungkus rokok. Dari ruang tamu, ia melihat kepulan asap yang dihasilkan oleh batang-batang rokok itu.Ia mulai membayangkan hal yang kemungkinan terjadi sekarang.Tentang ibu tirinya dan Azri.Lelaki itu bahkan tidak bekerja. Dari mana dapat uang untuk beli rokok. Sudah pasti dari ibu tirinya itu bukan?Sejujurnya Ayra tidak merasa perlu mencurigai keduanya jikalau perasaan Bapaknya tidak dipertaruhkan.Bahkan Ayra tidak peduli kalau lelaki pengangguran yang berstatus suaminya ini mau selingkuh atau bagaimanapun. Tidak ada gunanya juga.Dari sekian banyak kemungkinan yang muncul di otaknya, Ayra yakin ibu tirinya sedang berusaha memoroti uang bapaknya. Bisa saja suatu hari nanti Azri dan ibu tirinya pergi membawa semua harta bapaknya.Dan sebelum itu terlambat, ia harus menyelamatkan harta bapaknya dan memastikan
Ayra menatap Azri dengan kilat kemarahan."Oh, jadi kalian mau nyewa rumah depan itu ya?" tanya Azri dengan senyum terpaksa.Sembari ia menatap tatapan Ayra yang menghunus dirinya.Kalau itu sudah di luar prediksi BMKG. Azri awalnya hanya mau Ayra tampak berkelas dan terhormat depan sahabat dan mantan calon suaminya."Semoga kita bisa jadi tetangga yang baik ya, Ay," ujar Jesika girang.'Semoga saja kalian ditemui mbak kunti penjaga rumah depan itu. Jadi kalian tidak betah dan pergi.' Ayra membatin.Mereka tinggal di tempat yang lumayan jauh dari kehidupan Ayra saja, ia sudah ngeri dengan ucapan Azri. Apalagi kalau sudah jadi tetangga. Apa gak kecium duluan bangkai rumah tangganya ini?Usai keduanya pergi, Ayra mematung di sofa. Pandangannya lurus dengan nafas yang tipis."Belum matikan, Ay?""Udah pulangkan mereka?""Iya. Udah di luar.""Udah jauh?"Az
"Udah semua barangnya, Nak?""Udah kayaknya, Ma."Ibu Muthiya, atau ibunya Ari ikut membantu pindahan anak menantunya."Posisi ruang tamunya jangan kayak gitu. Kayak gini dong biar kelihatan lebih bagus."Mungkin lebih tepatnya ikut mengatur."Kayaknya udah bagus deh gini, Ma," balas Jesika."Ck! Jangan gitu. Nanti kurang enak kalau ada tamu."Bu Muthiya tetap kuekeh ingin mengubah posisi sofa dan letak telivisi."Mas. Tapi aku maunya gitu," keluh Jesika."Ikutin aja apa kata mama, Jes. Jangan di bantah. Mama cuma mau kasih yang terbaik aja," balas Ari.Ia meninggalkan Jesika ke mamanya yang tampak kesulitan mengubah posisi sofa yang beliau inginkan.Sementara itu Jesika yang sejak tadi merasa semua yang di lakukannya pasti salah, hanya bisa menghela nafas lalu ikut seperti apa kata mertuanya."Kok kalian pindahnya ke sini sih. Kan lumayan jauh kalau dari rumah mama. Padahal mama udah kasih rekomendasi kalian tinggal di komplek dekat perumahan kita aja." Bu Muthiya mendumal.Rumah yan
Ayra mengiyakan ajakan Azri untuk pergi piknik hari ini. Hitung-hitung refreshing. Mereka tengah menyiapkan makanan dalam rantang.Rencananya pun pikniknya hanya di pinggir danau dekat-dekat sini. Biasanya hari minggu begini di sana banyak yang duduk-duduk santai sambil makan-makan sekeluarga."Buah udah, cemilan sama minumannya juga udah. Mau bawa apa lagi?" tanya Azri setelah memastikan bawaan mereka lengkap."Cukup deh, Mas. Gak usah banyak-banyak. Nanti repot bawanya."Azri tersenyum lebar mendengar panggilan Ayra pada dirinya yang sudah mulai istrinya itu terapkan sejak tadi lagi.Panggilan "Mas" yang membuat Azri merasakan kehangatan di hatinya."Ya sudah. Aku siapin motor dulu."Ayra mengangguk lalu berjalan ke kamar untuk memberekan dandanannya.Sementara Azri membawa tiker yang akan jadi alas duduk mereka.Tak lama setelah memanaskan motor, Ayra keluar membawa rantang makanan