Dokter Virgolin tercengang, apa yang barusan dilakukannya sangat diluar nalar. Tangan yang memegang belati langsung dilepas, tapi belati tak jatuh.
Pangeran Pisceso menunduk melihat ke bagian perutnya sendiri. Belati emas kesayangannya, tertancap manis di perut berototnya."A-apa, apa yang telah ku lakukan?!" Dokter Virgolin menatap tak berkedip pada perut Pangeran Pisceso. Panas dan perih menjalar ke seluruh tubuh Pangeran Pisceso. Jari tangannya meraba berlati. Cairan merah kental begitu nyata nampak di jarinya."A-aku ,,,," gugup Dokter Virgolin. "A-aku ti-tidak sengaja," ucapnya terbata."Kau ,,," Pangeran Pisceso tak bisa berkata, wajahnya meringis menahan sakit. Dokter Virgolin menutup bibir dengan kelima jari tangan kanannya begitu melihat jari tangan Pangeran Pisceso berlumur darah.Semua orang terkejut, apalagi sang raja dan Tabib Cole."Apa yang kau lakukan?! Kau, kau ,,," seru Tabib Cole."A-aku tidak sengaja," ucap Dokter Virgolin ketakutan, melihat ke semua orang satu per satu sampai tatapannya bertabrakan dengan Raja Theodore."Kau pembunuh!" seru Raja Theodore. "Tangkap wanita itu!""A-aku tidak se-sengaja." Betapa takutnya Dokter Virgolin melihat prajurit berpakaian lengkap langsung mengepung dirinya. Pangeran Pisceso meringis kesakitan, "isshhh." Tubuh tinggi dan kekarnya ambruk di tanah.Dokter Virgolin melihat Pangeran Pisceso dan berseru. "Jangan, jangan kamu cabut belatinya!" Dengan cepat Dokter Virgolin duduk di samping tubuh Pangeran Pisceso yang telentang di tanah menahan sakit."Jangan sentuh putraku!" Suara menggelegar Raja Theodore memenuhi sekitar.Dokter Virgolin tidak peduli. Segera dirobeknya ujung rok yang sedang dipakainya. Kemudian meminta Tabib Cole untuk membantunya. "Cepat bantu aku! Tekan kain ini dengan kuat di sini ketika aku mencabut belati ini!"Tabib Cole kebingungan, hanya berdiri saja melihat Pangeran Pisceso."Cepat!" bentak Dokter Virgolin. "Aku akan menarik belati ini untuk menolongnya!"Tabib Cole langsung duduk di samping Pangeran Pisceso, berseberangan dengan Dokter Virgolin. "Begitu belati ini aku cabut, kau langsung menekan lukanya dengan kain ini kuat-kuat!" Dokter Virgolin memberi pengarahan. "Kau mengerti?!"Tabib Cole mengangguk. Suara keras dari Raja Theodore kembali terdengar. "Apa yang kau lakukan pada putraku?!"Dokter Virgolin tidak peduli dengan Raja, tangan kanannya bersiap hendak menarik belati, tapi seseorang menarik tubuhnya ke belakang."Hentikan! Apa kau mau membunuhnya?!" Jenderal Axel begitu marah pada Dokter Virgolin."Aku akan menolongnya!" tak kalah galak Dokter Virgolin menjawab. Dengan cepat segera duduk kembali di samping Pangeran Pisceso. Kemudian memberikan aba-aba pada Tabib Cole untuk bersiap."Aaaaaa,,," jerit panjang kesakitan ke luar dari bibir bergetar Pangeran Pisceso ketika belati yang menancap di perut berototnya ditarik Dokter Virgolin.Tabib Cole dengan sigap segera menekan luka dari belati yang tercabut untuk menghentikan darah yang ke luar. Dokter Virgolin juga melakukan hal yang sama, hatinya begitu sangat bersalah apalagi melihat wajah Pangeran Pisceso penuh keringat menahan sakit yang sangat luar biasa."Aaa,,," rintihan ke luar dari bibir Pangeran Pisceso, tatapannya kosong melihat wajah Dokter Virgolin."Tabib, tolong ambilkan obat pereda nyeri dari dalam tasku," pinta Dokter Virgolin. "Tapi ,,,," "Biar aku yang menekan luka ini! Cepat!" seru Dokter Virgolin.Segera Tabib Cole membuka tas Dokter Virgolin. "Yang mana?!" tanyanya bingung apa yang harus diambil."Itu!" tunjuk Dokter Virgolin dengan matanya. "Yang wadah kecil itu!""Ini!" Tabib menunjuk pada benda lain."Botol kecil!" seru Dokter Virgolin kesal.Wajah Pangeran Pisceso begitu pucat, sakit di perutnya sangat luar biasa. Walau sering terkena luka setiap pulang dari medan perang, tapi baru kali ini merasakan perutnya ditusuk. Dengan cepat Dokter Virgolin segera mengeluarkan dua butir pil dan segera memasukannya ke dalam mulut Pangeran Pisceso. "Cepat telan obat ini biar lukamu tidak terlalu sakit!"Semua orang berdiri melihat apa yang dilakukan Dokter Virgolin. Begitu juga dengan Raja Theodore.Perlahan napas Pangeran Pisceso berangsur normal. Sakit di perutnya tidak begitu terlalu nyeri seperti tadi. "Untung kamu punya otot perut yang kuat, jadi belati tadi tidak terlalu dalam masuk ke dalam perutmu," celoteh Dokter Virgolin merasa lega melihat Pangeran Pisceso sudah tenang walau ada meringis di wajahnya. "Kamu juga, kenapa tidak menghindar sewaktu aku menusuk perutmu itu?! Bukankah kamu hebat bermain pedang, menghadapi belati kecil saja tidak bisa!" cerocos Dokter Virgolin tidak menyadari semua orang menatap geram padanya."Tutup mulutmu!" bentak Raja Theodore. "Pengawal! Bawa wanita ini dari sini! Kurung dia!"Dua orang pengawal bertubuh besar langsung maju hendak menarik tangan Dokter Virgolin dari samping Pangeran Pisceso, tapi tanpa diduga, Pangeran Pisceso melarangnya. "Apa maksudmu?!" tanya raja pada putranya.Pangeran Pisceso mengambil napas terlebih dahulu sebelum bicara dengan menahan sakit. "Ayahanda, tabib dari langit tidak sengaja melakukan itu semua," ucapnya pelan.Dokter Virgolin langsung mengangguk berulang-ulang. "Iya, iya betul apa yang kamu katakan itu. Aku memang tidak sengaja! I'm swear!" sambil mengacungkan dua jarinya ke atas."Ayah," panggil Pangeran Pisceso. "Aku tidak apa-apa. Ayah jangan khawatir. Bagiku, ini hanya luka kecil," sambungnya menenangkan ayahnya kemudian berusaha untuk duduk. "Eh, kamu mau apa?! Jangan duduk! Nanti lukamu mengeluarkan darah lagi! Jangan banyak bergerak! Sebentar lagi, aku akan menjahit lukamu itu!" tukas Dokter Virgolin."Apa?!""Iya, aku akan menjahit lukamu itu!" Dokter Virgolin kemudian mengambil tasnya dan mengeluarkan alat bedahnya lagi.Pangeran Pisceso termangu melihat beberapa alat bedah yang ada di tangan Dokter Virgolin."Tabib Cole, bantu aku menjahit lukanya Pangeranmu ini!" pinta Dokter Virgolin. "Seperti tadi sewaktu menjahit lukanya ratu. Eh, siapa nama ratumu itu?!" tanya Dokter Virgolin seperti sedang bicara dengan seorang teman."Yang Mulia Ratu Eleanor," jawab Tabib."Bagus sekali namanya, Ratu Eleanor. Tapi ngomong-ngomong, seharusnya ratumu itu sudah siuman."Mendengar apa yang dikatakan Tabib dari langit, semua orang yang mengelilingi Pangeran Pisceso melihat ke arah Ratu yang dijaga Jenderal Axel.Tepat sekali perhitungan Dokter Virgolin. Tak lama kemudian terdengar suara lirih dari bibir Ratu Eleanor."Ratu telah siuman!" seru Jendral Axel.Raja secepat kilat langsung mendekati istrinya. Kedua kelopak mata Ratu Eleanor terlihat bergerak. Suara lirih ke luar dari bibir Ratu Eleanor. "Nghh, hhh.""Sayang, istriku!" Dengan perasaan terharu, Raja meraih tangan Ratu Eleanor. "Akhirnya kamu siuman juga. Kamu tidur begitu lama, aku sangat khawatir."Ratu Eleanor perlahan membuka mata, sejenak terdiam mengumpulkan kesadarannya. "Sakit," gumamnya lirih, meringis ketika merasakan leher sampai dada terasa perih."Iya, istriku. Aku tahu, kamu pasti kesakitan, tapi aku juga tahu, kamu wanita yang kuat. Tetap bertahan, demi aku," ucap Raja pelan dengan tangan mengelus lembut rambut Ratu Eleanor. "Maafkan aku, tidak bisa melindungimu."Ratu Eleanor tersenyum. "Ini bukan salahmu. Aku yang bodoh, tidak bisa melindungi diri sendiri."Selagi semua orang terfokus dengan Ratu Eleanor yang baru saja bangun dari tidur panjangnya. Dokter Virgolin dan Tabib Cole sedang berjuang merawat luka tusuk diperut berotot Pangeran Pisceso.Jerit kesakitan tertahan ke luar dari bibir bergetar Pangeran Pisceso. Luka yang ada di perutnya sedang dijahit Dokter Virgolin dengan peralatan dan obat yang seadanya. "Sudah selesai," ucap Dokter Virgolin tersenyum puas melihat luka tusuk yang diakibatkan dirinya telah selesai dijahit. "Otot perutmu sangat kuat dan juga ,,,," Dokter Virgolin menatap kagum wajah Pangeran Pisceso yang penuh keringat. "Kamu sangat luar biasa! Tanpa pembiusan, bisa menahan jarum yang menjahit lukamu. Aku minta maaf atas apa yang telah aku lakukan padamu."Pangeran Pisceso terbaring lemah di tanah. Kedua bola matanya menatap langit. "Lupakan apa yang telah terjadi. Aku anggap hutangku impas padamu.""Maksudnya?!" tanya Dokter Virgolin."Aku telah berjanji padamu akan mengembalikan kamu ke duniamu lagi setelah mengobati dan menyembuhkan ibunda ratu, tapi aku malah melanggar janjiku karena aku tidak punya pilihan lain selain menahanmu di sini sampai ibunda ratu sembuh."Dokter Virgolin menoleh pada tempa
"Tapi dari tadi kita bicara. Aku belum tahu siapa namamu?" tanya ratu berusaha bicara menyesuaikan diri dengan cara bicara Dokter Virgolin."Virgolin Asteria. Nyonya bisa memanggilku Virgo. Aku seorang dokter kecantikan."Raja dan ratu kembali saling berpandangan, tak mengerti dengan apa yang dikatakan wanita di depannya."Dokter?!" tanya ratu penasaran. "Apa Dokter itu sama dengan tabib di istana kami?!""Ya semacam itulah," jawab Dokter Virgolin. Tangan sedang mencari kartu nama di dalam tas, jarinya menyentuh ponsel yang telah dilupakannya. "Astaga! Ponsel! Aku sampai melupakan ponselku! Oh Tuhan, penyelamatku!"Dokter Virgolin sangat gembira, tertawa senang mengambil ponsel.Raja dan ratu memperhatikan apa yang sedang dipegang Dokter Virgolin, benda aneh yang belum pernah mereka lihat.Ponsel dalam keadaan mati langsung diaktifkan. Tangannya naik ke atas berharap ada sinyal. "Ya Tuhan, kenapa ponselku begini?!" Dokter Virgolin tak melihat satu garis sinyal pun di layar ponsel. "Ap
Emi menghindari serangan mendadak dari Rose. "Pangeran Pisceso terlalu berharga untuk aku lupakan!" serunya."Tapi kau harus bisa melupakannya!" Rose kembali melemparkan adonan kue. "Berhentilah bermimpi di siang hari bolong! Lama-lama kau bisa gila!" "Aku memang sudah gila. Hi-hi-hi." Gila karena menyukai seorang Pangeran."Rose geleng-geleng kepala. "Dasar tidak waras! Awas saja kalau kau menangis gara-gara cintamu yang bertepuk sebelah tangan itu!"Emi jadi diam. "Aku tidak mau tidurku terganggu gara-gara kau yang menangis karena mengharapkan Pangeran Pisceso. Seharusnya kau bersyukur masih bisa berteman dengannya. Kita ini hanya rakyat jelata, jangan bermimpi yang muluk-muluk, nanti kita sendiri yang akan merasakan sakitnya." Rose melihat Emi yang terdiam. "Kamu paham bukan dengan apa yang kukatakan ini?!"Emi menghela napas. Bagi Rose itu hal yang sangat mudah mengatakan lupakan Pangeran Pisceso karena dia tidak punya perasaan apa-apa, tapi bagi dirinya sendiri, itu adalah hal
Setelah itu, Pangeran Pisceso memerintahkan beberapa dayang istana untuk membersihkan pondok, tempat yang akan dipakai sebagai tempat istirahat sementara tabib agung selama tinggal di istana.Kehebohan terjadi di tempat lain, tapi masih di dalam istana. Mentri Kenzo nampak antusias bertanya pada Jenderal Axel."Jadi benar apa yang telah dikatakan oleh para prajurit tadi?!" tanya Kento ketika berpapasan dengan Jendral Axel."Aku tidak mengerti maksud dari pertanyaanmu!" "Wanita itu! Wanita aneh yang datang bersama kalian, apa benar dia tabib sakti dari langit?! Putra Mahkota Pisceso Helios yang telah membawanya ke sini dari dunia lain.""Dari siapa berita itu?!" tanya Jenderal Axel dengan suara beratnya."Aku mendengar dari para prajurit yang terluka. Mereka bilang melihat Pangeran Pisceso masuk ke sebuah cahaya dan tak lama kemudian ke luar dengan membawa wanita itu. Apa yang mereka katakan itu benar atau tidak?!"Jenderal Axel tidak bicara lagi. Langsung pergi meninggalkan Mentri Ke
Bulir-bulir keringat dingin, nampak jelas terlihat di kening Pangeran Pisceso. Bibir pucat serta tubuh demam terbaring lemah di atas tempat tidur. "Tahan sebentar rasa sakitmu ini. Aku yakin kamu pasti kuat," bisik Virgolin melihat luka yang kembali berdarah. "Aaa,,," jerit tertahan ke luar dari bibir Pangeran Pisceso begitu luka di perutnya dibersihkan dari darah. "Sshh,,,""Tahan." Dokter Virgolin dengan cekatan mulai mengobati luka yang diakibatkan olehnya. Tak lama Axel datang bersama Tabib Cole, langsung menyeruduk masuk duduk di dekat Dokter Virgolin. "Sudah selesai?!" tanya Tabib Cole melihat luka yang ada di perut Pangeran Pisceso telah ditutup kembali dengan kain. "Kelihatannya bagaimana?!" tanya Virgolin padaTabib Cole. "Darimana saja sih loe?! Putra mahkotamu hampir saja the end, gue kerepotan sendiri!"Axel dan Tabib Cole saling berpandangan, tidak mengerti dengan apa yang diucapkan tabib dari langit."Sekarang kamu istirahat! Aku juga ingin istirahat. Rasanya lelah
Pelayan wanita yang bertugas dibagian dapur segera mendekati Axel begitu melihat jenderal tersebut datang."Siapkan makanan!" perintah Axel dengan suara beratnya."Baik jenderal."Tak membutuhkan waktu lama, Axel sudah kembali ke pondok di mana Dokter Virgolin tinggal. Pintu dibuka perlahan dari dalam. "Ada apa lagi?!" tanya Virgolin heran. "Bolak balik, kau sangat menggangguku!" Axel memberikan nampan yang terbuat dari kayu. "Makanlah ini! Jangan sampai kau sakit karena tidak makan.""Eh,,, eh,,," Virgolin mau tak mau menerima nampan yang diberikan dengan paksa bahkan hampir saja jatuh karena tak siap menerima nampan yang cukup berat.Setelah itu, Jenderal Axel pergi tanpa bicara sedikitpun. "Astaga!" Virgolin geleng-geleng kepala dengan tingkah Jenderal Axel. "Benar-benar aneh ini orang!"Nampan ditaruh di atas meja. Virgolin melihat satu per satu makanan yang ada di atas piring kecil-kecil yang terbuat dari tanah liat. "Apa ini?!" gumamnya memperhatikan dengan seksama salah sat
Suara ketukan di pintu depan pondok menyadarkan Virgolin dari kebingungan harus memakai baju apa sebagai ganti baju yang dipakai."Tunggu sebentar," jawab Virgolin bangun dari tempat tidurnya.Dua dayang istana berdiri depan pintu langsung memberikan salam hormat begitu Virgolin ke luar. "Ada apa?!" tanya Virgolin membuka pintu lebar-lebar.Salah satu dayang bertubuh pendek memperlihatkan wadah panjang mirip nampan ditutup kain putih berenda."Apa ini?!" tanya Virgolin melihat wadah yang ditutup kain putih berenda.Kedua dayang tersebut masuk ke dalam pondok kemudian menaruh wadah yang ditutup kain putih berenda tersebut di atas meja. "Apa ini?!" Virgolin mengulang pertanyaannya. "Ini hadiah dari Yang Mulia Ratu Eleanor," jawab salah satu dayang."Hadiah?!" Virgolin langsung membuka kain putih berenda tersebut. "OMG! Apa ini?!"Di atas wadah yang beralas kain putih, beberapa setel pakaian dan perlengkapan untuk wanita tersusun rapi lengkap dengan perhiasan. "Apa ini untukku?!" tan
Satu dayang dan dua prajurit berdiri depan pintu masuk pondok begitu Virgolin membuka pintu. "Tabib agung. Silahkan ikut denganku," pinta dayang tersebut."Ikut ke mana?!" "Yang Mulia Ratu Eleanor dan Baginda Raja Theodore mengundang tabib agung ke kediamannya," jawab dayang."Ok baiklah, siapa takut!" ucap Virgolin. "Tapi tunggu sebentar, aku harus menutup pintu kamarku dulu."Lorong demi lorong yang Virgolin lewati bagai berada di dalam dunia mimpi. Kedua bola matanya berbinar jika melihat sesuatu yang indah dan baru pertama kali dilihatnya, tapi jika berpapasan dengan prajurit tinggi besar berpakaian lengkap perang, Virgolin akan merapatkan tubuhnya pada dayang karena takut."Wah, indah sekali ruangan ini," puji Virgolin berdecak kagum melihat ke sekeliling begitu memasuki salah satu ruangan yang dijaga ketat dua prajurit depan pintu.Ratu Eleanor dan Raja Theodore serta Pangeran Pisceso sedang duduk menghadap meja berukir.Setelah memberi salam dan menghantarkan Virgolin, dayang