Bi Asri lantas pergi setelah menyelesaikan tugasnya. Sebagai seorang yang dekat dengan Belinda, wanita paruh baya itu turut merasa senang, melihat sang majikan akhirnya bisa menemukan kebahagiaan. Menurutnya, Belinda dan Raffa sangat terlihat serasa dan cocok. Dan, dari penilaian bi Asri, Raffa pemuda yang baik dan menyayangi istri dari majikannya. Bertahun-tahun tinggal satu rumah dan tahu semua tentang persoalan rumah tangga yang dijalani Belinda, beliau merasa jika perempuan berusia 33tahun tersebut sangatlah pantas mendapatkan semua ini. Laki-laki yang tulus mencintai dan menyayangi Belinda. Apalagi, saat mengetahui Belinda tengah mengandung. Bi Asri bertekad akan menjaga dan memberikan pelayanan ekstra untuk Belinda. Tak peduli bila anak yang dikandung bukanlah anak dari Bima—pria yang selama ini menggajinya. "Eh, Bu. Itu siapanya Nyonya, sih? Kok, tiap hari dateng ke sini? Emang Tuan Bima enggak masalah gitu, tahu istrinya didatengin cowok lain?" Salah satu pelayan yang beker
Pagi menjelang siang ini merupakan hari yang paling menegangkan bagi Belinda. Sejak Raffa mengajaknya masuk ke mobil, debaran di dadanya terus saja meningkat. Keringat dingin bermunculan di telapak tangan dan pelipisnya. Mencoba untuk mengenyahkan kegugupannya, Belinda pun akhirnya memilih untuk mengobrol dengan Raffa yang sedang sibuk menyetir. Dari pada dia menebak-nebak sendiri dan lama-kelamaan semakin takut. Lebih baik Belinda bertanya langsung kepada Raffa."Raf, ibu kamu gimana orangnya?" tanya Belinda, seraya memiringkan tubuhnya sedikit agar bisa menatap wajah Raffa yang semakin hari semakin ganteng saja. ck! Semenjak hamil, Belinda merasa menjadi BuCIN kepada pemuda itu. Apa yang dipakai dan menempel di tubuh sang kekasih selalu berhasil menjeratnya ke dalam pesona Raffa. "Ibu aku baik, kok," jawab Raffa singkat, lalu menoleh sekilas untuk meyakinkan Belinda jika apa yang dikatakannya adalah benar. Sang ibu sebenarnya orang yang baik. Hanya saja belakangan ini beliau menj
Raffa kembali melanjutkan laju mobilnya menuju rumah yang sebentar lagi hampir tiba. Ada rasa sedikit lega karena telah menceritakan semua hal yang perlu diketahui Belinda. Terutama tentang persoalan dan perseteruan dirinya dan sang ayah kala itu. Lalu, soal ibu yang masih belum merubah pendiriannya dan sikap yang perlu dimaklumi ketika bertemu dengan beliau. Sebagai seorang anak jelas Raffa ingin membuat ibunya itu bahagia, apalagi beliau sering sekali membelanya. Akan tetapi, saat ini ada seorang perempuan yang juga butuh tanggung jawabnya. Seorang wanita yang sangat dia cintai, tengah mengandung benihnya dan calon anak yang butuh sosok ayah. Kendati dilema dan posisinya sangat sulit, lantaran harus memilih antara kedua orang itu; Ibu dan Belinda. Raffa sebisa mungkin harus menentukan sikap dan pilihan. Belinda merupakan bagian terpenting di dalam kehidupannya saat ini. Berkat, perempuan itu juga Raffa menjadi sosok seperti sekarang. Sementara ibu juga tak kalah penting di dalam
Dari mulai melangkah masuk ke rumah hingga duduk di sofa, Raffa sama sekali tidak melepas genggaman tangannya pada Belinda. Dia yakin, jika saat ini kekasihnya itu pasti merasa sangat gugup dan canggung. Ini kali pertama Belinda berhadapan dengan ibu dan ayah, ketegangan begitu kentara di wajah perempuan berusia 33 tahun itu. Sementara ibu memerhatikan putranya dalam diam, berbeda dengan ayah yang menyambutnya dengan hangat. Ya, setidaknya ayah sudah bersikap benar, karena tidak mau menambah suasana menjadi semakin panas. Dulu, beliau pun pernah menentang dan sempat menaruh rasa tidak suka kepada Belinda. Alasannya? Tentu kalian masih ingat alasan ayah tidak menyukai kekasih anak laki-lakinya itu. Selain masih berstatus sebagai istri orang, Belinda juga alasan mengapa Bima menyuruh seseorang memukuli Raffa. Namun, saat ayah mengetahui kabar jika Belinda tengah hamil, beliau berusaha menerima semua kenyataan yang sudah terlanjur terjadi ini. Anggap saja nasi sudah menjadi bubur. D
Mendapat perlakuan tak menyenangkan, tak lantas membuat Belinda berkecil hati, apalagi marah. Dirinya cukup bisa memahami perasaan bu Farah yang belum sepenuhnya menerima kehadirannya di sini. Belinda mengerti jika ibu hanya menginginkan yang terbaik untuk Raffa. Tidak mungkin juga ada orang tua yang mau menerima begitu saja pacar anaknya yang masih berstatus istri pria lain.Ditambah dengan awal mula pertemuannya dengan Raffa, yang cukup membuat siapa saja pasti berpikiran negatif. Belinda juga tidak bisa memaksa ibu agar mau menerima dan merestui hubungan ini. Biarlah semua berjalan sebagaimana mestinya dan sesuai apa yang digariskan Tuhan. "Udah, Bel?" Raffa menghampiri Belinda yang baru saja keluar dari arah dapur. Belinda cuma mengangguk tanpa bersuara, dan tak berniat mengatakan apa yang baru saja terjadi di dapur. Cukup dia telan semuanya sendiri, tanpa memperkeruh keadaan yang awalnya sudah tidak berjalan sesuai harapan. Sudut mata Belinda melirik ibu yang sudah duduk di me
Setelah berkeliling mencari tukang rujak, akhirnya Raffa menemukannya tepat di pinggir jalan sebelum masuk ke area gedung Apartemen. Dia lantas turun dan menghampiri tukang rujak tersebut. Belinda yang tidak ikut turun hanya melongokkan kepala di jendela mobil. "Raf, minta sambelnya yang pedes sama mangganya dibanyakin," pintanya yang sudah tidak sabar ingin segera memakan buah asam itu. Sementara Raffa cuma mengangguk dan mengacungkan jempolnya. Menuruti permintaan bumil agak susah-susah gampang, untuk sementara ini Belinda masih mengidam hal-hal yang wajar. Beberapa saat kemudian, Raffa kembali masuk ke mobil dan menyerahkan plastik transparan kepada Belinda. "Aku beliin sekalian sama buah-buahannya yang banyak. Itu ada dua bungkus." Manik Belinda berbinar, menerima bungkusan dari Raffa. "Udah enggak sabar pengen makan ini," cicitnya disertai ringisan di bibir. Entah mengapa semenjak hamil Belinda malah lebih sering makan buah ketimbang nasi atau pun makanan sejenisnya. Melihat
Belinda terpejam erat kala wajah Raffa perlahan mendekat, dia bahkan dapat merasakan hangatnya napas pemuda itu menerpa kulit pipinya. Tubuhnya menegang dan napasnya tertahan di ujung tenggorokan. Kejahilan Raffa rupanya sukses membuat perempuan berambut pirang itu tak berkutik. Seringai jahil tersungging di bibir Raffa, dia gemas bukan main dan ingin sekali menerjang Belinda detik ini juga. Sayangnya, ide gila itu harus buyar manakala bunyi pintu lift yang terbuka. Ting! Raffa berdecak, sementara Belinda sontak membuka matanya lebar-lebar."Minggir!" Belinda langsung mendorong dada Raffa, lalu keluar dari benda berjalan itu setelah berhasil bebas dari kungkungan. "Dasar mesum!" Belinda bersungut-sungut lantaran kesal setengah mati. Bagaimana bisa ada laki-laki yang tingkat ke-mesumannya begitu tinggi. Menyebalkan!"Bel! Tunggu, Bel!" Raffa keluar dan mengejar Belinda yang lebih dulu membuka pintu unitnya. Setelah pintu unit Raffa terbuka, tubuh Belinda malah membeku di tempat. M
Ketiga orang tersebut menoleh ke arah pintu secara serentak, saat terdengar bunyi passcode unit Raffa ada yang menekan dari luar. Pintu di dorong oleh sosok yang sudah menyebabkan kesalahpahaman ini terjadi. Siapa lagi, jika bukan si Vano. ck! Sontak berdiri, Raffa gegas menghampiri Vano yang menyeringai lebar sambil garuk-garuk kepala. "Eh, udah pulang?" cicit Vano yang tidak merasa bersalah sama sekali. Raffa berdecak, lalu berkacak pinggang seraya memicingkan mata. "Bisa jelasin gak, nih, maksudnya apa?" "Emm... itu... emmm...." Vano berpindah menggaruk dagu sambil melirik Veronica yang duduk di ujung sana. Otaknya tengah berpikir keras mencari jawaban yang pas. Ini semua kesalahannya, yang telah lancang membawa gadis itu ke unit Raffa, dan bukannya ke unitnya. Veronica memaksa ingin tahu tempat tinggalnya, agar sewaktu-waktu bisa mendatangi Vano kapan saja untuk menepati janji. "Woi!" Raffa kesal setengah mati pada manusia yang satu ini. "Bukannya jawab malah bengong. Gara-