Joan langsung berdiri dari posisi duduknya, memasang senyum miring memperhatikan sekitarnya untuk mencari gadis secara acak. Padahal sudah jelas gadis yang di maksud Alen itu Kiana, gadis yang duduk tepat di sampingnya. bukan Joan namanya kalau tidak pandai menjatuhkan harga diri seseorang.Joan tersenyum tepat setelah pandangannya terhenti pada seorang gadis bergaun terbuka nan tipis."Gadis dengan gaun terbuka yang di sana itu, kan?" Tanya Joan dengan tatapan bangga, padahal dirinya yang akan di kerjai Alen namun Joan memiliki IQ yang seperti lebih tinggi dari yang Alen pikirkan."sialan! beraninya membuat saya malu seperti itu, kita lihat saja siapa yang akan lebih malu."Sekitar 30 orang sudah ditanyai oleh Alen, cukup banyak orang yang memilih Kiana. Entah karena memang merasa Kiana adalah gadis yang tepat atau hanya ikut-ikutan saja."Baiklah, setelah para pengawal saya mendeteksi semua jawab kalian. Ada beberapa orang yang benar, namun tenang saja … yang menjawab namun salah aka
"Apakah sulit menebak lelaki yang berdiri di depanmu ini? Sungguh saya sangat mengagumi keindahan dirimu,"ucapnya di kesunyian itu, sungguh jelas terdengar di telinga Kiana.Senyum mekar di wajah cantik Kiana, dengan Bodohnya ia mengira itu adalah Joan."sungguh tuan yang berdiri di sebrang itu apakah saya mengenalnya?" Tanya Kiana mulai merasa senang melangkah menuju lelaki itu, ia mengira Joan yang akan berdiri di sebrang sana dengan setangkai bunga mawar untuk dirinya."Sungguh kekasihku, kau sangatlah mengenal saya dengan baik. Kita selalu bertemu setiap saat,"ucap Alen dengan senyuman bahagia, hatinya sudah tak sabar melihat wajah cantik gadis dambaannya itu tanpa samar-samar.Mendengar ucapan Alen, Kiana melangkah dengan tergesa-gesa. Hatinya sudah tak sabar melihat lelaki di balik kegelapan itu.Tak!Lampu di taman itu akhirnya sepenuhnya menyala, terlihatlah wajah tampan Alen sedang tersenyum bahagia menata
Sementara itu Joan masih berusaha keras agar dapat kembali masuk ke dalam bangunan itu, memeriksa satu persatu kantong para pengawal itu untuk mencari kunci."Nah, dapat! Kasihan sekali Alen memiliki pengawal lemah seperti kalian, lebih cocok di panggil dayang-dayang,"Joan tertawa kecil sembari berjalan santai ke arah pintu depan, semua pengawal sudah ia tumpas hingga jatuh tak berdaya.Click"Nice …," Joan tersenyum bangga saat berhasil kembali masuk kedalam. Ia segera berlari menuju ruangan itu berharap Kiana masih ada di sana."Loh? Kiana kemana?" Joan bertanya-tanya ada dimana sahabatnya itu. Orang-orang masih sibuk bersenang-senang di lantai dansa, dentuman musik itu semakin keras. Joan berusaha menerobos kerumunan itu berharap ada Kiana di sana.tepat saat pandangannya tertuju pada Sena, ia berharap Kiana sedang bersama gadis itu."Sena, apa Kiana ada di sini?"tanya Joan dengan raut wajah kecemasan.kening Sena malah berkerut mendengar ucapan Joan, sedari tadi ia bahkan tak melih
"Kurang ajar kamu! Tidak tahu malu,"teriak Joan dengan lantang, ia lalu menarik tangan Kiana ingin segera pergi dari tempat itu."Tidak segampang itu setan!"teriak Alen lalu tersenyum bangga, tepat saat itu beberapa pengawal berdiri di setiap sisi tempat itu, mengunci Kiana dan Joan."Serang dia!"Puluhan pengawal Alen mulai menyerang Joan, lelaki tampan itu bahkan terlihat kewalahan. Tenaganya perlahan berkurang, namun saat melihat wajah Kiana dengan yakin Joan bisa mengalahkan semuanya.tak ingin semua itu terus berlanjut dan melukai Joan, Kiana langsung berteriak di depan Alen."Alen! Aku tidak pernah mencintai apalagi menyukaimu! Kau hanya manusia lemah yang bahkan tidak bisa melawan Joan sendirian, manusia bodoh yang tak tahu malu,"teriakan Kiana membuat Alen terdiam, ia menatap Kiana dengan raut wajah tak percaya. Lemah? Bodoh? Apa seburuk itu ia di hadapan gadis itu?"Berhenti! Biarkan mereka pergi,"ucap Alen dengan lantang, ia mematung menatap gadis dambaannya itu sembari memeg
"Joan! Mama sudah bilang semalam jangan pulang larut malam, kenapa tetap pulang larut malam!? Lihat Kiana, suhu tubuhnya panas sekali! Kalau sudah Begini siapa yang mau di salahkan!?"pekik Dania, secuek-cueknya ia pada aktivitas Kiana. Tetap saja jika anak gadisnya itu sakit ia khawatir buka main. "Loh? Kiana sakit?!"Joan langsung menghampiri Kiana, memegang kening gadis itu yang memang sangat panas."Kiana … bangun,"Joan mengelus-elus kepala Kiana dengan lembut, berulang kali menciumi kening gadis itu." Kiana ... bangun, Kiana?" tidak ada respon dari Kiana, tubuh gadis itu bak patung.Dania menghela nafas berat."Mama ambil kompres dulu, jika panasnya tidak turun. Kita rujuk ke rumah sakit, kalau om Rifky tahu mama habis di omeli," gerutu Dania sembari melangkah perlahan keluar dari ruangan itu.melihat Dania yang sudah cukup berada jauh dari mereka, Sena langsung menghampiri Joan lalu memukul punggung lelaki tampan itu cukup keras."Ini gimana,sih Joan!? Kiana semalam kenapa? Ih, kali
"Sena, itu malah membuat ia tak akan bangun.""Kiana bangun … besok aku nikahi kamu, biar kamu bisa kenyang 9 bulan. Jangan sakit begini … cintaku," mendengar ucapan Joan refleks Sena langsung menoyor kepala lelaki tampan itu dengan keras."Sama saja Joan, kau malah lebih buruk," ucap Sena dengan lirikan maut."Sena ambilkan airku, aku meminta tolong,"pinta Joan, jari telunjuknya tiba-tiba di genggam oleh Kiana dengan erat.Glug!"Meski aku sudah tahu sifat asli lelaki tampan yang ada di depanku ini, rasanya cukup sulit berpaling dengan wajahnya yang tampan itu,"Sena bergumam memandangi jakun Joan yang naik turun saat meminum air itu. wajah Joan dari sisi manapun sangat tampan, tidak heran jika tahun lalu ia di nobatkan sebagai king kampus."Di-ngin … Joan … mama, Kiana di-ngin,"mendengar rintihan Kiana, Joan dengan cepat menaiki kasur membuka kaos tipis miliknya untuk memeluk Kiana. Ia berpikir mung
"Bodoh kalian semua!! Sialan! Rusak rencana saya! Hancur!"teriak Alen pada pekerjanya yang tengah berbaris di depannya dengan rapi, membanting barang apapun yang ada di depannya. Jika bisa membunuh sudah sedari tadi ia menggunakan kedua tangannya itu untuk menghajar satu persatu pekerjanya yang berdiri dengan wajah memelas itu."Tapi tuan mud-"Praang!Alen membanting vas yang ada di atas mejanya, tangannya bahkan sudah mencengkram leher pekerja yang baru saja berbicara itu."Jangan bicara ketika saya tidak suruh! Paham!?"Alen mendorong tubuh pekerjanya itu dengan kasar hingga tersungkur ke tanah, melonggarkan dasinya yang membuat sesak."Ma-maaf tuan muda,"pekerja itu segera berdiri lalu menunduk tak berani menatap wajah dingin Alen.Alen menarik nafas dalam-dalam lalu menghembuskannya dengan perlahan. berusaha menenangkan amarahnya yang meledak-ledak."Pergi semuanya! Jika masih berada di sekitar sini, akan saya bunuh!"teriak Alen dengan nada tinggi, menjatuhkan dirinya ke kursi deng
Sedari dulu memang mereka tak pernah menjadi keluarga yang asli, semuanya bahagia karena kepalsuan. Menjaga image keluarga adalah tugas dari masing-masing orang di rumah itu, karena jika satu orang sudah rusak di depan media, Semuanya akan terkena masalah tanpa terkecuali.Joan baru tersadar, mengapa ia harus takut jika Jona ketahuan oleh Vera? Bayi kecil itu memang bukan darah dagingnya, namun kehadirannya sungguh membawa kebahagiaan baru dalam hidupnya. sekarang hal yang menjadi pikirannya adalah Jona. bagaimana caranya membangun kehidupan untuk bayi malang itu."Apa Kiana tidak di rujuk kerumah sakit saja, ma?"ucap Joan sembari memegang kening Kiana yang masih terasa hangat, suhu tubuhnya tak turun sama sekali."Kita tunggu sedikit lagi, soalnya Kiana takut jarum suntik. Takut tambah parah kalau di bawa ke rumah sakit, diakan belum pernah di infus,"jelas Dania, ia tahu betul putrinya itu akan merasa takut jika melihat jarum menancap di tangannya. ditambah lagi Kiana yang memiliki k