“Hari ini teman-temanmu datang?” tanya Abizhar selesai mandi. Hari itu dia mau pergi golf di Sentul. “Kalau begitu sampaikan salamku pada mereka. Sekali pun aku tahu mereka tidak suka padaku. Kuharap kau ingat, bagaimana kau hobi sekali menjelekkan namaku di hadapan keluargamu dan kawan-kawanmu.”
Shelina memeluk Abizhar dari belakang. “Katanya, mau punya keluarga denganku. Mari kita saling memaafkan dulu. Kalau kau setia aku juga takkan menjatuhkan namamu.”
“Jadi kau ingat?”
“Ya, tentu, pasti sudah dari dulu aku melakukannya,” jawab Shelina lirih. “Sudah, kau pergi sana. Aku mau mandi.”
Pada akhir pekan Shelina mengajak teman-teman sosialitanya untuk makan di rumahnya. Dia menjamu mereka dengan makanan yang dibuat chef terbaik se-Jakarta. Tujuannya bertemu lagi dengan teman-temannya untuk melepas penatnya dari dunia kerja sekaligus mencoba mengais ingatannya yang dulu.
Tidak banyak informasi yang dia dapatkan. Teman-temannya ini sesuai dengan
semoga kalian suka cerita ini
Abizhar menemukan istrinya tengah melamun di halaman belakang. Istrinya duduk di bangku yang berada di tengah taman rumah mereka. Jarang sekali Abizhar melihat Shelina termenung seperti itu. Dari kejauhan, Abizhar memerhatikannya untuk setengah jam lamanya. Dia cantik sekali jika diam, pikirnya malu. Ya, malu, karena dia sulit memuji istrinya terang-terangan. Andai saja sifat Yuni ada dalam dirinya, pasti akan mudah bagiku melupakan Yuni. Ah, Yuni. Kenapa aku selalu memikirkan dirimu? Tanpa disadari Shelina, tahu-tahu suaminya sudah duduk di sampingnya. Dia sontak kaget. Kapan Abizhar pulang? “Aku sudah beritahu Mama untuk stop menghubungimu dan membahas yayasan. Aku tidak mau memaksamu melakukan hal yang tidak kau inginkan,” kata Abizhar parau. “Trims,” sahut Shelina sekenanya. “Ibuku memang berharap kau bisa di sana. Kau tahu, sebelum aku diangkat oleh Mama Lila, Mama sudah sering mengunjungi panti asuhan itu. Pemilik panti asuha
Mata Shelina membesar saat Roland memberitahunya Pak Edward akan datang hari itu. Tidak dijelaskan secara detail jam berapa. Hanya akan datang, tok. Membuat Shelina sedikit panik sebab dia tahu kedatangan ayahnya berkaitan dengan kinerjanya. Ayahnya bukan tipe ayah yang beramah-tamah dengannya. Seharusnya Shelina tak perlu khawatir. Perusahaannya masih baik-baik saja, tapi tetap saja, jika ada kesalahan kecil yang ayahnya ketahui, habislah Shelina nanti dimarahi. Jauh dari dugaannya, Pak Edward datang dengan tiga anak buahnya membawakan banyak bunga ke ruang kerja Shelina. Di sana terdapat ucapan selamat kepada Shelina yang telah sehat dan kembali bekerja. Terlalu lama kan, pikir Shelina pahit. Aku sudah keluar rumah sakit beberapa bulan yang lalu dan Papa baru menyempatkan waktu untuk bertemu sekarang? Bukan main. Semua anak buahnya dan Roland keluar meninggalkan ruang kerja Shelina. Kini hanya ada Shelina dan ayahnya. “Papa bangga sekali padamu, She
“Tanah itu, bahkan selama ibumu hidup, sudah bermasalah. Gara-gara ibu mertuamu itu. Begini saja, Papa akan coba bantu bicara pada investormu. Kalau gagal, ya kau sendiri yang mengusahakan. Bagaimana?” “Fine.” “Ada lagi yang kau inginkan?” Kedua mata Shelina menyipit. “Kenapa Papa baik hati begini?” Ayahnya tersenyum lebar. “Kau sudah bekerja keras untuk meningkatkan profit perusahaan ini. Itu saja,” jawabnya sengaja membuat anaknya semakin marah. “Terkadang aku tidak percaya bahwa Papa adalah papa kandungku. Aku bahkan belum memiliki ingatanku secara penuh. Aku juga harus kehilangan bayiku,” desis Shelina jengkel. “Dan kalau aku tidak melakukan apa-apa yang berkaitan dengan bisnis, Papa tidak akan menemuiku.” Tak lupa Shelina berdecak-decak. “Shelina, kau kan tahu Papa bukan orang yang seperti itu. Papa tidak suka berpura-pura menabahkanmu di saat Papa kecewa padamu. Ya, Shelina. Papa kecewa. Bagaimana bisa kau…” Ayahnya meng
Mobil Shelina berhenti agak jauh dari tempat Roland. Shelina tidak percaya dengan apa yang dilihatnya. Roland masuk ke Panti Asuhan Jalin Kasih. Panti Asuhan Jalin Kasih! Rupanya Leo benar. Roland memang ke sana. Untuk apa? Dahi Shelina mengernyit. Dari mobilnya dia bisa melihat Roland disambut oleh anak-anak panti. Dia tampaknya sudah biasa di lingkungan panti, pikir Shelina bingung. Salah satu pengurus panti yang pernah ditemui Shelina pun ikut menyapa Roland. Apa hubungan Roland dengan panti itu? Shelina ingin turun, mencari tahu apa yang Roland sembunyikan, namun dia menggeleng dan menepiskan ide itu. Aku alergi dengan panti itu. Bukan, bukan aku tidak punya rasa kemanusiaan sehingga aku tidak suka dengan anak yatim-piatu. Aku lebih kesal sebab karena panti asuhan inilah Abizhar jadi membenciku. Abizhar dan keluarganya mendewa-dewakan panti asuhan ini sehingga membuat orang lain yang tidak suka panti asuhan ini seakan orang yang buruk. Akulah oran
“Apa kau tahu sesuatu soal itu?” Mata Shelina membesar. Dia sangat tersinggung dengan kecurigaan itu. “Kau pikir aku mengambil jasadnya, begitu? Buat apa!” bentaknya marah. “Melihat mukanya yang masih hidup saja aku jijik, apalagi sudah jadi mayat! Nggak sudi lah ya aku!” “Ya aku kan hanya bertanya. Kau tidak usah bicara seperti itu tentangnya,” sahut Abizhar mengingatkan. “Aku lagi minta orang untuk mencari tahu soal ini. Aku tidak serta-merta percaya soal ilmu hitam atau hal-hal di luar nalar semacam itu, jadi aku yakin, ada alasan lain mengapa Yuni tidak ada di tempat peristirahatannya.” Shelina memperhatikan Abizhar yang terus-terusan terlihat bingung. Dia tahu Abizhar tidak berpura-pura. “Kau pasti sangat mencintainya sampai mengkhawatirkannya seperti ini,” kata Shelina lirih. Rasa sakit di hatinya tak urung mampir ke sana, menimbulkan perasaan sedih. Bagaimana rasanya dicintai itu, pikir Shelina murung. Aku tidak pernah bertemu orang yang mengak
“Bagaimana bisa kau berakhir seperti ini, Sayang?” Seorang perempuan dibalut selendang yang menutupi wajahnya menangis sesungukan di dekat Yuni. Digenggamnya tangan Yuni yang tak kunjung bergerak. “Bagaimana bisa istri Abizhar sejahat ini padamu? Mama janji, ketika kau sadar, kita akan membalas perbuatan Shelina padamu! Kau dengar Mama, kan? Ya, kita akan buat Shelina menyesal telah membuatmu ca..” Air mata perempuan itu mengalir deras. “Cacat seperti ini, Sayang.” Perempuan itu teringat pada kejadian di masa lalu, di mana dia menaruh Yuni yang masih bayi di teras Panti Asuhan Jalin Kasih. Ditaruhnya secarik kertas berisikan nama dan tempat, tanggal lahir Yuni di sana. Sebelum meninggalkan Yuni yang masih berusia satu minggu, perempuan itu berbisik padanya bahwa arti namanya adalah kebaikan. Perempuan itu berharap, Yuni akan menjalankan hidupnya dengan penuh kebaikan meski ibu yang melahirkannya tidak bisa membesarkannya. Dengan perasaan bersalah, perempuan it
“Kenapa Yuni memangnya? Ada sesuatu yang terjadi hingga kau tidak bisa tidur begini?” Kemarahan Shelina setiap Abizhar mengangkat topik soal Yuni tak bisa lepas dari pikiran Abizhar. Dia mau tak mau merasa menyesal telah membuat istrinya kesal melulu. Keringat tak berhenti membasahi kedua tangan Abizhar. Dia merasa gugup hari itu. Hatinya juga tak tenang. Dia masih memikirkan apa yang sebenarnya terjadi pada jasad Yuni. Perasaan bersalah terus-terusan menghantuinya. Kecurigaan pada istrinya pun datang. Bukan tidak mungkin Shelina yang begitu membenci Yuni bisa melakukan hal-hal di luar nalar. Tapi untuk apa? Apa tujuan seseorang mengambil mayat? Argh! Dan tampaknya, Shelina juga tidak tahu-menahu soal itu. Ah, apa yang kuketahui soal Shelina, pikir Abizhar. Aku tidak tahu apakah dia berbohong atau tidak. Abizhar kembali berkonsentrasi untuk bekerja. Untung saja hari itu jadwalnya cukup padat sehingga dia tidak terlalu pusing soa
“Istrimu berselingkuh dengan suamiku!” Itulah yang dikatakan Gadis pada Abizhar, yang sampai saat ini masih terngiang-ngiang di telinga Abizhar. Membuat Abizhar tak berhenti memikirkan apa yang telah terjadi antara Shelina dan suami Gadis. Persoalan jasad Yuni yang hilang tidak lebih memusingkan daripada urusan perselingkuhan Shelina dengan pria lain. Ya Abizhar terang gelisah, mengkhawatirkan keberadaan Yuni yang belum diketahui, tapi di saat yang sama pikirannya dirundung bayangan Shelina dan Rafi. Shelina dan Rafi. Apakah yang dilakukan Shelina adalah bentuk balas dendam terhadap Gadis, pikir Abizhar. Jika benar ayah Gadis telah melecehkan Shelina, bukan tidak mungkin Shelina ingin membuat Gadis menderita. Dengan merebut suaminya, tentu saja. Abizhar gemas sekali ingin tahu soal hubungan gelap mereka. Sudah sejauh mana mereka menikmati tubuh satu sama lain. Sudah sejauh mana… Ah, tidak. Apakah aku cemburu, pikir Abizhar malu.