"Siapa kamu?" tanya Bu Septi pada Salma dengan sorot mata penuh kebencian."Sa-saya ... sekretaris Pak Arka," jawab Salma tanpa berani menatap Bu Septi."Oh, waow! Kamu selingkuh sama sekretarismu sendiri, Ar? Luar biasa! Kamu pikir hidup kamu ini sinetron?" hardik Bu Septi.Arka tidak berani menjawab."Kamu tahu, kalau dia sudah menikah?" Bu Septi kembali bertanya kepada Salma.Salma mengangguk."Ck!" Bu Septi menggeleng-gelengkan kepalanya. "Kamu sendiri udah nikah?"Giliran Salma yang menggeleng."Luar biasa. Kamu masih muda, cantik, punya pekerjaan yang mapan, lalu milih jadi selingkuhan suami orang? Bodoh!" hardik Bu Septi. "Sia-sia sekali orang tua kamu nyekolahin kamu tinggi-tinggi kalau ujung-ujungnya kamu jadi pelakor. Jadi gundik. Astaghfirullah ...." Bu Septi tertawa miris. "Segitu inginnya kamu hidup enak dengan instan?" Bu Septi menatap Salma sinis. "Ingat, sesuatu yang instan itu biasa enggak baik dan enggak akan tahan lama!"Bu Septi kemudahan meninggalkan Arka dan Salm
Arka dan Salma langsung berlari mengejar Pieter. Mereka menghadang langkah atasannya itu dengan berlutut di depannya."Pak, saya mohon, jangan pecat saya, Pak! Saya janji tidak akan melakukan hal seperti itu lagi. Saya janji, Pak!" Arka dengan sungguh-sungguh meyakinkan atasannya itu.Namun, laki-laki yang sebenarnya usianya di bawah Arka itu bergeming. Menatap Arka pun tidak. Ia terlanjur kecewa dengan Arka. Terlebih kenaikan jabatan Arka, dirinyalah yang mengusulkan. Ia pikir, Arka yang ulet dan pekerja keras, tidak akan sampai melakukan hal serendah itu. Ternyata penilaiannya salah besar."Minggir!" titah Pieter. "Pak, saya mohon, jangan pecat saya! Saya benar-benar menyesal. Saya janji, Pak, saya tidak akan seperti itu lagi!" Arka terus memohon kepada Pieter.Pieter menghela napas panjang kemudian melangkah pergi meninggalkan Arka melalui sisa ruang yang tersisa di sisi Arka dan Salma."Sial! Kita sekarang harus gimana?" geram Arka setelah tubuh Pieter tidak terlihat lagi."Ya gi
Kedua orang tua Nabila sudah tidak mau berurusan apapun lagi dengan keluarga Arka. Termasuk dengan Hanan. Bagi orang tua Nabila, seluruh keluarga Arka sudah sangat mengecewakannya."Pak Handoko, tolong izinkan kami untuk menyampaikan permohonan maaf kami, Pak," pinta Pak Danang. Arka memang datang bersama seluruh keluarganya. Mulai dari orang tuanya dan juga Hanan sebagai pemegang uang hasil penjualan rumah Arka."Mau ribuan bahkan jutaan kali kalian meminta maaf, kami sudah tidak mau lagi berurusan dengan kalian. Tolong, pergi dari sini. Kita bertemu di pengadilan nanti!" tegas Pak Handoko. Lelaki itu sangat kecewa dengan Pak Danang karena sudah tidak jujur dengan status Arka saat awal perjodohan."Iya, Pak. Saya sangat mengerti. Saya juga menerima kalau Pak Handoko ingin anak-anak kita bercerai. Saya tidak keberatan, hanya saja, saya mohon, beri saya kesempatan setidaknya untuk menebus kesalahan yang sudah saya lakukan pada Pak Handoko dan keluarga." Pak Danang berusaha meyakinkan a
[Sudah tidur, Na?]Hanan yang sejak pulang dari rumah Nabila sama sekali tidak bisa berhenti memikirkan Nabila, akhirnya memberanikan diri untuk mengirim pesan. Selama Nabila menjadi istri Arka, ia memang sudah tidak pernah lagi menghubungi Nabila jika tidak ada kepentingan. Dan malam ini, ia memberanikan diri kembali menjalin komunikasi dengan calon mantan kakak iparnya itu.[Belum, Han. Ada apa?"] Tak sampai dua menit, Hanan sudah mendapatkan balasan dari Nabila. Entah mengapa ada yang meloncat-loncat di rongga dada pemuda itu.[Ah, enggak. Besok aku balik lagi ke kos. Rencana kamu ke depan mau gimana?"]Hanan tak kalah cepat mengirim balasan untuk Nabila. Ia seperti kembali menemukan tempat untuk berbicara setelah lima tahun terakhir, tidak punya teman bicara yang nyaman senyaman dulu saat masih berteman dengan Nabila.[Belum tau, Han. Aku mungkin bakal di sini dulu sampai urusan perceraianku selesai. Setelah itu nunggu masa idah selesai. Baru setelahnya aku bakal mikirin ke depan
Arka benar-benar pusing memikirkan Salma. Di saat ia benar-benar ingin mempertahankan pernikahannya dengan Nabila, masalahnya dengan Salma justru muncul. Seharian Arka sampai tidak keluar kamar saking pusingnya. Sampai akhirnya ia mendapatkan ide yang menurutnya bagus. Tanpa berpikir lagi, Arka kemudian mengirim pesan pada Salma.[Sal, ayo kita ketemu!]Tanpa perlu menunggu Arka langsung mendapatkan balasan dari Salma.[Di mana?][Apartemen.][Oke.]Arka bergegas bersiap-siap. Setelahnya langsung pergi menggunakan sepeda motor Pak Danang. "Yah, aku bawa sepeda motornya dulu. Nanti kalau mobilku udah keluar bengkel, aku balikin motornya," pamit Arka pada Pak Danang. Arka memang belum berterus-terang pada orang tuanya kalau sudah dipecat dari kantor. Saat ayahnya menanyakan mobil dinas, Arka berdusta dengan mengatakan kalau mobil itu sedang masuk bengkel.Pak Danang sebenarnya keberatan motornya dibawa oleh Arka. Karena motor itu milik Hanan dan saat ini motor itu satu-satunya yang me
"Loh, kamu? Ngapain kamu ke sini?" tanya Bu Septi saat membukakan pintu untuk Salma. Wanita itu sangat terkejut melihat kehadiran selingkuhan putranya itu. Salma tersenyum manis. Seolah-olah di antara mereka tidak pernah terjadi apa-apa. "Sore, Bu! Akhirnya kita ketemu lagi, ya?" sapa Salma masih dengan senyum manisnya."Ngapain kamu ke sini?" tegur Bu Septi lagi sembari memasang wajah masam."Ayo, Bu, masuk dulu!" ajak Salma tanpa malu. "Enggak enak kalau ngobrol di teras gini. Nanti kalau ada tetangga yang dengar, ibu malah malu."Tanpa dipersilakan masuk, Salma melewati tubuh Bu Septi dan memasuki rumah orang tua Arka itu.Bu Septi masih mematung di tempatnya. Kedua telapak tangannya mengepal dengan kuat. Ia tidak pernah menyangka akan berurusan dengan perempuan seperti Salma."Arka kurang ajar!" geram Bu Septi dalam hati. Sungguh, saat ini ia sangat menyesal telah mengadopsi Arka. Padahal dulu Pak Danang sudah mengingatkan agar mencari anak lain yang berasal dari orang tua baik-b
"Nabila!" seru Arka kemudian menerobos masuk melewati orang-orang yang ada di ruang tamu rumah orang tua Nabila. "Ini enggak benar, Na! Itu bukan anakku! Dia enggak hamil sama aku!" Arka memegangi kedua lengan Nabila dengan erat. "Percaya sama aku! Ini cuma akal-akalan dia aja buat misahin kita," lanjutnya."Mas Arka! Jangan sembarangan bicara kamu!" seru Salma tak terima.Nabila menoleh pada Salma dan menatapnya tajam, meminta Salma untuk diam. Ia tidak suka ada orang asing teriak-teriak di rumah orang tuanya. Setelah Salma diam, Nabila menghempas kedua tangan Arka dari lengannya. "Kamu amnesia, Mas?" tanya Nabila sembari menatap jijik pada Arka."Na ... aku serius ...."Nabila tersenyum sinis. "Bahkan beberapa hari yang lalu, orang tua kita menyaksikan sendiri apa yang sedang kamu lakukan dengan perempuan itu, di kamar yang tadinya kamar kita! Kamu masih menyangkal kalau itu bukan anak kamu?" Nabila menatap Arka tidak percaya. Ia benar-benar tidak menyangka ada manusia sejahat Arka
Arka kebingungan di kantor polisi karena tidak memiliki pengacara. Dirinya juga tidak ada yang menjamin sehingga harus ditahan, mengingat bukti juga sudah kuat. Berkali-kali Arka teriak-teriak memanggil petugas polisi dari balik jeruji besi, tetapi tidak satu pun yang memedulikannya.Akhirnya Arka memilih duduk di lantai penjara yang dingin dan lembab itu. Baru saat itu ia menoleh dan menyadari kalau di ruangan itu, ia tidak sendiri. Melainkan ada beberapa orang yang juga berwajah frustasi sama seperti dirinya.Beberapa di antara orang itu bertanya kepada Arka, tentang kasus yang membawa Arka harus meringkuk di jeruji besi itu. Namun, Arka tidak mau menjawab. Ia merasa tidak selevel dengan orang-orang itu. Ia merasa dirinya masih seorang manager, meski sebenarnya sudah dipecat. Namun, dalam diri Arka tetap mengakui kalau dirinya adalah seorang manager. Jadi, tidak level untuk berbicara dengan para napi yang lain.Seharian Arka merasa sangat tersiksa. Pada saat diberi makan malam, Arka