Vania menyandarkan kepala di tembok sambil memandang keramaian ibu kota dari lantai 7 apartemennya. Ia sangat pusing setelah melihat hasil tesnya. Benda kecil dan panjang itu menunjukkan dua garis merah, yang menandakan kalau Vania positif hamil. Ia bukan tidak bersyukur atas rezeki yang diberikan Tuhan, namun waktunya saja yang belum tepat. Vania mengelus perut ratanya dengan lembut, dan berharap janin yang ada di dalam rahimnya saat ini baik-baik saja. Karena bagaimanapun, ia harus merawatnya dan tak mungkin membuangnya."Kakak kenapa belum makan ? Dari tadi kakak hanya diam di dalam kamar" ucap Dita yang baru masuk dari pintu. Ia sudah beberapa kali mengajak Vania untuk makan siang. Tetapi wanita cantik itu selalu menjadi, iya, namun ia tidak kunjung ke luar dari kamar."Eh...Dita" sahut Vania yang terkejut mendengar suara adiknya "kakak belum lapar Dita" lanjutnya."Ini sudah jam 3 loh kak. Nanti asam lambung kakak kambuh kalau sering terlambat makan" protes Dita, ia khawatir kare
"jangan bicara sembarangan anak kecil. Tahu apa kamu tentang persahabatan kami ? Aku dan Susan sudah bersahabat sejak duduk di bangku SMP" protes Donna. Ia tidak terima dengan ucapan Dita."Sudahlah Don. Dia itu masih anak-anak. Kamu jangan ambil hati dengan ucapan Dita" sahut Susan."Baiklah Susan. Kalau bukan karena kamu ! Aku pasti sudah memberikan pelajaran bagi orang yang tidak bisa menjaga mulutnya. Untung saja dia putri angkat kamu" sahut Donna. Ia menatap Dita dengan tatapan sinis."Jadi bagaimana Vania ? Apa kamu sudah punya jawaban kapan kamu pergi dari kota ini ?" Ucap Susan kepada Vania."Iya ibu, aku mohon berikan Vania waktu" jawab Vania."Oke, ibu berikan kamu waktu sampai besok pagi" ucap Susan "ayo Don, kita pergi" lanjutnya untuk mengajak Donna.Vania hanya diam melihat punggung Susan menghilang di balik pintu. Ia sudah tidak memiliki semangat lagi untuk pergi kuliah. Hati dan pikirannya sedang kacau bagaikan benang yang kusut. Ia ingin sekali pergi dari kota Jakarta
Keduanya berbagi tugas, Andrian mencoba mencari Vania dan Regina ke hotel. Sedangkan Alex kembali ke kediaman Winata. Ia yakin kalau Susan pasti mengetahui ke mana dan di mana Vania berada. Alex melajukan mobilnya membelah jalan ibu kota, ia sudah tidak sabar lagi untuk segera tiba di kediaman Winata. Alex berkali-kali memukul stir mobil untuk melampiaskan kekesalannya.Setelah tiba di kediaman Winata ! Alex segera turun dari mobil, ia melemparkan kunci kepada sopir pribadi untuk memasukkan mobilnya ke dalam garasi. "Susan, Susan" panggil Alex dengan nada yang tinggi dari lantai bawah. Sontak membuat semua penghuni mansion itu bangun dan ke luar dari kamarnya masing-masing."Ada apa sayang ? Kamu kenapa berteriak tengah malam seperti ini ?" Ucap Felicia yang baru ke luar dari kamarnya."Iya ada apa daddy ?" Sahut Tia. "Susan, Susan" Alex bukannya menjawab pertanyaan Tia dan Felicia, tetapi ia justru kembali berteriak memanggil Susan."Ada apa mas ?" Terdengar suara lembut Susan dari
Satu bulan telah berlalu, Vania sudah memulai hidup baru di kota Bandung, ia juga sudah kuliah sambil bekerja di sebuah kafe. Walaupun Vania masih memiliki banyak tabungan dan Susan selalu mengirimnya uang tiap Minggu ! Tetapi Vania tidak malas untuk bekerja, karena Vania harus menyiapkan segalanya untuk janin yang ada di dalam kandungannya saat ini. Sebelum kandungannya terlihat jelas dan diketahui Susan ! Vania ingin pindah dari apartemen itu dan mencari tempat lain yang tidak diketahui Susan. Vania yakin, jika Susan sampai mengetahui kalau ia sedang mengandung anak Alex ! Susan pasti semakin membencinya. Jadi sebelum semuanya semakin kacau, Vania memilih bersembunyi sampai anaknya lahir dan hal itu lebih aman baginya dan calon anaknya."Apa kakak tidak kuliah hari ini ?" Tanya Dita yang sedang berbaring di ruang keluarga sambil menonton televisi."Hari ini tanggal merah adikku sayang" sahut Vania."Oh iya, aku lupa" ucap Dita "berarti hari ini kita bisa jalan-jalan keliling Bandung
Alex yang sedang meeting bersama karyawan, tiba-tiba melihat layar ponselnya menyala dan sebuah pesan masuk. Di sana terlihat jelas nama yang mengirim pesan untuknya. Awalnya Alex hanya mengabaikannya, tetapi entah mengapa tiba-tiba ia penasaran ingin mengetahui isi dalam pesan itu. Selama ini Alex selalu mematikan ponselnya tiap kali meeting, tetapi semenjak Vania pergi ! Alex selalu menghidupkan ponsel, dan berharap Vania menghubunginya. Sebelum Alex ke luar dari ruangan, ia meminta manajer untuk melanjutkan meeting.*Lex, Vania masih di Jakarta ?* Pesan singkat yang masuk di ponsel Alex.Tanpa membalasnya, Alex langsung menghubungi Biyan."Hallo bro" suara dari seberang sana."Iya bro. Bagaimana kabarmu ?" Sahut Alex."Baik, kamu bagaimana ? Baik juga kan ?""Ya begitulah" sahut Alex dengan napas yang menderu. "Oh iya, kamu kenapa bertanya tentang Vania ?" Lanjutnya."Oh itu ! Kemari aku melihat wanita yang mirip Vania di rumah sakit Graha Bunda" "Ha....yang benar bro ? Kenapa k
Alex tersenyum bahagia setelah menerima informasi tentang Vania dari pihak rumah sakit. Ia menggenggam satu lembar kertas kecil di tangannya dan berkali-kali membaca tulisan yang ada di dalam kertas putih itu. Ingin rasanya ia segera tiba di sana dan memeluk Vania, karena rasa rindunya kepada wanita cantik itu sudah tidak terbendung lagi.Hanya butuh waktu 20 menit, Alex sudah tiba di depan sebuah bangunan tinggi. Ia menaiki lift menuju lantai lima. Dengan penuh semangat ia melangkah menuju pintu nomor 57.Tok....tok....tok... Alex mengetuk pintu dengan lembut.Tok....tok....tok.... Alex kembali mengetuk pintu karena sudah 5 menit tidak ada jawaban dan tidak ada yang membuka pintu."Apa Vania sedang ke luar ya ?" Ucap Alex kepada Biyan."Mungkin saja bro" sahut Biyan."Permisi pak. Apa bapak tamu dari nona Vania ?" Ucap seorang pria yang mengenakan seragam kebersihan."Ha, iya. Benar sekali" sahut Alex dengan sigap. Mendengar pria itu menyebut nama Vania membuat ia semakin semangat."
Hari telah berganti bulan pun telah berlalu, kandungan Vania yang sudah berusia 3 bulan membuat perut wanita cantik itu mulai menonjol ke depan. Tetapi Vania masih bisa menyembunyikannya dengan mengenakan pakaian yang lebih besar dan longgar, sehingga membuat adiknya Dita dan Regina tidak mengetahuinya hingga saat ini."Kakak hari ini bekerja ?" Tanya Dita."Iya adikku yang cantik" sahut Vania."Loh, kamu enggak jadi tukar sif dengan temanmu ?" Sahut Regina."Enggak Re, aku gak berani bicara dengan bos" jawab jujur Vania. Ia bukannya tidak berani bicara dengan bosnya. Tetapi Vania hanya malas, karena bosnya itu selalu menatap Vania dengan tatapan genit yang membuat Vania merasa tidak nyaman. Padahal usianya sudah memasuki 60 tahun, tapi masih suka genit dengan wanita."Ya, gagal dong kita berenang" keluh Regina. Padahal dua hari yang lalu mereka sudah membuat rencana kalau hari ini mereka akan berenang, bahkan Regina sudah meminta izin kepada bosnya, kalau hari ini ia tidak masuk beke
Vania yang sedari tadi sudah tiba di rumah kontraknya, merasa aneh melihat sikap Regina yang berubah menjadi pendiam. Biasanya Regina pasti semangat ketika Vania tiba di rumah. Tapi kali ini wanita cantik itu tidak membuka mulut, bahkan ia menunjukkan wajah cemberut dan tidak suka."Re, kamu kenapa ?" Tanya Vania.Regina bangkit dari sofa, ia melangkah menuju jendela tanpa menjawab pertanyaan Vania. Ia merasa kesal karena Vania menyembunyikan dan tidak mau jujur tentang kehamilannya selama ini kepadanya dan Dita. Sebagai sahabat, seharusnya Vania tidak menyembunyikan apapun darinya, apalagi masalah sebesar ini. Mungkin jika Regina mengetahuinya dari awal ! Ia pasti menolak untuk pergi dari Jakarta dan ia pasti mengatakannya kepada Alex."Re, aku ada salah ya ? Aku minta maaf ya ?" Bujuk Vania. Ia berpikir Regina bersikap seperti itu karena ada kesalahan yang ia lakukan tanpa disadari."Aku tidak bisa memaafkan kamu Vania. Kamu itu terlalu munafik" sahut Regina."Aku minta maaf jika ak