“Saya sungguh tidak tahu apa-apa, Tuan. Sungguh saya tidak tahu apa pun.” Lirih Adelia tepat di hadapan sosok jangkung yang tengahmenatapnya datar. Sosok yang baru saja memasuki kamar itu terlihat tak peduli, hanya diam bagai patung dengan tatapan menusuk.“Ha’ah.” Kaisar menghela napas, membuat tubuh Adelia tersentak. Mendongak dengan ragu, hingga tatapannya bertemu dengan tatapan tajam Kaisar yang siap menusuknya kapan saja.“Apa menurutmu ada pencuri yang akan mengaku sebagai pencuri?” Kaisar balik bertanya dengan nada tak peduli.Ia baru saja tiba di mansionnya. Memutuskan untuk segera masuk ke dalam kamar dan memeriksa kondisi Adelia, karena Kaisar tidak ingin penjahat yang melukai adiknya mati begitu saja tanpa adanya penderitaan.Namun, hal yang ia dapati saat masuk sungguh mengejutkannya. Sosok Adelia tiba-tiba mendekat dan bersimpuh di hadapannya dengan kaki yang terantai.Kaisar tersenyum miring. Dilepaskan? Bersusah payah dirinya mencari selama beberapa bulan tanpa henti d
"Kaisar..."Seketika Kaisar tersentak dari lamunannya. Pria itu menoleh menatap Sang Ibu yang terlihat khawatir di sampingnya."Iya, Mom?" ucap Kaisar menatap lekat mata Rania yang begitu menenangkan, hingga membuat ia sesaat lupa akan masalahnya."Kamu baik-baik saja?" Rania bertanya dengan ragu. Sudah sejak tadi ia memperhatikan Putra sulungnya itu.Sejak Kaisar memasuki ruang rawat Raila, pria itu lebih banyak melamun tanpa mengeluarkan sepatah kata.Ya, walau memang pada dasarnya putranya itu cukup pendiam. Ia jadi merindukan Putra kecilnya yang cerewet.Kaisar tersenyum lembut menanggapi pertanyaan Sang Ibu. Ia mengangguk pelan, "aku baik-baik saja, Mom. Tidak perlu khawatir."Kaisar meraih tangan Ibunya. Menggenggamnya erat, hingga suara dehaman membuat ia mengalihkan pandangan ke sumber suara.Sosok pria setengah baya kini tengah menatapnya tajam, seperti menatap musuh yang siap dilenyapkan. Siapa lagi jika bukan Ayahnya."Aku anakmu, Dad." ucap Kaisar melepaskan genggam tangan
"Tu-Tuan ...""Jangan mengeluarkan suaramu yang menjijikkan itu." Kaisar menatap tajam tanpa ekspresi iba di wajahnya. Tatapannya begitu datar menatap Adelia yang bersimpuh di lantai dengan darah segar mengalir dari keningnya akibat goresan di pintu masuk.Adelia ingin mengeluarkan suara, mengadu kesakitan akibat luka di keningnya. Namun, ia mengurungkan hal itu mendengar ucapan dingin Kaisar.Adelia kembali mengatupkan bibirnya yang gemetar. Pita suaranya seakan rusak seketika, tak mampu untuk mengeluarkan bait demi bait kata dari bibirnya.Hanya genangan air mata pada pelupuk mata yang dapat menjelaskan rasa sakit Adelia saat ini. Tetap saja, Kaisar tak peduli pada hal itu.Pria itu sedikit berjongkok. Menatap lurus dan tajam pada iris mata wanita yang kini gemetar di hadapannya."Bertingkahlah seperti wanita bisu. Agar kau tidak merasakan rasa sakit yang menyakitkan seperti penyiksaan beberapa hari sebelumnya." ucap Kaisar dingin.Kaisar meraih dagu Adelia. Mencengkeramnya dengan s
Adelia diam menatap penampilannya di depan kaca. Tubuh mungilnya begitu cocok mengenakan pakaian pelayan saat ini."Nona."Tubuh Adelia tersentak. Ia menoleh ke belakang, menatap sosok wanita yang memakai pakaian serupa dengan dirinya. Sosok gadis yang baru saja bekerja di kediaman itu."Anda sangat cantik," ucap pelan dengan senyum manis tak lepas dari bibirnya.Adelia tersipu malu mendengar hal itu. Ia ingin mengatakan terima kasih, tapi tak bisa. Bibirnya seakan kaku, apalagi mengingat ucapan Kaisar kepadanya.Lora, gadis manis yang berusia 19 tahun itu menatap Adelia dengan tatapan sendu dan kasihan.Gadis itu cukup senang saat mendapat telepon dari kakaknya yang mengatakan jika ada pekerjaannya untuknya.Ia bergerak dengan antusias menyiapkan diri setelah menerima telepon itu semalam, bersiap untuk tiba di kediaman yang akan menjadi tempat kerjanya.Seharusnya saat ini ia melanjutkan studinya, tapi karena terkendala akan biaya Lora memutuskan untuk berhenti. Walau Kakaknya mengat
"Mommy."Tubuh Adelia tersentak. Kedua matanya terbelalak dengan rasa takut yang kembali menguasai.Dengan perlahan Adelia mengalihkan pandangannya ke sumber suara. Di mana kini sosok Kaisar terlihat melangkah mendekatinya."Ah, Kamu sudah pulang, Sayang." sapa Rania tersenyum menatap putranya. Tak menyadari perubahan ekspresi dari sosok wanita yang berdiri di hadapannya.Kaisar tersenyum manis pada Sang Ibu. Senyum yang justru membuat tubuh Adelia kian gemetar takut, hingga menunduk menatap lantai."Iya, Mom. Kapan Mommy sampai?" tanya Kaisar menghentikan langkah di hadapan Rania.Wanita setengah baya itu mengangkat tangannya mengusap pipi Kaisar, kembali menoleh pada sosok di depannya yang kini menundukkan kepala seakan takut untuk mendongak."Kamu baik-baik saja?" tanya Rania yang terlihat khawatir pada wanita muda itu."Kamu tidak apa-apa?"Adelia refleks mundur beberapa langkah saat sebuah tangan tiba-tiba menyentuh lengannya. Dengan segera ia menganggukkan kepala menanggapi pert
"Tidak bisa begini." Lion bangkit dari duduknya. Meraih jas putih kebesarannya, lalu melangkah keluar dari pintu dengan terburu-buru.Langkah Lion semakin cepat menyusuri koridor rumah sakit. Bukan untuk ke ruangan pasien, melainkan keluar dari bangunan itu.Pria itu begitu tergesa-gesa, hingga tidak melihat sekitar dan tanpa sadar menabrak seseorang."Aduh!"Seketika langkah Lion terhenti. Ia menatap sosok wanita yang kini bersimpuh di lantai dingin rumah sakit.Lion sedikit berjongkok sembari mengulurkan tangan, "Anda baik-baik saja?""Ah, iya. Terima kasih."Tubuh Lion menegang dengan mata terbelalak, bibirnya seakan kaku untuk berbicara. Sedang sosok di hadapannya terlihat kebingungan. Sedikit memiringkan kepalanya menatap Lion."Anda baik-baik saja, dokter?" pernyataan itu berhasil menyadarkan Lion dari keterkejutannya."I-iya." jawab Lion singkat dengan rasa gugup mendera, membuat tubuhnya kaku.Perlahan Lion membantu sosok di hadapannya untuk berdiri. Lion mengalihkan pandangan
Tiga puluh menit sebelumnya."Risya..."Seketika Risya menghentikan langkahnya mendengar suara itu. Menoleh ke belakang, di mana sosok pria paruh baya kini menatapnya."Kakek," Risya segera mendekat. Membantu Sang Kakek mendekati sofa.Pria paruh baya itu mendudukkan diri perlahan di atas sofa tunggal. Masih menatap penuh tanya pada cucunya yang terlihat begitu rapi pagi ini."Kamu mau ke mana?" Kakek Lingga dengan tatapan curiga. Tidak biasanya cucunya itu berpenampilan begitu rapi di pagi hari. Apalagi saat ini jam masih menunjukkan pukul 8 pagi.Masih terlalu dini untuk keluar jalan-jalan.Sesaat Risya diam. Bukan tak ingin mengatakan tujuannya pada Sang Kakek, hanya saja lidahnya terasa berat untuk mengutarakan kata-kata itu."Pagi ini aku akan ke rumah sakit. Dokter Atif menelepon semalam dan mengatakan jika ada hal penting mengenai kesehatan Kakek yang lupa ia sampaikan semalam." ujar Risya berbohong.Kakek Lingga terlihat mengangguk mengerti, "baiklah. Segera kembali saat seles
Kaisar mengetukkan pelan jari telunjuknya di atas meja. Menghela napas kasar mengingat panggilan singkat antara dirinya dan istri sahabat Ayahnya beberapa menit yang lalu.Kaisar menyetujui hal itu. Mau bagaimana lagi, jika menolak dia akan membuat Zeline curiga."Ha'ah." Kaisar menghela napas panjang. Beranjak dari duduknya, melangkah keluar dari ruangan kebesarannya."Bram!" panggil Kaisar sesaat setelah menutup pintu."Ya, Tuan." sahut Bram, segera mendekati Bosnya itu."Tunda semua jadwalku hari ini."Bram mengerjap, menatap penuh tanya pada Kaisar."Aku ada urusan di luar seharian ini. Jadi tunda semuanya, alihkan esok hari." titah Kaisar melenggang pergi meninggalkan Bram yang masih terdiam mencerna ucapannya."Apa keadaan Nona Raila memburuk?" tanya Bram pada dirinya sendiri. Karena tidak biasanya Kaisar memindahkan jadwalnya, kecuali jika urusan penting itu berhubungan dengan Adiknya."Ya, sudahlah." ucap Bram pasrah.Sedang di lobi perusahaan.Kaisar melangkahkan kakinya kelu