Share

Tukang Selingkuh

 “Tenang Aju. Ini hanya pertemuan biasa saja.” Selebriti kurang terkenal itu tidak hentinya bergumam, sambil mengetukkan sepatu hak yang dia pakai ke lantai.

 

 Setelah beberapa hari berlalu, akhirnya Aju memberikan jadwal pada sang mantan. Hari ini, akhirnya mereka berjanji untuk bertemu di kafe langganan mereka.

 

 “Aju.”

 

 Baru juga yang empunya nama menenangkan diri, kini tiba-tiba orang yang membuatnya panik muncul. Itu membuat Aju seketika menghentikan goyangan kakinya.

 

 “Hai, Henry.” Aju menyapa dengan senyum tipis, tanpa beranjak dari kursinya. “Hari ini kamu agak cepat dari biasanya.”

 

 “Aku ingat kalau kamu suka datang lebih cepat dari jam janjian.” Lelaki yang dipanggil Henry itu tersenyum dan menarik kursi di depan Aju.

 

 “Bagaimana kabarmu?” tanya Henry terlihat begitu senang.

 

 “Fine.” Aju menjawab dengan singkat, sambil menatap lelaki di depannya dengan tajam.

 

 “Apa kamu masih marah padaku?” Henry bertanya dengan tatapan sedih. “Apa aku harus minta maaf lagi?”

 

 “Menurutmu?” Bukannya menjawab, Aju malah balik bertanya.

 

 “Aku tahu aku salah padamu.” Henry menggenggam tangan Aju yang ada di atas meja. “Aku benar-benar minta maaf karena sudah banyak berkata kasar padamu.”

 

 Tidak ada reaksi yang diberikan Aju, ketika mendengar itu semua. Perempuan tinggi itu, hanya menatap kepalan tangannya yang digenggam. Mencoba merasakan apa yang dulu pernah dia rasakan terhadap lelaki di depannya itu.

 

 “Tidak mendapat tanggapan, Henry kembali berbicara, “Waktu kita putus, aku salah karena mempermalukanmu. Aku salah karena sudah selingkuh darimu yang selalu baik.”

 

 “Lalu bagaimana dengan selingkuhan kayamu itu?” tanya Aju yang kini melirik lelaki di depannya.

 

 “Tentu saja kami putus,” jawab Henry dengan cepat. “Dia sama sekali tidak cocok untukku. Dia sangat kasar dan ... pokoknya dia jahat. Karena itu, aku mau kembali padamu. Ayo kita menikah.”

 

 Dengan gerakan yang cukup cepat, Henry mengambil kotak yang ada di dalam kantongnya. Tidak besar dan orang-orang bisa menebak dengan akurat apa itu. Kotaknya dibuka, bersamaan dengan lelaki itu yang berlutut di depan Aju.

 

 “Angelina Julie, maukah kamu menikah denganku?” Henry kembali bertanya dengan wajah yang lebih serius. “Maukah kamu menjadi ibu dari anak-anakku?”

 

 Aju melirik lelaki yang cukup tampan dan tengah berlutut di depannya itu. Dia juga melirik ke sekitar, memastikan apakah ada yang tertarik pada kejadian itu atau tidak dan tentu saja semua mata melihat ke arah mereka.

 

 Padahal Aju sudah memilih jam yang sepi, tapi rupanya banyak juga yang datang dan kini melihat mereka. Jujur saja, ini membuat Aju bimbang. Apalagi ada yang mengambil video.

 

 “Aju?” Henry memanggil karena perempuan di depannya tidak kunjung menjawab.

 

 “Kamu ingin kita menikah?” Akhirnya Aju bersuara juga.

 

 “Tentu saja.”

 

 “Kalau begitu ....” Aju sengaja menggantungkan kalimatnya dengan sengaja dan menggerakkan tangan ke arah kotak kecil berisi cincin di depannya itu.

 

 “Oh, ini yang katanya mau pergi dinas luar kota?” Belum juga tangan Aju menggapai kotaknya, suara seorang perempuan terdengar.

 

 “Kenapa kamu ada di sini?” Ekspresi wajah Henry tiba-tiba saja memucat dan dia segera berdiri dari posisi berlututnya. “Bukannya kamu ke Singapura?”

 

 Henry segera menghampiri perempuan yang tadi menghardik dan itu membuat Aju tertawa. Ini benar-benar terlihat sangat lucu di matanya. Sepertinya kali ini, dia lagi-lagi dibodohi.

 

 “Kamu bilang mau dinas luar kota.” Perempuan yang baru datang itu tampak sangat berang. “Tapi kenapa malah berlutut di depan perempuan yang tidak dikenal?”

 

 “Maaf, saya ini mantannya dia.” Aju tiba-tiba saja berdiri dan memperkeruh suasana. “Dia tiba-tiba ngajak ketemuan dan bilang mau minta maaf. Lalu, tiba-tiba saja berlutut dan melamar.”

 

 “Ini salah paham.” Henry tiba-tiba saja jadi panik. “Aju, tolong jangan bikin masalah tambah runyam.”

 

 “Loh, aku hanya mengatakan yang sebenarnya.” Aju terlihat melotot karena malah disalahkan, bahkan sudah bicara tanpa sopan santun. “Aku ada bukti loh. Chat yang kemarin masih aku simpan.”

 

 “Mana coba lihat.” Perempuan yang tadi langsung merebut ponsel Aju begitu saja. Kebetulan sekali Aju sudah membuka room chat dirinya dengan sang mantan, jadi semua terlihat jelas di sana.

 

 Sebenarnya isi chat tidak panjang. Hanya Aju yang memberitahu kalau dia sudah senggang dan Henry yang berterima kasih karena masih mau diberi kesempatan, tapi itu semua jelas sudah cukup untuk menjelaskan semuanya.

 

 “Dasar cowok matre kurang ajar.” Setelah mengembalikan ponsel Aju dengan kasar, perempuan tadi menampar Henry dengan keras. “Harusnya aku mendengar omongan teman-temanku yang bilang kalau kamu cuma mau memerasku. Sekarang kita putus.”

 

 “Tunggu dulu, Sayang.” Henry ingin mengejar, tapi dia dengan segera teringat dengan siapa dia.

 

 “Aju.” Henry dengan cepat menggenggam kedua tangan perempuan cantik berambut panjang di depannya. “Aku bisa menjelaskan semua ini. Dia itu hanya perempuan yang dijodohkan denganku dan aku sama sekali tidak suka dia.”

 

 “Kak Aju?”

 

 Belum juga Aju bersuara, seseorang memanggilnya. Itu jelas membuat perempuan yang hari ini menggunakan outer berwarna pink pastel itu tersenyum. Orang yang dia minta datang ternyata sangat tepat waktu.

 

 “Dia siapa?” Henry bertanya pada lelaki muda yang baru saja menghampiri mantan kekasihnya itu.

 

 “Kenalin. Ini Aiden.” Aju dengan senang hati mengenalkan lelaki muda di sebelahnya. “Gebetan baruku.”

 

 Mendengar hal itu, Henry langsung tertawa. Cukup keras, sampai membuat Aju dan Aiden bingung. Mereka berdua bahkan mengerutkan kening karenanya.

 

 “Anak muda begini kamu temani pacaran?” Henry bertanya dengan raut wajah yang terlihat begitu senang. “Yang ada dia malah bakal morotin kamu.”

 

 “Loh, memangnya kamu tidak morotin aku?” tanya Aju sudah kembali mencoba untuk sedikit sopan. “Apa kamu tidak dengar apa yang dibilang mantanmu tadi? Kamu cuma memeras dia saja.”

 

 Henry benar-benar melupakan apa yang baru saja mantannya katakan. Itu jelas membuatnya malu, apalagi itu didengar semua orang dan mungkin sudah direkam juga.

 

 “Lagi pula, kamu kan bilang kalau aku hanya perawan tua yang gak bakal laku-laku,” lanjut Aju mengingatkan sang mantan pada kata-kata yang pernah lelaki itu lontarkan padanya. “Ini aku kasih bukti kalau aku masih laku.”

 

 “Dia cuma mau uangmu.” Henry masih bersikeras. “Dia tidak tulus.”

 

 “Setidaknya, dia tidak akan bermulut kasar sepertimu.” Aju tidak segan menunjuk sang mantan tepat di depan wajahnya. “Kamu jelas-jelas merendahkanku di depan semua orang, mempermainkanku, bahkan pernah memukulku juga. Kurang brengsek apa dirimu?”

 

 “Aku kan sudah minta maaf untuk itu.” Rupanya, Henry cukup keras kepala juga.

 

 “Sayangnya, tidak ada maaf untukmu.” Aju dengan cepat menggeleng. “Terutama setelah apa yang terjadi tadi. Kamu jelas-jelas tidak tulus dan mungkin saja hanya mengincar uangku saja karena kulihat kamu sudah terlihat seperti gembel.”

 

 Mendengar hinaan  itu, wajah Henry langsung memerah. Bukan hanya merah karena malu, tapi juga marah. Makin marah lagi, ketika Aju dengan santainya menggandeng pria muda di sampingnya.

 

 “Ayo, Aiden. Kita tidak perlu meladeni lelaki menyedihkan ini.” Aju menarik lelaki yang kini jadi peliharaannya itu, tapi menghentikan langkah tak lama kemudian.

 

 “Aku lupa kamu mungkin tidak punya uang.” Sembari mengatakan hal itu, Aju mengeluarkan dua lembar uang berwarna merah. “Ini untuk membayar minuman yang kupesan tadi dan sisanya bisa kamu ambil.”

 

 “Lalu untuk kalian semua yang sudah merekam kejadian ini, silakan dihapus,” tambah Aju dengan tatapan serius. “Atau kalian akan tahu akibatnya.”

 

***To be continued***

Related chapters

Latest chapter

DMCA.com Protection Status