"Lebih baik kamu tidak tahu!" hardik Emi menarik tangan Rose agar tidak menghalangi pintu. "Kamu jangan berbuat aneh-aneh!" Rose memperingatkan Emi.Sambil membuka pintu Emi berkata, "tidak ada yang berbuat aneh-aneh! Aku hanya ingin menolong seseorang ke luar dari masalahnya."Setelah itu, Emi pergi tergesa-gesa dengan tangan menyembunyikan pakaian dayang miliknya."Emi!" panggil Rose berharap temannya itu tidak pergi, tapi panggilannya hanya dianggap angin lalu. Pintu pondok herbal segera dibuka Virgolin begitu mendengar ketukan di pintu. "Hamba sudah mendapatkan pakaian dayang!" Emi memberikan pakaian dayang miliknya pada Virgolin."Good job!" Mata Virgolin berbinar melihat pakaian dayang yang ada di tangannya."Kapan tabib akan pergi dari sini?!" tanya Emi. "Lebih cepat, lebih baik. Aku tidak mau berlama-lama tinggal di istana ini.""Di luar banyak prajurit yang berjaga. Tabib harus hati-hati," Emi memperingatkan. Sejenak Virgolin diam menatap dalam wajah Emi, kemudian berser
Seutas senyum samar terukir di bibir Virgolin. Dirinya telah memantapkan hati untuk segera pergi dari istana Voresham. Langkah kaki kecilnya menyusuri jalan setapak yang berbatu, menginjak ilalang kecil sampai hilang dari pandangan Emi."Akhirnya wanita itu pergi juga," gumam Emi tersenyum puas. "Aku tidak perlu repot-repot mengotori tanganku untuk menghilangkannya dari pandangan Putra Mahkota Pangeran Pisceso karena wanita doakan itu telah pergi sendiri."Emi segera masuk kembali ke dalam istana setelah memastikan Virgolin telah hilang dari pandangannya. Hatinya puas, sangat puas. "Emi!" Rose memanggil.Emi menghela napas, "dia lagi, dia lagi!" gumamnya berhenti dari langkah, menoleh melihat pada Rose kesal."Aku mencarimu kemana-mana!" semprot Rose terlihat marah. "Banyak pekerjaan di dapur. Kau malah keluyuran entah ke mana!"Emi memutar bola mata dengan bibir komat kamit menirukan Rose.Rose hendak bicara lagi, tapi dua orang penjaga bertubuh tinggi besar datang ke arah mereka be
Virgolin menarik syal yang menutupi kepalanya semakin ke depan agar wajahnya tidak terlihat dengan jelas."Aku bicara denganmu. Kenapa tidak menjawab?!" tanya wanita tersebut."A-aku seorang pengembara," kalimat yang meluncur begitu saja ke luar dari bibir Virgolin tanpa berpikir panjang."Pengembara?!" tanya wanita tersebut tak percaya. "Dari pakaian yang kamu kenakan, sepertinya kamu seorang dayang istana.""Astaga gue lupa!" Virgolin melihat bajunya sendiri. "Bodoh! Kenapa gue tidak kepikiran dayang istana," hatinya bicara sendiri merutuki kebodohannya. Wanita tersebut tetap berdiri di depan Virgolin bahkan lebih intens melihat ke arah wajah Virgolin yang berusaha menghindar.Virgolin tersenyum samar. "Aku harus pergi."Kriuuk!Kriuuuk!Terdengar naga-naga kecil dalam perut Virgolin bernyanyi."Kau lapar?!" tanya wanita tersebut tersenyum mendengar suara dari perut Virgolin."Sialan banget nih cacing, pake acara bunyi segala. Tidak tahu tempat dan situasi," gerutu Virgolin kesal d
Waktu terus berlalu, tapi hujan tak kunjung reda bahkan terlihat semakin deras. "Kapan hujan ini akan reda? Kalau begini terus menerus, aku tidak bisa pergi," gumam Virgolin."Jika kamu mau, kamu boleh tidur di rumahku ini," Airin seakan tahu kegundahan yang dirasakan Virgolin. "Sebentar lagi, hari akan berganti malam. Akan sangat berbahaya untukmu berjalan di malam hari.""Aku harus segera sampai ke tempat tujuanku. Lebih cepat, lebih baik.""Terserah kamu saja, tapi saranku lebih baik kamu melanjutkan perjalanan besok pagi saja. Melanjutkan perjalanan di malam hari tentunya akan banyak mengundang resiko, apalagi kamu seorang wanita. Bagaimana kalau tiba-tiba kamu bertemu orang jahat? Tentunya itu akan sangat berbahaya."Seketika bulu kuduk Virgolin meremang. Apa yang dikatakan Airin benar-benar sangat mengerikan. Jika itu terjadi, sudah tentu dirinya tidak bisa pulang lagi ke dunianya dan mati ditempat yang begitu asing tanpa diketahui oleh orangtua dan sanak saudaranya. "Tempat t
Dua orang pria berpostur tubuh tinggi tegap serta berpakaian prajurit berdiri depan pintu."A-ada apa?!" tanya Airin gugup sekaligus kaget rumahnya didatangi prajurit istana.Salah satu dari dua orang tersebut mengeluarkan selembar kertas dari balik bajunya. "Apa kau melihat wanita ini?!"Kertas putih dengan gambar lukisan wajah seorang wanita diperlihatkan pada Airin. "Bukankah ini si Virgolin," bisik hati kecil Airin dalam hati begitu melihat lukisan wajah."Apa kau melihat wanita ini?!" tanya pria tersebut tegas mengulang pertanyaannya. Airin menggeleng. "Ti-tidak. Aku tidak pernah melihatnya," jawabnya berusaha menekan kegugupan agar tidak dicurigai. "Geledah rumah ini!" seru salah satu pria tersebut, tidak percaya begitu saja dengan apa yang dikatakan Airin. Tiga orang prajurit datang dari arah samping rumah membuat Airin terkejut. "Eh, kalian mau apa? Tidak ada wanita itu di sini!" seru Airin mencoba menghalangi tiga prajurit yang hendak masuk. "Minggir!" salah satu dari me
Kedua bola mata Virgolin terbuka lebar. Otak kiri dan kanannya sudah tidak bisa bekerja lagi. Kaget bercampur takut menyatu padu tersirat pada wajahnya yang pucat pasi.Wussh!Angin berkelebat sangat cepat bagai kilatan petir. Virgolin merasakan tubuhnya melayang dalam dekapan seseorang. "Kamu tidak apa-apa?!" suara pria yang bertanya menyadarkan Virgolin dari rasa terkejutnya. Virgolin telah berpindah tempat, berdiri ditepi jalan. Bukan sapi yang ada di depan matanya, tapi pria cukup umur yang berdiri di hadapannya."Untung saja aku cepat menolongmu," sambung pria tua tersebut. "Lihatlah itu, sapinya mengamuk."Virgolin mengalihkan tatapannya dari pria tua tersebut pada sapi yang sedang berusaha ditangkap oleh beberapa orang pria dewasa."Sapi gila seperti itu sangat berbahaya jika dibiarkan berkeliaran," ucap pria tua tersebut. Virgolin menelan saliva, menenangkan hati dan detak jantungnya bak irama genderang di medan perang bahkan jari jemari tangannya sampai gemetar. Pria tua
Salim mendekati salah satu dari dua prajurit tersebut. "Dua bocah tengik ini selalu membuat kekacauan di desa ini. Sudah banyak orang terutama para wanita yang menjadi korban otak mesum kedua bocah tengik ini!""Mereka berdua licin bagai belut. Bagus kau telah menghajarnya Salim," puji salah satu prajurit. "Bawa saja si Jamal dan Jamil itu!" seru Salim, "biar aman kampung kita ini dari orang tidak berguna seperti mereka."Jamal dan Jamil hanya bisa pasrah ketika diseret paksa. Wajah lebam serta badan babak belur menjadi oleh-oleh keduanya menuju ke tempat hukuman. Virgolin bernapas lega, ternyata dua orang prajurit tersebut tidak mengetahui keberadaanya dan yang lebih utama bukan mencari tentang dirinya. "Nyonya, anda baik-baik saja?!" tanya Salim berdiri depan Virgolin yang sedang melihat dua orang prajurit menyeret Jamal dan Jamil."I-iya," jawab Virgolin terkesiap kaget."Mereka dua orang yang sering mengganggu dan membuat kekacauan di desa ini," jelas Salim. "Julukan mereka Ja
Hiaat!Hiaat!Suara derap kaki kuda yang membawa rombongan Putra Mahkota semakin jauh dari pandangan Virgolin. "Bagaimana ini?! Haruskan aku pulang kembali ke Istana Voresham atau ,,,," Virgolin bicara sendiri, berdiri tepi jalan berbatu di antara debu jalan berterbangan yang ditinggalkan dari derap kaki kuda rombongan Pisceso. Putra Mahkota seakan menyadari sesuatu yang memanggil jiwanya. Sambil memacu kuda, Pisceso menoleh ke belakang. "Kenapa aku seperti mendengar seseorang menyebut namaku?" gumamnya, tapi tak terlihat siapapun dibelakang kecuali debu yang berterbangan menghalangi pandangan."Pangeran, ada apa?!" tanya Jidan melihat putra mahkotanya melihat ke belakang. "Tidak ada apa-apa!" teriak Pisceso mengimbangi suara derap kaki kuda.Hiaat!Hiaat!Pisceso semakin memacu kudanya dengan cepat bak anak panah yang baru melesat dari tempatnya. Hati dan pikirannya selalu teringat dengan Virgolin, gadis dari dunia lain yang telah diculiknya.Istana Voresham berdiri megah depan ma