Ainsley sama sekali tak melepaskan pandangannya dari ayahnya. Ia terus saja memperhatikan ayahnya yabg bergerak lincah namun kalah jumlah. Ayahnya sudah mengalahkan dua diantara musuh-musuhnya. Namun masih ada dua musuh yang sangat tangguh, menyerang ayahnya bertubi-tubi secara bersamaan. Ainsley meringis melihatnya. Ia tak tega melihat ayahnya di pukuli seperti itu. Ayahnya mulai lemah, gerakannya tak segesit tadi, pukulannya tak sekuat tadi. Pikiran Ainsley mulai melayang membayabgkan hal yang tidak seharuanya ia bayangkan.
"Ya Tuhan ... kumohon ... lindungilah daddy. Jika aku bisa aku pasti akan membantunya." Ainsley tak henti-hentinya memanjatkan doa.
Ainsley meraih ponselnya, hendak menghubungi Dixon lagi namun ia urungkan. Karena ia takut mengganggu konsentrasi menyetir Dixon.
Ainsley mulai tak tenang karena ayahnya sudah hampir kalah. Tidak, ayahnya sudah kalah. Dua penjahat itu mengeroyok ayahnya tanpa memberi ampun. Sepertinya mereka memang ingin merenggut
Tok tok tok!Suara pintu di ketuk mengusik pemilik rumah yang tengah dusuk santai menikmati serial televisi yang ia tonton. Seorang itu pergi untuk membukakan pintu meski masih ingin menonton.Ceklek."Bibi, tolong—""Ainsley! Dixon, ada apa dengan Ainsley? Kenapa dia?" Brianna sangat terkejut melihat Ainsley yang terlihat berantakan dan ia terpejam berada dalam gendongan Dixon."Nanti aku ceritakan, tolong panggilkan dokter Louis, Bibi. Aku akan membawa Ainsley ke kamarnya lebih dulu. Paman Freddy masih ada di dalam mobil," terang Dixon sambil berlari mengantar Ainsley ke dalam kamarnya."Apa?" Brianna menutup mulutnya yang terbuka lebar. Ia langsung pergi ke mobil untuk memeriksa keadaan suaminya."Freddy!" pekik Brianna histeris."Ya Tuhan ... Freddy, apa yang terjadi dengan dirimu dan putri kita?" Brianna menangis."Bibi, tolong bantu aku memapah paman ke dalam," kata Dixon yang sudah kembali dari kamar Ainsley."Iya, a
Emily mengendarai mobil Ainsley dengan sangat hati-hati. Bukan apa-apa, itu adalah mobil yang dirancang khusus, yang spesial dihadiahkan untuk Ainsley dari ayahnya. Emily tidak ingin mobil itu lecet sedikitpun.Emily memiliki urusan mendesak dan mengharuskan ia datang ke kampus karena urusan kelulusannya itu. Dan setelah ia menyelesaikan urusannya Emily langsung mengendarai mobil Ainsley untuk di pulangkan.Sebenarnya Ainsley sudah menyuruh Emily untuk membawa pulang mobilnya saja, tetapi entah mengapa tiba-tiba Emily merasa perasaannya tidak enak. Ia tiba-tiba terpikirkan Ainsley, dan itu sangat mendorong Emily untuk segera menemui Ainsley.Sambil menyetir Emily sambil menelpon Ainsley karena sudah sangat gelisah. Ini pertama kalinya Emily merasa seperti ini. Perasaannya mengatakan bahwa sesuatu yang buruh terjadi pada Ainsley. Namun Emily berdoa semoga Ainsley selalu dalam lindungan Tuhan.Tuut ... tuut ....Cukup lama Emily menunggu panggilannya terj
"Ainsley, Sayang, k-kau sudah bangun?" Brianna seketika menghampiri Ainsley dan memeluknya. Dixon hanya bisa tersenyum lega, ia ingin memeluk kekasihnya tetapi Brianna masih memeluknya."Ainsley, kau tidak apa-apa, Sayang?" tanya Brianna lagi.Ainsley mengangguk-angguk. "Aku baik-baik saja, Mom," balas Ainsley."Syukurlah, Sayang, mommy lega.""Daddy, Mom, daddy kenapa? Mengapa daddy ... tidur?" tanya Ainsley pelan dan hati-hati. Karena seingatnya tadi ayahnya masih sadar, dan bahkah memeluknya erat. Ainsley sendiri tidak tahu bagaimana ia bisa terbaring di kamarnya.Apakah dia pingsan, ayahnya juga pingsan? Apa yang terjadi sebenarnya?"Dixon, ada apa dengan daddy? Dan kenapa aku tiba-tiba ada di kamar?" tanya Ainsley karena Brianna tak kunjung menjawab.Dixon melukis senyum tipis. "Tidak apa-apa, Ainsley. Tadi kau pingsan, paman Freddy juga pingsan setelah kelelahan bertarung. Paman Freddy masih butuh istirahat, biarkan dia memulihka
Ainsley memajukan kepalanya dan mendaratkan bibirnya di pipi Dixon.Cup!Dixon tersenyum. Ia mulai terbiasa dengan sikap kekasihnya yang terkadang manja, terkadang bawel, terkadang galak, dan terkadang-terkadang lainnya."Hanya itu?" Goda Dixon."Apa?""Hanya pipi? Aku ingin lebih," kata Dixon sambil menampilkan senyum miring.Ainsley langsung mencubit perut Dixon gemas."Kau pikir aku sedang lemah dan kau bisa seenaknya menindasku?' kata Ainsley ketus."Hei, siapa yang menindasmu? Aku memintanya baik-baik," balas Dixon."Dan aku tidak akan memberinya," kata Ainsley mendengus.Dixon terkekeh lalu menjulurkan tangannya untuk mengelus pipi pucat Ainsley."Bagaimana perasaanmu?" tanya Dixon lembut, membuat Ainsley merasa hangat seketika, dengan sentuhan dan tutur lembut yang Dixon berikan."Aku baik. Dan lebih baik lagi karena kau ada disini," tutur Ainsley tanpa malu-malu.Dixon menatap Ainsley dengan mengan
Tiba-tiba Dixon menarik diri. Mundur saat ia sadar ia hampir melakukan kesalahan."Shit!" Umpat Dixon dengan mata yang berkabut gairah.Ainsley menatap Dixon dengan mata yang sedikit menyipit. Entah apa yang sedang dipikirkan oleh Dixon. Ainlsey merasa ada yang salah."Dixon," panggil Ainsley.Dixon langsung berdiri seketika. "Aku harus pergi," kata Dixon hampir tanpa spasi, sangat cepat."Kenapa tiba-tiba? Kau bilang kau akan menemaniku sampai aku tidur," kata Ainsley merengek."Ainsley, aku—" Dixon tak melanjutkan kalimatnya, ia mengepalkan tangannya sangat kuat."Kenapa?" tanya Ainsley lagi. Entah, mengapa dia sangat polos?"Ainsley, aku tidak bisa. Aku ... aku tidak ingin kalau aku sampai lepas kendali. Aku laki-laki normal, Ainsley, aku bisa saja melakukan hal buruk terhadapmu, hal yang tidak kau inginkan." Dixon berujar panjang. Ia sengaja berbicara sejelas-jelasnya karena dia pikir Ainsley terlalu polos untuk diajak bicara denta
Beberapa hari kemudian ....Freddy sudah kembali pulih. Dua hari kemarin dia tidak pergi ke kantor karena lebam-lebamnya yang menyeramkan takut akan menakuti para karyawannya. Tapi hari ini Freddy sudah beraktifitas seperti biasa."Dad," seru Ainsley yang masuk ke ruangan ayahnya tanpa permisi."Ainsley, ada apa?""Aku hanya ingin melaporkan hasil penjualan RSE BRIGHTENING. Kau mau lihat sekarang atau nanti, akan aku simpan dulu kalau kau masih ada pekerjaan lain," jelas Ainsley."Hm, letakkan saja disini, Ainsley, daddy sudah hampir selesai memeriksa data ini," balas Freddy."Baiklah, Dad." Ainsley meletakkan map yang ia bawa tadi."Ah ya, Ainsley, apa Dixon akan menjemputmu nanti?" tanya Freddy tidak mengalihkan landangannya dari laptopnya."Hm, dia belum mengatakan apapun. Memangnya kenapa, Dad?""Tidak, daddy akan tenang jika kau pulang bersamanya karena sepertinya daddy memiliki kepentingan di luar nanti," jelas Freddy.
"Hai, sudah lama menunggu?" tanya Ainsley yang baru saja keluar dari gari gedung Emperor dengan langkah ssmangat dan wajah ceria karena dijemput sang kekasih."Tak apa, aku rela menunggu bahkah satu tahun jika untuk dirimu," balas Dixon merayu."Dasar perayu! Aki serius, Dixon.""Hahaha ... tidak, aku belum lama menunggu," balas Dixon setelah tertawa."Mau pulang sekarang?" tanya Dixon.Ainsley mengangguk. "Ya, ayo."Dixon pun membukakan pintu untuk kekasihnya. "Terima kasih," kata Ainsley. Dixon mengangguk lalu berlari mengitari setengah body mobil untuk ikut masuk ke dalam mobil, pada balik kemudi."Tumben sekali kau minta di jemput? Biasanya aku yang memintamu pulang bersamaku," tanya Dixon seraya menyalakan mesin mobil."Oh, itu, daddy yang menyuruhku. Katanya daddy tidak akan cemas jika aku pulang bersamamu, karena daddy sedang ada urusan penting di luar jadi tidak bisa pulang bersamaku," jelas Ainsley. Dixon mengangguk sa
Ainsley masuk ke dalam rumahnya diikuti Dixon di belakangnya."Aku pulang ...." seru Ainsley sambil berjalan masuk langsung ke dapur untuk meletakkan belanjaan yang dibawa Dixon."Sepertinya mom dan dad ada di ruang tengah, ayo kesana," ajak Ainsley. Dixon mengangguk patuh."Mom,—grandpa?""Oh, Ainsley, kau sudah pulang?"Ainsley langsung berlari berhambur memeluk kakeknya."Oh, cucu kesayangan grandpa," kata James memeluk cucunya mesra.Iya, cucu kesayangan, kan hanya satu saja cucunya, hahaha ...."Kapan grandpa datang? Mengapa tidak memberitahuku?" tanya Ainsley."Belum lama, grandpa datang bersama daddy setelah pulang dari kantor polisi," jelas James.Ainsley mengerutkan kening. Oh, ternyata benar ayahnya pergi ke kantor kepolisian tadi."Dixon, ayo kemari. Kau tidak lelah berdiri disana?" tanya Ainsley seraya melambaikan tangan agar Dixon ikut bergabung.Dixon melebarkan senyum lalu berjalan mendekat.