Share

Bab4 Gagal Akting

Hai Reader semua, terima kasih sudah membaca, tap love dan koem.

Gagal Akting

"Cukup sudah Mas, aku minta cerai, silahkan kamu cari wanita yang cantik,modis seperti inginmu tapi ingat kamu ke sini gak bawa apapun selain baju yang melekat di badanmu dan kamupun harus keluar dalam keadaan yang sama,kamu gak berhak sedikitpun atas semua barang yang ada di sini," kataku lantang. Tak ada air mata ataupun isak tangis seperti sinetron ikan terbang, air mataku terlalu mahal.

Aku lihat wajah Mas Ervan sudah pucat bagai mayat tubuhnya sedikit bergetar dan  luruh ke lantai.

Ada air yang menggenang di sudut matanya.

Tiba tiba dia terduduk di lantai,menutup muka dengan kedua telapak tanganya dadanya turun naik tak berarturan, pundaknya mulai berguncang.

"Gak perlu drama mas," kataku sengit, dia pikir aku akan luluh begitu saja dengan aktingnya. Cih jangan harap.

Aku mungkin selama ini memang lemah tapi bukan berarti bisa di injak injak, lelaki s**h model begini memang harus di tegasi kalau perlu lempar dan buang kejalanan saja.

Sudahlah hidup numpang, keluarganya aku yang menghidupi, dia juga kerja  sebenarnya gak becus becus.

 Hanya agar dia dihormati dan tak direndahkan orang lain saja, aku masih mempertahankan dia memimpin perusahaan.

"Kerja Pak Ervan itu kurang maksimal, Bu, dia kurang serius dalam bekerja, banyak klien klien kita yang mengeluh, mungkin kalau bukan menghargai alhmarhum Papa Ibu, klien kita banyak yang kabur," kata Om Daniel waktu itu.

Om Daniel adalah orang kepercayaan almarhum Papaku dan dia juga ayahnya Ceril sahabatku.

Diam diam aku masih sering mengawasi perusahaanku dan diam diam ketemu dengan Om Daniel untuk mengawasi Ervan suamiku.

Aku juga kurang percaya sama Ervan, aku mengenalnya sejak zaman kuliahan.

Ervan adalah sejenis orang yang mengandalkan tampang tapi otak zonk.

Bahkan jika dapat tugas dari kampus seringnya akulah yang membantunya mengerjakan tugas tugas kampusnya termasuk skripsinya.

Beda dengan Ervan aku adalah orang yang mementingkan otak dari pada tampang, aku lebih suka baca buku dari pada ke salon, lebih suka di hadapan laptop dari pada ke cafe, aku juga jarang main ponsel itulah kenapa aku rada gaptek soal ponsel apalagi sadap menyadap.

Aku hanya memakai ponsel untuk urusan bisnis semata.

****

Mas Ervan beringsut dari duduknya dia kemudian memeluk kakiku sambil tergugu.

"Beri aku kesempatan, kita mulai dari awal, pliss jangan buang aku dari hatimu, aku sadar, aku salah," kata Mas Ervan menatapku dengan tatapan memohon dan penuh air mata.

Jujur hatiku mulai luluh saat ini, ada rasa kasihan di sudut hatiku melihat Mas Ervan yang merengek dan memelas seperti ini, walau bagaimanapun dia suamiku, tapi tidak aku tak boleh lemah kali ini.

"Cukup Mas, aku sudah muak," kataku. Ku dorong dengan kasar tubuhnya hingga dia tersungkur dan terjengkang ke belakang.

Aku lihat ada reaksi sedikit terkejut dari wajahnya mendapat perlakuan seperti itu, tapi aku tak peduli, dia harus tahu wanita tak selamanya lemah.

Aku diam bukan berati dia bebas menginjak nginjak harga diriku seperti ini, istri untuk di hormati bukan di rendahkan, camkan!

Mas Ervan kembali beringsut dan mendekat ke kakiku lagi namun segera kutepiskan tangannya.

"Aku mohon sayang, aku mohon?"kata Mas Ervan terus memohon. Sungguh aku muak.

"Aku akan lakukan apapun untuk menebus kesalahanku, lakukan apa saja padaku tapi jangah tinggalkan aku, beri aku kesempatan," Mas Ervan tergugu memekuk kakiku.

"Bukankah harusnya kamu senang aku lepaskan,  bebas nantinya kamu mencari wanita yang lebih sexsi, lebih cantik dari aku," ketusku, dia pikir aku akan mudah luluh dengan rayuannya.

Mas Ervan mendongak menatapku, cih dia pikir aku akan luluh begitu saja dengan aktingnya yang sok mengharap itu. Salah kamu mas, makanya kalau di kasih hati jangan minta ampela lagi. Serakah.

"Aku gak gak serius dengan ucapanku sayang, aku main main saja," kata Mas Ervan.

"Oya?"ketusku.

Mas Ervan mengangguk cepat meyakinkan aku.

"Terus hubungan kamu dengan Rani dan dengan wanita wanita j***g lainya itu apa, sudah berapa banyak uangku yang kamu pakai untuk memuaskan para pe***r jalanan itu?"tanyaku.

Kusilangkan tangan di dada menatap sinis pada Mas Ervan yang semakin menegang, wajahnya makin pias mirip mayat dan bibir yang gemetar.

Pasti dia kaget aku tahu semua skandal memalukanya itu.

"Ba- ba- bagaimana ka- kamu tahu?"lirih Mas Ervan.

Aku tersenyum sinis,"kamu pikir kamu pintar, hah?" kataku sinis.

Mas Ervan diam sejenak.

"Itu masa lalu, aku janji akan berubah,"katanya memohon.

"Kalau aku tak mau?"tanyaku ketus. Dia pikir mudah meluluhkan hati wanita yang telah di sakiti.

Lagi Mas Ervan diam, sebentar kemudian dia bangkit dan keluar kamar.

Aku hanya melirik dengan ekor matanya saat dia melangkah cepat menuju ke luar kamar, entah apa yang akan di lakukanya.

"Tuan, tuan mau apa?"terdengar suara bibi di luar. Entah apa yang terjadi di luar sana, aku tak peduli.

Tak lama aku dengar suara langkah kaki kaki Mas Ervan yang terdengar keras hentakan kakinya.

"Nyonya, Tuan," kata bibi pembantu yang terdengar panik.

Aku lihat Mas Ervan memegang pisau dapur membuatku beringsut mundur saat dia mengacungkan pisau itu padaku.

"Ma- mas ka- kamu mau apa?"kataku panik takut kalau Mas Ervan berbuat nekat.

"Tuan jangan," kata bibi saat Mas Ervan beringsut mendekat padaku, namun tanganya segera di tepis saat akan merebut pisau Mas Ervan.

"Aku lebih baik mati dari pada kamu tinggalin,"kata Mas Ervan.

Aku menutup mukaku dengan kedua tanganku saat Mas Ervan bersiap menusukkan pisau itu ke perutnya, sekilas terbayang betapa ngerinya nanti jika pisau itu benar menancap di perut Mas Ervan, lalu darah akan menyembur keluar atau bahkan ususnya akan terurai keluar, sungguh aku ngeri.

Bug,

Sebuah suara seperti sebuah pukulan yang keras di ikuti suara pisau yang terjatuh dan beradu dengan lantai.

"Lepaskan, biarkan aku mati!" 

Aku membuka kedua telapak tanganku perlahan,aku bernapas lega saat bayangan mengerikan itu tak terjadi, sungguh aku ngeri jika Mas Ervan benar benar bunuh diri di depanku.

"Saya gak akan lepaskan Bapak, eling Pak eling," kata Mang dimam mengunci kedua tangan Mas Ervan ke belakang tubuhnya.

"Maap Nyoya, bukannya bibi mau ikut campur Nya, tapi ada baiknya masalah ini di bicarakan baik baik," kata Bi Ani, perempuan setengah baya yang sudah lama bekerja denganku.

Aku menarik napas berat lalu membuangnya kasar, ku lihat Mas Ervan masih di pegang tanganya oleh Mang Diman,tatapannya memelas padaku.

"Baiklah Mas, aku beri kamu kesempatan kali ini," kataku.

Mata Mas Ervan langsung berbinar bahagia.

 Mang Diman kemudian melepaskan tangan Mas Ervan.

"Terima kasih sayang," kata Mas Ervan mengulum senyum namun segera kutepis saat akan memelukku.

"Kalian kembali saja bekerja di belakang!"kataku bernada perintah pada dua orang pekerjaku itu.

"Kamu mandi sana Mas, habis itu makan,"kataku pada Mas Ervan.

"Iya sayang,"kata Mas Ervan bersemangat kemudian segera berlalu ke kamar mandi.

Segera ku siapkan baju Mas Ervan kaos oblong warna cream dan celana pendek berbahan kain warna coklat.

"Aku tunggu di meja makan," kataku setelah Mas Ervan selesai mandi dan memakai baju ganti.

Ada senyum yang menyungging di bibirnya. 

Dia pasti berpikir aku telah kembali luluh dengan rayuan dramanya, cih ini justru baru awal mulai.

***

Aku segera mengambil secentong nasi, sayur, rendang dan krupuk. 

Adegan drama tadi sungguh membuaku lapar.

"Sayang,makasih ya sudah memaafkan aku," 

" Makan saja, nanti keselek kalau banyak ngomong," 

Mas Ervan terdiam dan kembali menyuap makananya dengan lahap persis orang yang tiga hari gak makan.Kasian kebanyakan akting jadi lapar begitu.

****

"Sayang," kata Mas Ervan mengelus pundakku, aku tahu jika dia seperti ini, tandanya dia mau haknya.

"Kalau mau tidur di sini, diam tanganya. Atau mau aku suruh tidur di luar," ketusku yang sukses membuat muka Mas Ervan marah padam.

'haha rasain,kamu pikir aktingmu itu berhasil meluluhkan hatiku.'kataku membatin dan tertawa jahat dalam hati.

Sebenarnya tadi saat Mas Ervan mandi,bibi menemuiku di kamar, wajahnya tampak merasa bersalah.

"Ibu, bibi minta maap," kata Bibi lirih.

"Kenapa?" 

"Sebenarnya tadi..," kata Bibi setengah ragu

"Sebenarnya apa Bi?"tanyaku.

Dengan pelan dan sedikit ragu, Bibi menceritakan kalau dirinya dan Mang Diman sebenarnya di bayar Mas Ervan masing masing 1 juta untuk pura pura akting seolah olah Mas Ervan mau bunuh diri.

Semua di atur sedemikian rupa termasuk akting Mang Diman yang berusaha mencegahnya bunuh diri tadi.

Bibik juga mengaku kalau dia terdesak karena anaknya sakit dan butuh uang sementara dia tak berani meminjam karena merasa malu karena hutangnya padaku sudah lumayan banyak.

"Gak apa apa Bik, aku maapin Bibi kok," kataku, aku salut dengan kejujuran Bibik pembantuku itu.

 "Nyonya gak marah kan sama Bibik?"

"Gak Bik, tapi lain kali jangan di ulang lagi," 

"Terima kasih Non," Bik Inah langsung memeluk kakiku.

Aku segera membungkuk, memegang pundak Bik Inah dan menyuruhnya bangun.

"Bibik tenang aja, saya gak marah tapi besok bibik harus minta uang itu pada Pak Ervan," 

Aku segera membisikkan sesuatu pada telinga bik Inah.

Sambil tersenyum aku bergumam,"Selamat menikmati permainanku selanjutnya Mas!"

Komen (2)
goodnovel comment avatar
Santi Amanuyasa
suami model kyk gt gk akan mgkn bs sembuh..klo sy mending gugat cerai saja..krn watak tu sulit sembuh,watuk/batuk msh bs sembuh klo diobatin..laki2 yg lbh baik segalanya dr dia msh bnyk..buat apa ngaboti orang kyk gt..
goodnovel comment avatar
Isabella
wkwkwkwk ektingmu ketahuan
LIHAT SEMUA KOMENTAR

Bab terkait

Bab terbaru

DMCA.com Protection Status