“Sepertinya Tuan Dipta memang sedang dekat dengan seorang wanita, Pak,” lapor Dimas di seberang telepon sana.Wisnu tersenyum tipis kala mendengar laporan dari orang suruhannya itu saat membuntuti Dipta. “Seperti apa wanita itu, Dimas?”“Saya belum tahu karena saat ini Tuan Dipta sedang berada di toko ponsel. Beliau sedang membeli ponsel baru dengan motif casing wanita.”“Kalau begitu terus awasi. Jangan lupa selalu lapor kepada saya.”“Baik, Pak.”Saat sambungan telepon terputus, Wisnu menatap kosong ke depan sana, menerka-nerka wanita mana yang sudah berhasil menaklukkan hati seorang Dipta, putranya.Apalagi Dipta keluar dari rumah karena insiden kecil, dipaksa menikah oleh mamanya dengan anak kerabat dekatnya, namun Dipta menolak karena tidak mencintai wanita pilihan mamanya hingga memutuskan tinggal sekaligus hidup di apartemen sendirian.***“Gimana
“Orang itu nggak tanya macem-macem, kan, sama kamu?” tanya Dipta memastikan saat Kaira memberikan paperbag kecil kepadanya.“Nggak kok.”“Sukurlah.”Kaira yang sudah kembali duduk di samping Dipta menatap lekat suaminya yang tampak tak antusias menerima barang itu. Bahkan langsung diletakkan begitu saja tanpa berniat membuka isi di dalamnya.“Apa itu pacar kamu!?” celetuk Kaira yang membuat Dipta tersedak saat makan hingga mengalami batuk-batuk kecil. “Mm—maaf, bukan maksud bikin kamu kesedak gini,” lanjut Kaira merasa bersalah karena sudah bertanya sesuatu yang lancang.Dipta yang selesai minum langsung mengubah posisi duduknya menjadi miring, menghadap ke arah Kaira yang masih menunjukkan wajah sendu.“Aku nggak punya pacar, Kaira. Yang aku punya hanya seorang istri, itu pun kamu,” kata Dipta lembut. Kedua tangannya meraih telapak tangan milik Kaira yang sibuk memilin-milin ujung pakaiannya. “Orang itu apa tidak bilang sesuatu?”Kaira mendongak, kedua netra cokelatnya menatap lurus
"Iya, Pak, saya kenal dengan wanita itu," jawab Kaira lirih, pandangannya langsung beralih dari Widya menatap Pak Wisnu."Teman Ibu kamu?" Entah kenapa Wisnu menjadi penasaran dengan sosok wanita muda di depannya. Ada rasa di dalam hatinya yang mendorong ingin tahu lebih dalam soal sekretarisnya Bagas ini. Bukan karena dia suka daun muda, melainkan ada hal aneh yang dirasakannya, dan itu sulit dijelaskan dengan kata-kata."Bukan, Pak.""Lalu?""Dia mantan calon mertua saya."Wisnu mengangguk paham, tak berani menanyakan lebih lanjut lagi soal wanita paruh baya yang duduk di samping mejanya.Yang membuat Wisnu terkejut, Kaira justru menjelaskan tanpa diminta."Dia tidak merestui hubungan kami karena saya hanya seorang guru honorer saja yang gajinya tak seberapa dibanding anaknya yang menjadi manager kantor. Apalagi saya anak yatim piatu yang tidak memiliki keluarga." Netra cokelat milik Kaira mendadak berembun, teringat mendiang kedua orangtuanya. Dadanya mendadak sakit. Saluran pern
"Tidak usah, Pak. Sebaiknya saya pamit pergi. Saya harus buru-buru kembali ke kantor."Kaira menolak tawaran dari Pak Wisnu karena merasa tidak enak jika harus bergabung makan bersama dengan anaknya yang tidak ia kenal.Wisnu juga tidak mau memaksa Kaira, hingga membiarkan wanita itu pamit pergi karena bertemu dengan putra semata wayangnya sangat berarti dari semua jenis meeting manapun."Kalau begitu saya pergi dulu, Pak Wisnu, sampai bertemu lagi besok."Wisnu hanya menganggukkan kepala saja sebagai respon. Kaira berjalan keluar dari restoran sambil mencoba menghubungi nomor Dipta kembali.Untungnya nomor Dipta kali ini aktip, namun tidak diangkat telepon dari Kaira.Tepat sampai depan pintu keluar restoran, Kaira justru bertemu dengan Dipta yang buru-buru ingin masuk ke dalam."Mas Dipta.""Lho, Kaira.""Kok Mas tahu aku ada di restoran ini?" tanya Kaira penasaran soal Dipta yang tahu keberadaan dirinya, padahal Kaira belum memberi tahu lokasi restorannya.Lain hal dengan Dipta yan
"Ibu Vania itu siapa, Bayu?""Dia istri dari Pak Wisnu, bos aku."Mendengar itu membuat Widya tersenyum puas. Entah kenapa, membayangkan Kaira dilabrak membuat hati Widya bahagia luar biasa."Ibu Vania langsung balas pesanku, Bu!" seru Bayu merasa senang. Widya langsung berpindah tempat duduk di samping Bayu, mengintip ponsel anaknya yang sedang bertukar pesan. "Dia bilang mau ketemu sama aku nanti malam, Bu," terang Bayu memberitahu."Bagus!" Widya mesam-mesem penuh kebahagiaan. Dia mendadak ingat akan sesuatu hal. "Ibu juga punya rekaman suara Kaira saat dia mengakui jadi simpanan bos kamu itu. Ibu sengaja rekam ini buat bukti kalau Kaira memang wanita murahan!""Ibu juga rekam suara dia? Kok bisa?""Bisa dong. Ibu udah feeling pas lihat Kaira duduk sama bos kamu itu kalau dia itu jadi simpanan Om-Om tajir. Pas ada momen ketemu berdua sama dia di toilet, Ibu pancing aja dia dan nggak nyangka kalau Kaira mengakui itu tanpa mengelak sedikit pun," jelas Widya semakin mengompori anaknya
"Kenapa udah jam segini Mas Dipta belum pulang? Memangnya dia pergi ke mana?"Saat pekerjaan kantor sudah selesai, Kaira baru sadar kalau saat ini waktu sudah menunjukkan pukul satu dini hari, namun entah kenapa suaminya belum juga pulang ke apartemen.Jujur saja ada rasa resah di dalam hati Kaira. Takut Dipta kenapa-kenapa di jalan.Tak pelak akhirnya ia memutuskan untuk menghubungi nomor ponsel suaminya. Sukurnya tersambung, tapi tidak diangkat-angkat yang membuat pikiran Kaira semakin tak karuan kemana-mana."Kamu di mana, sih, Mas," gumam Kaira merasa resah. Bahkan ia tak sadar sudah berjalan bolak-balik seperti setrikaan hanya karena menunggu kepulangan Dipta.Tak kunjung pulang, Kaira memutuskan untuk duduk di sofa ruang tv, yang mana makin lama matanya makin terasa berat hingga tak sadar jika dirinya tertidur di sofa sampai pagi.Saat terbangun karena mendengar suara alarm ponsel yang berbunyi, Kaira menghela napas panjang saat menyadari jika Dipta tidak pulang semalam.Ting no
"Jujur saya tidak mengerti apa yang anda katakan barusan."Kaira memegangi pipi sebelah kirinya yang terasa panas karena bekas tamparan wanita paruh baya di depannya ini. Bola matanya yang melotot tajam membuatnya takut, sampai tak terasa telapak tangannya gemetar pelan."Cih! Masih tidak mau mengaku, hah!?"Kaira menggelengkan kepalanya pelan, air matanya mendadak luruh. Tidak menyangka jika pagi ini dirinya bertemu dengan orang asing yang tiba-tiba menamparnya, dan membawanya ke salah satu tempat yang Kaira ketahui ini sebuah hotel."Sejak kapan jadi simpanan Wisnu Kertakusuma!?" tanya Vania dengan nada suara yang menggeram, menahan emosi yang ingin keluar kembali karena tidak tahan melihat wajah sok polos dari wanita murahan di depannya.Kening Kaira mengerut ke tengah, baru sadar jika dirinya dituduh sebagai simpanan Pak Wisnu. Apa wanita yang di depannya ini adalah istri dari Pak Wisnu.Tahu jika ini sebuah salah paham, Kaira mencoba menarik napas dalam dan mengembuskan secara pe
"Mas Dipta! Kamu kok ada di sini?" tanya Kaira saat berjalan melewati lobby kantor menuju ke arah kantin untuk makan siang di sana.Dipta yang disapa Kaira hanya tersenyum tipis saja. Netra hitam miliknya melihat keanehan di tubuh istrinya."Mas, kok malahan ngelamun," tegur Kaira menyadarkan Dipta yang diam terbengong menatapnya."Hehe, kamu udah makan?" Dipta menggaruk tengkuk belakangnya untuk menghilangkan rasa gerogi."Ini mau ke kantin.""Sendirian aja?" Dipta melihat ke arah belakang Kaira yang tidak ada siapa-siapa. Bahkan banyak yang berlalu lalang, namun tidak ada satupun yang menyapa Kaira."Udah biasa sendiri. Biasanya sama Vito, tapi dia belum balik dari Singapura," jelas Kaira soal kondisi di kantornya.Dipta yang paham situasi soal Kaira selama di kantor langsung mengajak makan siang bersama. Pria itu langsung saja menggandeng telapak tangan istrinya, membawa keluar lobby kantor."Kita mau ke mana, Mas?""Restoran dekat sini.""Ha!? Restoran?"Mendengar jika Kaira tamp