Share

6. Kau Membunuh Ayahmu!

Shera membantu Vivia mengenakan gaun hasil desainnya. Sangat sempurna, sesuai dengan gambar sketsa yang Vivia lihat hari itu. Bahkan ukurannya sangat pas di tubuh Vivi, tidak terlihat sedikit pun cela. Padahal, Shera tidak melakukan fitting padanya, kenapa bisa sangat sempurna?

Namun, bukan berarti Vivi akan melepaskan Shera. Akan selalu ada alasan untuknya menyindirnya.

“Aku pikir, setelah semua yang terjadi tujuh tahun yang lalu, seharusnya kau malu kembali ke kota ini. Tapi tampaknya kau baik-baik saja, Shera.” Vivia berbicara sambil memperhatikan Shera memasangkan aksesoris di gaunnya.

“Kenapa harus malu? Aku tidak mencuri milik orang lain,” sahut Shera, masih terus dengan pekerjaannya. Meski di dalam hati dia sesak ketika Vivi mengingatkan kenangan masa lalunya, dia cukup cerdas membalas Vivia tepat sasaran.

Lihat saja wajah Vivia, terlihat memerah kala Shera menyebutkan ‘mencuri milik orang lain.’ Dia merasa dituduh sudah mencuri Albian.

“Ya... kau tidak mencuri. Tapi, apa kau tidak merasa malu kembali ke kota ini? Aku dengar, ayahmu meminum racun karena malu memiliki anak sepertimu. Bagaimana bisa kau tidak terbayang-bayang akan hal itu? Oh ya, aku juga mendengar beritanya, racun itu dia minum di depanmu. Kau tidak merasa bersalah, Shera? Secara tidak langsung, kau membunuh ayahmu sendiri.”

Kedua tangan Shera gemetar mendengar kalimat panjang Vivia. Kejadian itu adalah sesuatu yang tak bisa Shera lupakan, bahkan di dalam mimpi.  Dia mencengkeram pita terakhir sangat erat, menahan diri agar tetap bisa berdiri tegap.

“Kenapa berhenti? Tugasmu belum selesai. Lanjutkan itu,” kata Vivia lagi, sangat puas dia melihat Shera yang gemetar memasangkan pita aksesoris di gaunnya.

Kematian sang ayah adalah hal yang sangat sensitif bagi Shera. Bertahun-tahun Shera mendengar bisikan yang menyebutkan dia sudah membunuh ayahnya, membuat gadis itu terkurung dalam perasaan bersalah. Bahkan beberapa kali Shera hampir bunuh diri agar bisa menebus dosanya atas kematian sang ayah.

Di saat Shera mulai bisa menata hidupnya lagi, kembali dia harus mendengar tuduhan itu dan langsung dari mulut seseorang. Mata Shera memanas menahan sesuatu yang akan keluar dari sana.

“Aku bukan pembunuh. Jika bukan karena kau yang mencuri kebahagiaanku, ayahku tidak mungkin meminumnya,” bisik Shera menahan gemuruh di dalam dadanya.

Sakit... jantungnya bagaikan ditusuk-tusuk mendapat tuduhan sebagai pembunuh.

“Terkadang, kau harus tahu mana yang menjadi milikmu dan mana yang tak bisa kau miliki, Shera.  Kesadaran diri itu penting, agar tidak mudah menuduh seseorang.” Tanpa rasa bersalah Vivia menjatuhkan semua kesalahan pada Shera.

“Apakah aku menuduh? Aku hanya mengatakan diriku tidak mencuri. Tapi berkat penjelasanmu aku akhirnya tahu, kejadian tujuh tahun yang lalu adalah pencurian.” Shera sengaja menyibukkan diri dengan tugasnya. Dia tidak melirik Vivia saat berbicara, agar tetap bisa mengontrol emosinya.

Sedangkan Vivia sudah tak tahan mendengar celoteh Shera, mulut gadis itu sangat berbisa, tidak seperti gadis bodoh yang dulu Vivi temui. Rencana untuk menjatuhkan mental Shera justru berbalik menyerang dirinya sendiri!

“Bahkan jika aku mencuri darimu, apa yang bisa kau lakukan? Albian tidak keberatan dengan itu, dia berhasil mencapai cita-citanya itu adalah berkat aku. Sadar dirilah, bahkan jika kau diberi kesempatan berenkarnasi, Albian tidak akan pernah menjadi milikmu!”

Related chapters

Latest chapter

DMCA.com Protection Status