Suara Di Bilik Iparku (15)
(Suamiku diarak warga karena berselingkuh)**
"Bara, tolong ... Bawa dia keluar," ucap Mas Agus memberi perintah pada adik iparnya tanpa memandang Hanum sedikitpun.
Sedangkan Wulan masih menangis sesegukan di pelukanku. Ia sangat terpukul dengan kepergian ibunya, wajar jika ia bersikap seperti ini. Para kerabat yang masih tinggal di rumah ini pun ikut menangis, mereka merasa kasihan dengan nasib Wulan.
Bara diam bergeming. Namun, sedetik kemudian ia melangkah dan menarik Hanum yang terduduk di lantai dapur.
"Mas, tolong. Maafkan aku, aku memang salah. Tapi berikan aku kesempatan lagi. Bagaimanapun juga aku juga masih menantu di rumah ini," tutur Hanum membela diri, membuat beberapa kerabat kami saling berbisik.
"Dasar wanita tak tahu diri! Pergi kamu dari sini!" racau Wulan lagi membuat suasana semakin panas.
Kupeluk erat adik iparku itu, selain untuk menenangkannya aku tak i
16 Suara Di Bilik Iparku (16)(Suamiku diarak warga karena berselingkuh)Tadi malam, akhirnya kuputuskan untuk tidur di rumah orang tua Mas Akbar. Jika bukan karena kasihan pada Wulan, aku sudah tak akan mau tidur di sana lagi karena aku telah memutuskan untuk sejenak menjauh dari Mas Akbar dan keluarganya sampai luka di hatiku sembuh.Pagi ini aku bersiap-siap, memasukkan beberapa barang yang semalam aku keluarkan di kamar Wulan seperti cas ponsel, peralatan make-up dan mukena. Wulan sudah tak nampak lagi di dalam kamarnya, mungkin ia sedang di luar membantu Mbak Mawar beres-beres usai acara semalam.Memang sudah menjadi kebiasaan warga di tempat ini jika ada seseorang yang meninggal akan diadakan acara tahlilah selama tujuh hari berturut-turut. Rencananya aku hanya akan datang kemari tanpa menginap lagi, karena sungguh ... Berhadapan dengan Mas Akbar bak menyiram air garam di atas lukaku."Mbak, jadi balik?" tanya Wulan tiba-tiba membuyarkan lamuna
Suara Di Bilik Iparku (17)(Suamiku diarak warga karena berselingkuh)Hatiku berkecamuk saat bapak menanyakan tentang rumah tanggaku dengan Mas Akbar. Beberapa hari setelah kepulanganku ke rumah ini, aku sama sekali belum menceritakan tentang masalah yang sebenarnya terjadi antara aku dan Mas Akbar, bahwasannya kami baru saja mengalami pertengkaran hebat karena perbuatan buruk Mas Akbar."Nisa, rumah tanggamu baik-baik saja, kan?" tanya bapak sekali lagi saat aku tak kunjung menjawab pertanyaannya.Aku menghela nafas panjang, lalu kembali menghampiri kedua orang tuaku yang masih duduk di sofa ruang tamu. Di satu sisi aku tak ingin mereka tahu kabar ini dari orang lain, tapi di sisi lain aku sangat takut jika kabar yang akan kusampaikan ini pada akhirnya hanya akan membuat kesehatan kedua orang tuaku memburuk.Jantungku berdegup kencang. Aku sadar, meski sekuat apapun aku menyembunyikan masalah ini, cepat atau lambat mereka pasti akan tahu juga. Dan s
Suara Di Bilik Iparku (18)(Suamiku diarak warga karena berselingkuh)**Kupejamkan kedua mataku setelah selesai menyiapkan beberapa berkas yang akan aku masukkan ke kantor dimana Mas Akbar bekerja. Tentunya dengan bantuan Oki. Ia bersedia membantuku untuk lebih mudah masuk ke dalam kantor itu.Semoga saja, dengan pekerjaanku yang baru nantinya bisa melipur laraku. Dan juga, sedikit banyaknya aku bisa menuntut balas pada Mas Akbar atas apa yang telah ia lakukan padaku.Mungkin ia lupa bagaimana konsep Tuhan, bahwasanya tak selamanya yang di atas akan selalu di atas. Ada kalanya memang seorang manusia itu akan jatuh dan terpuruk pada waktu yang tepat. Terlebih apabila orang itu telah dzolim pada sesamanya.Huufftt haaahhKuhela nafas panjang sebelum benar-benar masuk ke alam mimpi.**DdrrrtttKukerjapkan kedua mataku saat ponselku berdering di atas meja samping tempat tidur. Alarmku berbunyi, tepat pukul setengah li
Suara Di Bilik Iparku (19)(Suamiku diarak warga karena berselingkuh)**Serasa aku masih belum percaya dengan pertemuanku dengan Hanum beberapa saat yang lalu saat kami tak sengaja ingin membeli kue yang sama. Dengan percaya dirinya ia mengatakan kalau kue itu akan dibawa ke rumah mertuanya, yang itu artinya akan ke rumah orang tua Mas Akbar, kan?"Kerumah mertuamu?" tanyaku spontan membuatnya menoleh seketika ke arahku.Ia tersenyum miring, lalu berjalan mendekat."Iya, tentu saja. Ke rumah mertuaku, alias ke rumah mertuamu juga kan, Mbak?" tuturnya dengan nada setengah mengejek, padahal status kami sama, sama-sama tengah pisah ranjang dengan suami kami masing-masing.Aku mendesah pelan, memang tak ada gunanya aku berbicara dengan orang seperti Hanum. Buang-buang waktu saja! Kita lihat saja nanti malam, apakah ia masih benar-benar punya muka untuk datang ke rumah mediang ibu lagi.Tanpa memperdulikannya lagi aku lantas be
Suara Di Bilik Iparku (20)(Suamiku diarak warga karena berselingkuh)**Tubuhku masih membeku setelah bapak melarangku untuk meneruskan kontak kerjaku di tempat kerja Mas Akbar yang itu artinya perusahaan Om David. Kenapa? Kenapa bapak tiba-tiba saja bersikap seperti itu, padahal sebelum ini bapak lah yang paling semangat ketika aku hendak melamar kerja di tempat yang sama dengan Mas Akbar."Nis. Kamu dengar Bapak, kan?" ucap bapak lagi membuyarkan lamunanku.Aku tergagap, lalu menatapnya dengan wajah bingung."I-iya, Pak. Tapi kenapa?""Pokoknya Bapak nggak suka kamu kerja di sana. Batalkan saha, ya," tuturnya dengan wajah memohon.Hatiku gamang, padahal tinggal selangkah lagi aku bisa membalas perlakuan Mas Akbar dengan menduduki jabatannya yang bisa membuatnya sombong seperti sekarang ini. Lagi pula, seharusnya bapak senang kalau aku bekerja di tempat sahabat lamanya."Pak, beri Nisa alasan yang tepat. Ke
Suara Di Bilik Iparku (21)(Suamiku diarak warga karena berselingkuh)**"Bara! Cukup! Tutup mulutmu!" hardik Mas Akbar yang lagi-lagi membela istri Bara.Bara terdiam, begitu juga dengan kami semua yang seakan tercengang dengan sikap Mas Akbar ketika membela adik istrinya alias selingkuhannya."Kenapa? Memang itu benar adanya, bukan?" jawab Bara ketika Mas Akbar mulai membela Hanum.Hanum menatap Bara lekat dengan lelehan air mata di kedua pipinya. Aku sendiri pun tak menyangka bahwa Bara akan memperlakukan Hanum seperti ini."Mas, jadi ini tujuanmu menyuruhku datang ke rumahmu?" tutur Hanum pelan dengan suara sedikit bergetar.Bara tersenyum miring, lalu mundur selangkah menjauhi istrinya itu."Iya. Benar. Mana mungkin aku mau berbaik hati lagi pada orang yang sudah mengkhianatiku, dengan kakak kandungku sendiri pula. Lebih-lebih sampai ibuku meninggal gara-gara kelakuan bejat kalian itu!" tandas Bara membuatku menganggu
Suara Di Bilik Iparku (22)(Suamiku diarak warga karena berselingkuh)**Kami berjalan dalam keheningan setelah akhirnya aku mau diantar pulang oleh Bara. Kulirik sekilas jam yang terpasang di pergelangan tanganku. Pukul sepuluh malam. Lumayan malam juga kalau tadi aku tetap tidak mau diantar olehnya."Mbak ....""Bar ...."Astaga, kenapa jadi begini, sih?"Em ... Kamu aja duluan," kataku saat tak sengaja kami hendak berkata secara serempak.Bara menggaruk tengkuknya, lalu kembali fokus ke arah jalanan yang mulai gelap karena lalu-lalang mobil semakin sepi."Mbak, belum ngajuin surat cerai?"Dahiku sedikit berkerut. Kenapa dia tiba-tiba bertanya seperti itu? Bahkan ia terlihat sangat yakin kalau aku akan menggugat cerai Mas Akbar."Eh ... Bukan gitu maksudku. Maksudku ....""Iya, nggak apa-apa. Aku paham. Emang nantinya aku juga bakal guhat cerai Mas Akbar, tapi nunggu waktu yang tepat dulu. Mung
Suara Di Bilik Iparku (23)(Suamiku diarak warga karena berselingkuh)**"Lho, bagaimana bisa jabatan dan ruangan inu menjadi milik Anisa, Pak?" tanya Mas Akbar heran.Om David tersenyum, "saya tahu, Anisa ini istrimu, kan? Kebetulan ia melamar kerja di perusahaan ini, pendidikannya bagus, cocok untuk menduduki jabatan ini. Lagipula, aku sudah dengar kabar mengenai dirimu yang baru saja diarak warga karena kedapatan tengah berselingkuh dengan iparmu sendiri. Benar, kan?" tutur Om David tepat pada sasarannya.Kena kamu, Mas. Mau jawab apa? Sekarang tuai lah apa yang sudah kamu perbuat ini."Kenapa diam?" ungkap Om David lagi saat Mas Akbar hanya diam tak berani menjawab pertanyaan bosnya.Aku membetulkan letak hijabku yang sedikit berantakan, lalu kembali menatap Mas Akbar yang sepertinya gusar, bingung mau menjawab apa."I-iya, Pak. Tapi seharusnya tidak seperti ini, bukan? Memutuskan secara sepihak tanpa saya tahu