Share

3. Aku Membencimu, Albi!

Shera termenung menatap wine di depannya. Matanya memang tertuju pada gelas itu tapi pikiran sudah sejak tadi mengembara ke tempat lain. Segala pertanyaan di dalam benaknya tak satu pun mendapat jawaban atas apa yang baru saja dia alami.

“Apa yang mereka inginkan? Bukannya mereka sudah hidup bahagia? Kenapa harus menggangguku di saat aku sudah berusaha keras melupakan segalanya?” bisik Shera, tangannya meraih gelas wine yang sudah diisi.

Selama hidup di Australia, Shera sudah terbiasa dengan minuman yang mengandung alkohol. Dia sangat berubah, tidak seperti Shera yang dikenal lugu sebagai gadis Indonesia pada umumnya– yang tabu dengan hal-hal seperti ini. Bahkan terkadang dia sendiri tidak mengenali dirinya,  sangat berbanding terbalik dengan keinginan sang ayah.

 Teringat dengan ayahnya, Shera seakan dibawa ke masa lalu. Saat sang ayah mendengar kabar kehamilan Shera, kala itu ayahnya tidak mau mendengar alasan apa pun dan menyuruh Shera mendesak Albi menikahinya. Tapi saat Shera datang ke rumah kekasihnya, Shera justru dihadiahkan kabar yang tak pernah dia harapkan. Diketahui bahwa kekasih tercinta tengah melangsungkan pernikahan di ballroom salah satu hotel termewah di kotanya.

***

“Di mana laki-laki yang sudah menghamilimu?” tanya pria tua yang membesarkan Shera seorang diri. Pria itu memegangi dadanya yang  terasa sesak.

Melihat penampilan Shera yang sangat acak-acakan, ayahnya seakan tahu bahwa Albi tidak ingin bertanggung jawab atas perbuatannya.

Tidak Heran jika ayahnya tahu akan hal itu, mengingat bagaimana dulu sang ayah terus mengingatkan agar Shera tidak terbawa perasaan pada laki-laki yang kehidupannya jauh lebih baik dari mereka. Shera yang terlalu bodoh percaya akan segala rayuan Albi, sehingga merelakan kehormatannya  direnggut sang kekasih.

“Dia tidak mau bertanggung jawab?” tanya pria tua itu lagi, masih tetap duduk di kursi rotan di tengah rumah.

Shera berlari ke depan sang ayah dan menjatuhkan diri di depannya, lantas memohon pengampunan.

“Ayah, ampuni Shera. Albi... Albi menikah dengan perempuan lain.” Tangis Shera pecah menceritakan apa yang dia alami saat mendatangi Albian. “Shera salah, Ayah. Shera tidak mendengarkan ucapan ayah. Tolong ampuni Shera, Shera menyesal.”

Namun, sekeras apa pun tangisan Shera di depan ayahnya, pria itu hanya diam di tempatnya. Permohonan ampun yang Shera ucapkan sama sekali tidak menggerakkan hati sang ayah, bahkan ekspresinya datar seperti sudah tahu akan kabar yang akan dibawa Shera. Pria paruh baya itu menatap lurus ke depan, tidak ingin menatap mata putrinya.

“Shera salah, Ayah, maafkan Shera. Tolong bicara pada Shera, jangan diamkan Shera seperti ini, Shera mohon.” Shera sudah tak punya harapan di hati kekasihnya. Hanya sang ayah lah harapan Shera untuk bisa mengerti kondisinya sekarang. Shera sangat berharap sang ayah akan memaafkan kesalahannya, memberi dukungan atas kehancuran yang sedang dia alami. Tapi  hal itu hanya menjadi harapan yang tidak akan pernah terjadi.

“Ayah sudah mengingatkanmu untuk tidak berhubungan dengannya,” ucap sang ayah, meraih gelas berisi teh di atas meja. “Tapi kau terlalu percaya dengan rayuan laki-laki itu. Kau tidak akan mengerti harta dan kekuasaan adalah hal yang tidak bisa ditoleransi. Jangankan keluarganya, orang yang kau cintai pun akan meninggalkanmu ketika dia sadar kau tidak sepadan dengannya.”

Shera hanya bisa menangis tanpa tahu teh yang diminum ayahnya sudah disiapkan racun di dalamnya. Beberapa saat setelah meneguk tehnya, ayah Shera memuntahkan darah.

“Ayah! Ayah, apa yang terjadi pada Ayah?” teriak Shera histeris, berusaha menyeka darah yang sudah mengotori dagu dan pakaian sang ayah.

“Harapanku hanya kau, tapi semua sudah berakhir. Aku lelah, Shera, aku tidak mampu menghadapi masalah ini sekali lagi. Ayahmu sangat lelah.”

Itu lah kata-kata terakhir yang diucapkan bersusah payah oleh sang ayah, sebelum akhirnya menghembuskan napas terakhir. Shera hanya bisa meraung pangkuan sang ayah yang lebih memilih mati daripada menerima kesalahan putri satu-satunya.

***

Kembali pada kenyataan, Shera menatap lagi gelas wine di tangannya. Dia memang pengecut, sangat tidak punya keberanian seperti sang ayah. Shera hanya bisa meneguk cairan merah itu hingga tandas dari gelasnya. Terkadang Shera berpikir, kenapa bukan dia saja yang meminum racun itu? Kenapa harus ayah yang menanggung dosa atas perbuatannya?

“Ayah, maafkan Shera. Maafkan putri bodoh ini, yang tidak mendengarkan ucapanmu,” bisik Shera, dengan kedua pipi yang sudah dibanjiri air mata.

Adakah gadis sebodoh Shera di dunia ini? Menyaksikan sang ayah mengakhiri hidup hanya karena ulah sang anak yang terlalu percaya akan janji manis seorang pria. Shera sangat marah pada diri sendiri yang tidak bisa menjaga kehormatannya, terlalu percaya dengan cinta semu dari sang kekasih yang akhirnya berkhianat.

“Ini karena mereka.” Shera berkata parau. Suaranya hampir tenggelam oleh alunan musik sayup-sayup dari penyanyi kafe tempatnya duduk. Kenangan yang sudah usang itu sangat menyayat hati, membuat Shera membenci semua orang.

Andai saja Albi tidak menjanjikan pernikahan dengannya, Shera mungkin bisa mencegah kematian sang ayah dengan melarikan diri dari rumah. Ayahnya tidak harus tahu akan kehamilan Shera, sehingga semua bisa berjalan lebih baik.

“Aku membencimu, Bi, aku sangat membencimu!”

“Aku tahu, karena itu aku datang untuk menebus segala kesalahanku. She, aku sangat mencintaimu sampai detik ini, sampai rasanya aku ingin mati.” Sebuah suara datang dari belakang bersamaan dengan sepasang tangan yang melingkar di leher Shera, memeluk gadis yang tengah patah hati itu erat.

Albi?

Bab terkait

Bab terbaru

DMCA.com Protection Status