Sesampainya di Duchy, Vania langsung menuju mansion utama tempat Kakaknya tinggal. Barang-barangnya pasti akan ditangani oleh para karyawan dengan baik.
Langkahnya buru-buru dan tergesa-gesa seperti tengah dikejar sesuatu yang menakutkan. Ketika sampai dan melihat kondisi Kakaknya, kaki Vania lemas tak berdaya, Dia terjatuh di lantai yang dingin. Matanya langsung berair, air matanya merembes keluar jatuh ke pipinya. Vania tak percaya dengan apa yang dilihatnya lalu dia mencoba mencubit lengannya dengan sangat keras.
'Sakit...' Maka itu adalah kenyataan dan bukan khayalan. Hatinya meratapi nasib Kakaknya. Kakak satu-satunya dan keluarga satu-satunya.
Dokter Allen yang berdiri di samping ranjang tempat Kakaknya berada hanya bisa memandangi Vania dengan kaget. Ketika Dokter Alen tahu Vania jatuh di lantai yang dingin, Dia reflek bergegar menuju ke arahnya untuk membantunya berdiri.
Vania melihat tidak ada harapan. Mata kakaknya terpejam, seluruh tubuhnya penuh luka, sepertinya tulang kaki, lengan dan bahu Kakaknya patah karena Vania melihat pernah yang melilit tubuh Kakaknya.
"Bagaimana kondisi Duchess Dokter Allen?" Tanya Vania memastikan, Dia ingin tahu kondisi jelasnya, karena itu akan mempengaruhi nasibnya juga.
Badannya sudah berdiri karena dibantu Dokter Allen dan salah satu wanita yang sepertinya Dia adalah asisten Dokter Allen.
"Tidak berbeda jauh dengan kondisi Duke, Nona"
Vania terdiam membeku.
'Bagaimana ini? bagaimana? Bagaimana jika Kakak juga akan pergi menyusul Ibu dan Ayah, Apa yang akan terjadi padaku' di kepalanya dipenuhi dengan pertanyaan negatif dan hal-hal yang belum terjadi. Itu menakutkan bagi Vania. Sepanjang hidupnya, Dia hanya harus memikirkan dirinya sendiri tanpa memikirkan orang lain.
"Tuan muda dan Nona muda juga mengalami syok berat Nona, mereka selalu pingsan jika melihat kondisi Duke dan Duchess." Ucapan Dokter Allen membuyarkan aneka pertanyaan Vania. Setelah mendengar ucapan Dokter Allen, Vania menoleh ke arah Dokter Allen dengan tatapan kosong.
'Ah... Kakak punya dua orang anak.'
Vania adalah adik satu-satunya dari Adipati Gama. Meskipun adik satu-satunya, Vania tidak cukup dekat dengan istri dan anak kakaknya. Kakaknya Gama, selalu sibuk dengan kelas suksesinya, sedangkan Vania yang terlahir tanpa mana itu hanya selalu mendapatkan kelas keperempuanan dan setelah itu Vania sudah dikirim ke akademi sejak usianya 9 tahun dan Dia hanya pulang setahun sekali ketika liburan akademi. Itu pun sebagian waktu Dia habiskan di dalam kamar atau taman untuk membaca buku. Jadi ketika Kakaknya menikah dan punya anak, Vania tidak cukup dekat dan akrab dengan mereka.
"Baiklah Nona, sebaiknya Nona segera beristirahat saja. Kalau ada apa-apa akan Saya kabari dengan segera. Untuk berjaga-jaga saya akan disini menemani Yang Mulia."
"Terima kasih banyak Dokter Allen," kata Vania, lalu Dia melangkah ke kamar sebelah lewat pintu yang terhubung dengan kamar Duke. Di kamar sebelah terbaring Duchess dengan kondisi serupa, matanya terpejam dengan luka lebam seperti luka jatuh, lengan tangannya juga sepertinya patah. Vania mengamatinya dengan seksama. Di sampingnya sudah ada perawat yang merawat Duchess dengan sungguh-sungguh.
Setelah melihat kondisi keduanya, Vania menuju paviliun barat tempat Dia tinggal. Dari dulu Vania memang selalu tinggal di paviliun barat. Dia tidak mau tinggal di mansion utama karena takut mengganggu privasi Kakaknya dan istrinya. Toh setelah Vania udah dikirim ke akademi sedati kecil tak dekat dengan Kakaknya juga, maka Vania memilih membangun tembok untuk semakin terasing dengan keluarganya sendiri
Sesampainya di kamar, Vania membuka kopernya dan merapikan barang-barangnya. Dia lalu mandi dan merebahkan badannya sebentar. Baru saja dia hampir terlelap karena lelah, tiba-tiba terdengar suara ketukan pintu dengan buru-buru.
"Tok..tok..tok.. Nona Vania!" teriak seorang pelayan. Vania mengenali suara tersebut, itu suara Ani, pelayan yang terbiasa membantunya ketika dia sedang ada di mansion.
"Masuk saja," kata Vania menyuruh orang yang sedari tadi heboh mengetuk kamarnya.
"Krieekkk..." suara derit pintu terbuka.
Vania bangun dari tempat tidurnya. Dia berdiri sembari membenarkan gaunnya.
Wajah Ani sangat panik, belum juga Dia sampai di dekat Vania, mulutnya sudah terbuka dan bicara dengan gagap "Anu Nona... Duke..."
"Duke?"
"Iya Nona, Duke dan Duchess..."
Wajah Ani menjadi sangat pucat, jari-jari tangannya saling meremas satu sama lain.
"Duke dan Duchess baru saja meninggal."
Mata Vania melotot, tenaga kakinya telah meninggalkannya dan sekali lagi Dia terjatuh di lantai yang dingin. Badannya gemetar karena syok.
Dia tahu bahwa kabar tersebut bukan hanya sekedar kabar duka, melainkan kabar akan perubahan dalam hidupnya juga. Seketika pikirannya kosong.
Siapa yang menyangka bahwa kepulangannya saat ini adalah pertemuan terakhirnya dengan Kakak laki-lakinya dan Kakak Iparnya. Wajahnya menjadi sangat pucat pasi bagai tak bernyawa.
Setelah Duke dan Duchess of Ansel dinyatakan meninggal. Pemakaman segera diadakan selama beberapa hari. Banyak pelayat berdatangan ikut berduka. Suasana hari itu juga kelam, langit yang mendung juga menandakan bahwasanya mereka juga ikut berkabung melepas 2 orang tersebut. Gerimis kecil ikut mengiri kepergian dua orang tersebut. Para pelayat yang membawa payung hitam segera membuka lebar untuk melindungi diri.Dalam suasana berkabung tersebut para pengikut Duke of Ansel ribut untuk menanyakan siapa yang berhak mewarisi Duchy tersebut. Karena posisi Duke tidak boleh kosong terlalu lama, bahkan kalau itu barang 1 atau dua hari.'Beraninya mereka meributkan hal itu disini.' Vania geram tapi juga tidak bisa berbuat apa-apa.Vania bahkan tidak bisa mengendalikan dirinya sendiri. Untuk bisa berdiri dengan tegak saja Dia harus dibantu Ani di sepanjang pemakaman. Kedua keponakannya malah justru terlihat sangat tegar. Mereka semua berdiri tegak sepanjang pemakaman. Bahkan air mata saja tida
Nedd, tahu betul sifat Duke. Dia pasti menuliskan wasiat tersebut dengan berfikir jauh. Surat wasiat Duke ditulis saat anak kedua lahir. Saat itu peperangan kerap terjadi dan Dia juga kerap dikirim untuk pergi berperang. Dia menulis surat wasiat tersebut saat di kirim ke perang melawan Kerajaan Exaliban. Duke pasti mengira bisa saja Dia pulang tinggal nama karena Kerajaan tersebut terkenal sangat kejam dan kekuatan militernya yang luas biasa. Kerajaan Merden bisa menang berkat bantuan Pasukan Jedi, tentara bayaran yang pasukannya lebih tangguh ketimbang pasukan dari Exaliban. Duke pasti sudah tahu kalau pihak dari keluarga Istrinya akan ikut campur. Istrinya, Elis berasal dari keluarga Count yang miskin. Mereka bisa menikah karena bertemu di akademi. Gama yang tidak mempermasalahkan asal keluarga Elis pun menikah setelah kedua lulus dari akademi, meski mendapatkan pertentangan dari para tetua, Gama tetap menikahi Elis dengan sederhana. Setahun setelah menikah, para tetua akhirnya bungk
Pikiran Vania campur aduk. Bagaimana mungkin dalam sehari dirinya menjadi seorang penguasa wilayah dan bahkan sekarang Dia akan punya dua orang anak untuk dibesarkan. Vania tidak pernah terpikirkan untuk menikah atau memiliki anak bahkan di usia muda. Vania yang bercita-cita melajang seumur hidup tidak pernah terpikirkan untuk memiliki pasangan dan anak. Karena hal tersebut menurutnya sedikit memusingkan dan cukup merepotkan. Negaranya adalah negara dimana seorang perempuan hanya harus melayani laki-laki dan anaknya, tanpa mempertimbangkan keinginan dan potensinya. Perempuan hanya tahu kalau Dia harus cantik, merawat diri dan keluarganya saja. Potensinya terkubur dalam kebiasaan masyarakat yang merugikan perempuan. Vania yang ingin mandiri tanpa harus mengandalkan laki-laki untuk hidup itu bersikeras untuk mengubah kebiasaan negaranya itu. Cukup nyentrik memang idenya tapi juga agak ekstrim mengingat hal tersebut tidak umum di masyarakat.Vania mengerutkan keningnya. Sekarang, dir
Sudah waktunya makan siang, tapi Vania masih berkomunikasi dengan Pengacara Nedd. Sejauh ini, semua agendanya berjalan lancar. Berbicara dengan Butler Jeff juga lancar. Karena Dulu Duke Gama dibantu Duchess Elis dalam mengelola mansion, Vania meminta bantuan Butler Jeff dalam mengelola mansion. Urusan internal mansions tidak sepenuhnya bisa Dia pegang, jadi Dia ingin mempercayakan Jeff untuk mengelola mansion. Tentu Dia tidak akan tinggal lempar, Vena hanya akan memantau untuk memastikan semuanya berjalan baik tanpa ada kendala. Vania masih butuh waktu untuk adaptasi dan belajar bagaimana cara mengelola mansion yang luas ini, apalagi terkait anggaran, Vania masih belum terbiasa.Sebetulnya Vania sangat pandai berhitung, tapi karena Dia tidak pernah menerima pendidikan suksesi maka semuanya adalah hal baru bagi Vania."Kruuuuk..." perut Vania berbunyi cukup nyaring. Bunyi tersebut membuat Vania malu, Dia bahkan menundukkan kepalanya karena malu jika harus bertatapan dengan Viscount Ned
Semua jadwal padat Vania yang melelahkan bisa dilalui Vania dengan sangat baik. Ini bukan pertama kalinya Vania mendapatkan jadwal yang padat. Saat dia mulai bersekolah di akademi hingga menjadi siswi menengah, Vania sudah mendaftar sebagai asisten profesor sehingga jadwal padat sehari-hari bukanlah sesuatu yang baru baginya. Itu adalah makanan sehari-harinya. Dia bisa menyesuaikan hal tersebut dengan baik. Mengatur waktunya dengan menyelesaikan permasalah Duchy satu persatu menjadi rutinitasnya. Tapi ini pertama kalinya, kepalanya dipenuhi oleh hal-hal baru dan semua hal baru tersebut penuh dengan tanggung jawab. Ada banyak orang yang akan bergantung dengan dirinya untuk kedepannya. Dia bahkan harus memikirkan nasib orang yang tidak pernah Ia kenal hanya karena mereka menjadi rakyat Kadipaten of Ansel. Tukang daging, tukang roti, penjual bunga, tukang kayu, tukang gerabah sampai bayi yang baru lahir pun kini jadi tanggung jawabnya selama Dia menjadi rakyat Duchy of Ansel.'Bukanka
Pagi itu Vania juga sarapan di kamarnya. Hara datang seperti biasa untuk melayaninya. Tapi hari ini Vania mendapatkan kabar dari Hara bahwa, Lalisa akan datang ke kadipatennya.'Ini adalah awal hari yang buruk,' mendengar kabar tersebut membuat Vania jadi kehilangan semangatnya. Saat mengingat jadwalnya hari ini, Vania sadar bahwa jadwalnya hari ini lumayan berat dan melelahkan. Hari ini Dia menjadwalkan untuk berkeliling dan meninjau beberapa pabrik textile peninggalan mendiang Duke.'Bukankah pemakaman saja Dia tidak datang, tapi setelah dapat surat Ayahnya dia langsung datang kemari.'Tindakan semacam tidak tahu diri itu sepertinya sangat melekat di keluarga Zergnet.Lalisa Zergnet adalah seorang perempuan yang usianya 4 tahun lebih muda dari Vania, itu artinya Dia sekarang berusia 18 tahun. Dia bersekolah di Akademi Zen yang ada di Kerajaan Beshy.Vania pernah bertemu sesekali dengan Lalisa, terakhir sekitar 2 tahun yang lalu. Vania yang saat itu menjadi perwakilan delegasi dari
Badan Vania sudah sangat lelah, bahkan makan siangnya tadi di restoran yang terkenal dengan kemewahan dan rasa hidangannya tidak begitu terasa nikmat. Setelah berkeliling beberapa pabrik dan mendengarkan keluh kesah dari masing-masing penanggung jawab pabrik, Vena menjadi kelelahan secara mental. Dia terlalu banyak mendengarkan keluahan sehingga pikiran negatif menumpuk di kepalanya.Di dalam kereta Dia membayangkan, setelah sampai Dia akan berendam dengan air hangat yang ditaburi bunga mawar. Rasanya pasti sangat nikmat. Setelah itu Dia baru makan dan tidur dalam pelukan kasur empuknya. Ya, Vania cukup merindukan kasur empuknya itu.'Astaga, apa sedang aku pikirkan' kata Vania tersadar, Dia hari ini juga harus meninjau dokumen wilayah Hydra yang terkenal dengan ekspor furnitur. Dia harus membuat peraturan mengenai ekspor furnitur agar gampang mengirim ke luar Kerajaan Merden. Banyak sekali pekerjaan yang harus segera diselesaikan. Hidupnya menjadi lebih sibuk. Setiap akan tidur Dia
Lemari yang tengah terbuka tersebut memperlihatkan gaun-gaun indah koleksi desainer ternama."Astaga... lihatlah gaun berwarna hijau cerah tersebut. Itu adalah karya desainer Finn yang sedang naik daun" katanya tertawa senang. Kesha yang bingung melihat tingkah Lalisa hanya bisa diam mengamati. Rasanya ada perasaan aneh dan bersalah bahwa Dia sudah mengajak Bibinya Lalisa untuk memasuki kamar Ibunya.Tak berapa lama, Kinan yang tak sengaja lewat kamar Ibunya memergoki kamar yang terbuka. Begitu Dia tahu bahwa Bibinya Lalisa dengan senang menempelkan gaun-gaun indah dan mewah ke badannya , Kinan menjadi sangat marah. Begitu kurang ajarnya orang tersebut. Tanah makam Ibunya bahkan belum kering dan Dia sudah melihat orang asing yang katanya masih saudaranya tersebut datang mengacak-ngacak kamar Ibunya.Dan begitulah insiden kemarahan tersebut berlangsung hingga Vania datang. Count dan Countess Zergnet yang tengah pergi ke luar mansion pun tidak tahu apa yang dilakukan anaknya."Apa yang