Share

5. Menikah

Emily pergi menemui orang yang di maksud ayahnya di sebuah restoran Jepang. Bagaikan petir menyambar di siang bolong, betapa terkejutnya dia setelah melihat laki-laki itu. Dia benar-benar tak menyangka laki-laki ini yang akan menjadi suaminya.

****

Emily kembali ke rumahnya. Kepulangan Emily yang di ketahui oleh Stella dengan cepat di adukan pada ibunya melalui ponselnya. Baru saja dirinya membuka pintu, omelan ibunya sudah memekakkan telinganya.

"Kau dari mana? Apa yang kau lakukan diluar sana? Dasar anak liar, bisa-bisanya kau pergi tanpa pamit, kau pasti berkencan dengan om-om diluar sana? Pantas saja Steve berpaling darimu, kau benar-benar susah di atur dan bin*l" cecar Ibu Emily.

Bagaimana mungkin ibunya tidak tau bahwa dia selama ini selalu menjadi anak yang patuh dan baik hati. Bahkan selama dua tahun berpacaran dengan Steve, Steve tak pernah dia izinkan untuk menyentuhnya. Ibunya tidak tau karena memang tidak pernah memiliki perhatian padanya.

Emily yang sudah lelah menghadapi ibunya selama ini, tidak menghiraukannya lagi dan langsung naik ke lantai dua, sontak saja hal ini membuat ibunya semakin marah padanya.

"Kau benar-benar tidak tau sopan santun, tidak tau aturan, dasar anak nakal, kau benar-benar membuatku malu sudah mempunyai anak sepertimu. Seharusnya aku dulu tak pernah melahirkanmu, hanya membuat susah saja" ujar ibu Emily.

Rentetan makian yang seharusnya tak pantas keluar dari mulut seorang ibu, semakin membuat Emily mantap keluar rumah itu. Emily bergegas mengumpulkan data-data dirinya, ijazah dan surat-surat berharga lainnya dia juga mengambil beberapa lembar baju untuk di masukkan ke dalam koper.

Stella yang mendengar ibunya memaki Emily tersenyum dari kamarnya, diapun segera keluar dan memasang wajah sedih dihadapan ibunya.

"Ibu, sudahlah jangan memarahi kakak, mungkin dia belum bisa terima jika aku mengandung anak dari Steve. Biar aku saja yang meminta maaf padanya" ujar Stella dengan wajah sedihnya yang di buat-buat.

"Mana bisa begitu, lihat dirimu, begitu patuh pada ibu, jika kau mengandung anak dari Steve itu juga bukan salahmu sepenuhnya. Pasti Emily yang tidak pandai menyenangkan tunangannya, sehingga Steve berpaling darinya" ujar Nyonya Monica.

Emily yang kebetulan sudah turun dari lantai atas mendengar perkataan ibunya dengan tersenyum.

"Kalian benar-benar seorang ibu dan anak, yang satu pandai berbohong dan licik, yang satu bodoh dan tidak tau aturan. Benar-benar mengagumkan" ujar Emily.

"Apa katamu?! Kakak mana bisa kau bicara seperti itu pada ibu. Kakak jika kau membenciku karena sudah merebut tunanganmu, aku minta maaf dan akan melakukan apapun yang kau minta, tapi kau tak boleh mengatakan hal buruk tentang ibu" ujar Stella memulai kata-kata manisnya untuk mendapatkan simpati.

"Apa kau sudah selesai bicara? Di depan ku kau tak perlu bersandiwara hingga seperti ini. Sebaiknya sekarang kau segera mencari tutor yang bisa mengajarimu mengerjakan tugas kuliahmu sebaik aku. Stella, aku akan membuatmu tak dapat menemukan satupun tutor terbaik di negri ini. Kau camkan kata-kataku dengan baik, semua yang kau lakukan padaku, akan aku kembalikan sepuluh kali lipat padamu. Ingat itu!!" bisik Emily di telinga Stella.

Stella yang mendengar ancaman dari Emily yang tegas ini, diam-diam merasa takut dan panik. Selama ini, Emily memang berperan besar dalam nilai-nilai yang tertera dikertas nilainya yang selalu dia bangga-banggakan dihadapan teman-teman, ayah, dan ibu mereka. Mereka menganggap Stella adalah gadis yang cantik, pintar dan baik hati. Stella pun berpura-pura terdorong ke belakang oleh Emily dan menangis didepan ibu mereka.

"Aduh, ibu perutku sakit bu" ujar Stella berbohong.

"Emily, kau keterlaluan, bukan begini caranya jika kau membenci adikmu, janin yang ada di dalam perutnya tidak bersalah! Kau memang gadis yang tidak punya hati nurani, kau Iblis, pergi kau dari sini, pergiii!!" maki Ibunya.

Emily hanya tersenyum masam mendengar makian ibunya.

"Sudah ku bilang, yang satunya licik dan yang satunya bodoh. Kalian benar-benar klop. Stella, kau seharusnya memenangkan piala oscar karena pandai menipu orang dengan aktingmu, tapi tidak denganku!" ujar Emily sambil berlalu pergi menenteng kopernya.

"Noooon, non, non mau kemana ? jangan tinggalin bibi nooon, siapa lagi yang bisa bibi bangunin tiap pagi kalau non nggak ada, huhu" ujar bi Surti sambil menangis memohon pada Emily.

"Biiii, Emily nggak pergi jauh kok. Nanti Emily ke sini lagi jemput bibi ya" ujar Emily menenangkan bi Surti.

"Bi Surti masuk! Masuk!!" teriak nyonya Monica.

"Bibi masuk ya, Emily pergi dulu ya bi" ujar Emily.

Jauh di lubuk hatinya Emily juga sedih berpisah dengan orang yang sudah mengasuhnya sejak kecil. Jika bukan karena kegigihan ayahnya, bi Surti pasti sudah di pecat oleh ibunya, karena bi Surti bekerja sedikit lambat, tubuhnya yang gempal membuatnya sedikit susah untuk berlari cepat saat di panggil. Tapi karena ayah Emily melihat dia begitu telaten dan sabar mengasuh Emily, akhirnya di pertahankan hingga sekarang. Sikap keibuannya sangat di sukai oleh Emily, yang tak dia dapatkan dari ibu kandungnya sendiri.

Emily berjalan menenteng kopernya, dia membuka garasi dan menuju mobil Porsche miliknya, kemudian menaruh koper kecilnya di samping tempat duduknya. Dia melajukan mobilnya menuju kantor catatan sipil. Disana, laki-laki itu telah menunggu dengan senyuman licik didalam mobilnya

"Sebuah mobil yang cantik, secantik pemiliknya" gumannya

Emily turun dari mobilnya, dan mengedarkan pandangannya mencari pria itu. Tidak lama turunlah seorang laki-laki tampan berparas menawan turun dari mobil maserati.

"Ya Tuhan, dia bukan hanya tampan, tapi juga kaya raya, wajar saja jika perempuan disini melihatnya tanpa berkedip" guman Emily.

Dia menyadari bahwa tatapan para wanita di sekitar mereka tak berpaling dari pria itu. Laki-laki yang baru di temuinya dalam kondisi yang "unik" itu akan segera menjadi suaminya. Emily tak tau, apakah ini suatu keberuntungan atau dirinya yang gila karena menikahi orang yang baru saja dia temui dalam hidupnya. Di kehidupannya yang lalu, Emily sama sekali tak pernah bertemu dengannya. Itu sebabnya Emily sama sekali tidak tau siapa pria itu, bahkan ketika dirinya mencari tau di situs internet, yang muncul hanya namanya dan perusahaannya. Selain itu, tak ada apapun yang muncul, semuanya seolah diblokir dari media. Kemunculannya begitu misterius, tiba-tiba saja dia mengajukan pernikahan.

"Kau sudah siap?" tanya Pria itu pada Emily.

"Tentu" jawab Emily, sambil mengacungkan data dirinya pada laki-laki itu.

"Ayo, kita sudah di tunggu di dalam?" ajaknya lagi.

Mereka pun diminta untuk melengkapi data-data yang ada. Emily hanya bisa terdiam sambil mengisi data itu, pikiran yang kacau tak memberinya izin untuk berpikir jernih. Dia bahkan berharap ini adalah mimpi, namun ini begitu nyata untuk menjadi mimpi yang terjadi di siang hari. Tak lama kemudian, akta pernikahan mereka pun jadi. Kini Status Emily telah berubah. Emily keluar dari kantor itu dengan perasaan tak percaya.

"Aku telah menikah" ujarnya sambil menatap akta pernikahan mereka.

Related chapters

Latest chapter

DMCA.com Protection Status