"Mas, Mas Idam kenapa?" tanya Mima melihat saudara lelakinya yang terlihat syok.
Mendengar suara yang terdengar panik, Opa Patra menoleh. Wajahnya pun terlihat resah, baru saja ia juga menerima berita yang kurang baik. Namun, melihat cucu menantunya yang membeku, ia langsung menghampiri."Idam apa kamu baik-baik saja?"Dua kali memdapat pertanyaan dari orang yang berbeda, Idam masih terdiam. Mima melangkah lebih mendekat, menepuk bahu orang yang seolah tak sadar."Mas Idam kenapa?"Mendapat tepukan pelan, lelaki itu tersentak lalu menoleh."Hilma, Mim!""Kenapa Mbak Hilma!""Hilma diculik!"Mendengar nama yang tak asing dengan kejadian yang sama baru dilaporkan oleh bawahannya membuat Opa Patra terperangah."Hilma! Diculik!" gumam Opa PatraSementara Mima langsung histeris."Mas, cepat tolong Hilma!""LMendapati seseorang menyapanya, lelaki yang sedang menatap pusara itu menegakkan tubuh, dengan pandangan masih ke arah makam mendiang Amira."Ada apa?" Lelaki itu bertanya dingin."Maaf, Tuan Gery, saya diminta menyampaikan ini pada Anda." Seseorang yang memakai pakaian serba hitam itu melangkah, kemudian melewati Gery selangkah dan berbalik menghadap lelaki yang tampak acuh tak acuh tersebut. Ponsel berwarna hitam disodorkan dengan posisi menyala dan berada pada sebuah file yang sudah dipersiapkan.Gery terlihat enggan untuk mengambilnya."Tolong diterima, Tuan. Ini masih berhubungan dengan mendiang Nyonya Amelia," jelas pengawal tersebut.Mendengar nama perempuan masa lalunya disebut, Gery menoleh lalu menatap tajam pada pengawal di hadapannya. Tampak sekali wajahnya terlihat tidak suka.Menyadari perubahan mimik yang tak biasa, tubuh tinggi kurus itu sedikit membungkukkan tubuh. "Maaf, Tuan Gery.
"Joni! Apa yang terjadi?" tanya Gery pada anak buahnya.Anto yang mengikuti langkah Gery langsung terbelalak melihat teman yang dikenalnya di penjara terlihat babak belur. "Itu Bos, saya kasih pelajaran sama anak baru ini. Dia terlalu banyak membantah!" ujar Joni menjelaskan.Gery tak terlalu menanggapi penjelasan yang diberikan, kedua netranya fokus pada perempuan yang terduduk di atas ranjang dengan ketakutan. Sejenak, ia tertegun mendapati rupa yang begitu sama dengan istri pertamanya, setelah itu ia mulai melangkah. Wajah yang mengingatkannya pada Amelia seolah menarik dirinya untuk mendekat.Sementara Anto yang sejak tadi terlihat gundah, langsung membantu Haris yang tak berdaya. Ia langsung memeriksa keadaan temannya."Kamu ga apa, Ris?"Aris tidak menjawab. Sekitar mulutnya mengeluarkan darah, tetapi dengan isyarat mata seolah mengatakan ia akan baik-baik saja. Lelaki yang merupakan tangan ka
"Well. Dua orang ayah dan anak telah bertemu. Sesuatu yang sangat mengharukan!" ucap seorang lelaki paruh baya yang melangkah masuk ruangan sambil bertepuk tangan.Mendengar hal itu Gery dan Hilma melepaskan pelukan lalu menoleh pada asal suara."Uncle Jay!" Gery menyebut nama adik sepupu ayahnya."Yeah. Bagaimana Gery? Kamu bahagia?" tanya Jayadi sambil tersenyum dan melangkah mendekati. Orang-orang berbaju hitam di belakangnya pun turut mengikuti begitu juga Joni."Kau tahu Gery! Perpisahan itu sangat menyedihkan," ucap Jay menepuk pelan pundak keponakannya. "Aku pun sangat mengerti hal itu!" lanjutnya dengan nada suara pelan, terdengar sedih.Gery menghela napas. Ia tahu akan hal itu, mendapati anak satu-satunya memilih mengakhiri hidup karena seorang perempuan membuat pamannya sangat terpuruk. "Namun, aku berharap kau pun mau mengerti." Tubuh kurus yang telah menua itu berdiri tepat di hadapan G
"Bagaimana, apa kita masuk sekarang?" tanya Wiguna sambil terus mengawasi keadaan di depan yang sedang terjadi pertarungan."Jangan, Wiguna! Kita tidak bisa masuk ke dalam! Sangat berbahaya!" Melihat sekelompok orang berbaju hitam yang terus merangsek maju membuat Noto berpikir dua kali untuk menyerang. Namun, ia tak tahu, apa motif orang yang datang menyerang tersebut. Jika dilihat dari segerombolan orang yang terus berdatangan, tentu ia kalah jumlah. Noto memutuskan untuk terus mengawasi sampai memdapat kesempatan."Tapi bagaimana dengan Hilma? Orang-orang itu akan membahayakannya dan juga anak-anakku," ucap Wiguna resah. "Kita akan menunggu!" Melihat orang yang tadi berjalan gagah ia meyakini jika itu adalah ajudan dari sosok yang sangat dikenalnya. Ia harus memastikan dulu siapa oramg yang tengah menyerang markas di hadapannya itu. "Sembunyikan kepalamu, Guna!" Noto menekan kepala anaknya agar tidak menyembul. Di jalan
"Gery! Kamu tidak apa-apa?" Patra berusaha membangunkan Gery yang telungkup di lantai, lalu membalikkan tubuh yang penuh luka itu dalam pangkuannya.Gery hanya menggeleng. Ia terlihat ingin bicara, tetapi terlalu lemah.Sementara para pengikut Patra langsung menghadapi orang-orang Jayadi yang langsung menyerang ketika melihat keberadaan mereka, termasuk dua petarung yang kini beralih salam menghadapi lawan. Tubuh besar itu mengincar orang-orang berseragam hitam yang diketahui berseberangan dengan Jayadi. Bagi mereka, orang yang membayar mahal adalah tuannya. Dan yang bertentangan adalah musuh.Terjadi pertempuran menggunakan senjata api, sebagian mereka mencari benda terdekat sebagai pelindung dan bersembunyi di beberapa tempat di ruangan itu. Lima orang pengawal Patra melindungi tuannya yang masih mengkhawatirkan keadaan putra semata wayang. Sementara Jayadi yang dilindungi beberapa orang berhasil mendekati tubuh Hilma. Denga
"Mas, pulang sana! Kasihan istrimu nanti menunggu." Nela mendorong pelan lengan lelaki yang menjalin hubungan terlarang dengannya."Biarkan sajalah, Nel! Aku masih ingin di sini." Wiguna terlihat malas-malasan. Ia engan beranjak pergi."Memangnya istrimu ga curiga sering pulang malam?" Gadis berwajah oval itu menunggu jawaban."Dia terlalu percaya padaku. Jadi, ga mungkin dia curiga," sahut Wiguna yakin."Hem, kalau aku di posisi istrimu sudah pasti aku teror kamu buat lekas pulang." Nela memberi pendapat."Ah, sayangnya kamu belum jadi istriku." Mendengar jawaban sang kekasih, perempuan berusia dua puluh lima tahun itu memasamkan wajah, menarik simpati lelaki yang telah memiliki dua anak itu. Menjadi perempuan kedua dalam kehidupan Wiguna Putra membuat Nela harus menebalkan muka.Anggapan sebagai pelakor sudah biasa disematkan padanya. Ia tak peduli. Baginya, siapa pun lelaki yamg mencintainya, ia akan rela untuk dijadikan yanng kedua atau jika perlu memyingkirkan istri pertama."Ja
"Terserah Ibu, deh! Aku, sih, pokoknya mendukung kalau Mas Guna mau nikah lagi. Aku lebih cocok sama Mbak Nela daripada perempuan ga jelas asal-usulnya itu," ungkap Tanti meremehkan.Tanpa mereka sadari Hilma telah berdiri di belakang dengan memegang nampan berisi dua mangkuk mie."Jadi ..., kalian tahu kalau Mas Guna memiliki perempuan lain?" tanya Hilma yang membuat kedua orang di depannya menoleh dengan mata membulat dan mulut menganga. Kedua ibu anak itu saling pandang dengan ekspresi berbeda, Yana terlihat khawatir dengan pertanyaaan menantunya, sedangkan Tanti terlihat tak peduli."Ah, Hilma, maksud kamu apa?"Perempuan berusia lima puluh tahun itu bangkit berdiri dan menghampiri menantunya dengan sikap ramah."Apa Ibu tahu jika Mas Guna jatuh cinta pada perempuan lain?"Hilma mengulangi pertanyaannya."Oh, ya, ga mungkin Guna seperti itu," sangkal Yana."Maaf, Bu, tadi aku dengar sendiri Tanti bilang kalau Mas Guna akan menikah lagi.""Kamu salah dengar! Kita tadi lagi membica
"Izinkan aku menikah lagi, Dik!"Mendengar berita suaminya akan menikah lagi dari Tanti sudah membuatnya terluka, tetapi mendengar langsung dari ucapan ayah dari anak-anaknya ternyata lebih menyakitkan, bagai teriris sembilu kemudian diberikan cuka di atasnya. Sakit dan perih."Apa salahku, Mas?""Kamu ga ada salah!""Lalu, kenapa begini?""Maafkan, Mas, Dik. Semua terjadi begitu saja!""Apa aku ada kekurangan? Coba dibicarakan, Mas. Pasti aku akan mengubahnya. Membuatmu lebih nyaman dan bahagia. Aku janji, Mas, akan menuruti kemauanmu. Tapi ...."Hilma menjeda ucapannya. Matanya menatap penuh harap pada manik hitam sang suami."Bukan untuk menikah lagi.""Maafkan, Mas, Dik. Perasaan ini hadir tanpa diminta!""Mas mencintai gadis itu?"Wiguna menangguk. "Iya.""Kenapa, Mas?"Airmata sudah meluruh di pipi mulus perempuan berkulit putih tersebut. Selama menjalani biduk rumah tangga, suaminya selalu bersikap baik, jarang mengeluhkan sesuatu, sehingga ia berpikir jika keluarganya baik-bai