"Pulang atau gue tendang!" ancam Saras, ia sudah malas sekali berdebat. Tapi lelaki di hadapannya itu tampak sangat senang berdebat dengannya. rasanya Ingin sekali Saras memukul mulut menyebalkan itu.
"Oke, oke. Gue ke sini karena di suruh Arjuna. Gue di minta jemput elo, maka dari itu lo harus ikut gue ke pantai," balas Sadewa. Tadi saat bermain ponsel, ia menanyakan tempat kesukaan Saras ke pada Arjuna. Ternyata gadis tengil ini menyukai tempat yang sama dengannya.
"Serius? gue ganti pakaian dulu, tunggu sini!"
Saras berjalan masuk ke dalam rumah, gadis itu senang sekali saat mendengar nama Arjuna disebut. Dia tidak curiga sama sekali pada Yudistira, seolah-olah dunianya hanya terpaku pada Arjuna, Arjuna dan Arjuna. Sekali nama Arjuna maka kepercayaan gadis itu akan mudah sekali didapatkan. Yudistira tak habis pikir, segitu cintanya kah Saras pada temannya itu, padahal seharusnya Saras sudah merelakan Arjuna dengan wanita lain.
SarasMona terbangun dengan wajah lesu juga tubuh rasanya penat sekali, sudah satu minggu ia tidak bisa tidur nyenyak, belakangan ini mimpi buruk selalu menghantuinya, dalam mimpi itu Mila selalu datang menyumpahinya dengan kata-kata tajam, sementara ia hanya bisa bersujud memohon ampun di kaki Mila. Rasanya Mona enggan sekali untuk berangkat ke sekolah hari ini, kepala, mata, pinggang semuanya sakit. Mona rasa ia sedang stress, semua sosial media Mila sudah tidak ada yang aktif, semakin sulit untuknya mencari keberadaan Mila. Dara dan Mira dua orang yang menjadi partnernya malam itu pun tidak mengetahui di mana keberadaan Mila. Sempat terpikir oleh Mona untuk mencari ke rumah orang tua Mila, namun ia merasa takut, ia takut orang tua Mila melaporkanya ke polisi atau memberi tahukan semua kejahatan yang ia perbuat ke keluarganya. Mona takut akan diasingkan dan di anggap sebagai pembawa sial seperti mamanya.Tapi tetap saj
Siang ini Mona tidak ada rencana ke mana pun, ia masih terus berbaring di kasur empuknya. Tangannya tidak berhenti mencari sosial media Mila, tapi tetap sama semuanya sudah non aktif, bahkan postingan terakhir adalah satu tahun lalu. Gusar, rasanya ini lebih melelahkan dari pada menjawab seratus soal matematika.Mona menatap langit-langit kamar, ia sudah merasa lelah. Tapi rasa bersalah kian merundung, mencari sosok itu adalah cara agar hatinya kembali tenang. Kembali mata almon itu ia arahkan ke layar gawai, sebuah foto dengan nama akun @ArjunaDwipandu11 membuat Mona terpaku, bukan karena ketampanan pria bertopi hitam itu, tapi matanya fokus menatap perempuan di sebelahnya yang memakai masker, meski mulutnya dan hidungnya tertutup tapi garis menyipit di mata perempuan itu sudah menjelaskan bahwa dia sedang tersenyum, Mona cukup mengenal orang ini, dia terlihat seperti... Mila?Mona masih fokus menatap foto itu, tidak salah lagi, ia
"Lo minta maaf karena ada maunya ternyata, iya juga sih, cewek kayak elo mana tahu cara minta maaf, taunya kan cuman ngejek dan manfaatin orang aja," desis Bima sarkas, sembari meneguk segelas air mineral."Iya, Bima, gue tau gue emang seperti yang lo bilang, tapi sekarang gue mau berubah. Jadi please, gue mohon banget lo bantuin gue kali ini." Mona menangis dengan tertunduk dalam, ia sudah berusaha mati-matian mencari Mila, dan sekarang hanya Bima jalan satu-satunya agar ia bisa bertemu Mila. Mona sudah tidak peduli lagi mau Bima mengatakan ia cengeng atau apapun, yang terpenting pemuda ini mau menolongnya.Bima tertegun saat ia melihat wajah Mona, wajah basah karena air mata, juga mata sayu yang terlihat sungguh-sungguh meratap, bagia mana pun juga, Bima paling anti melihat wanita menangis, ia tidak suka, dengan perasaan kasihan Bima melangkah mendekati Mona, sampai di depan gadis itu ia mendekapnya, sembari mengelus puncak kepala Mona."Udah, cengeng banget s
Bima memasuki area rumahnya dengan wajah di tekuk, moodnya sudah hilang sekarang. Melihat Mona yang menatapnya membuat si Ilham pergi entah ke mana, sekarang Bima tidak lagi berselera untuk makan. "Bim, kita jadi pergi 'kan?" tanya Mona bangkit dari duduknya. "Makan dulu," balas Bima tak acuh. "Oke, gue juga belum makan, tadi langsung ke sini." "Gak nanya." "Bim... lo ngak ikhlas ya mau nolong gue? lo kok gini banget sih sama gue," cicit Mona lirih. "Hah, Mona Adelia yang cantik kayak Maklampir, bisa diem? kesalahan orang lain bisa lo liat, sementara kesalahan sendiri gak bisa lo lihat," ujar Bima kesal, ia segera melangkah masuk ke dalam rumah, meninggalkan Mona yang masih mematung di tempatnya. Di meja makan mereka berdua hanya diam, Bima yang tadinya lapar tiada tara kini hanya memakan setengah sendok nasi, sebenarnya Bima sudah hilang respect terhadap Mona. Mungkin definisi toxic friend sangat pas untuk gadis it
Yudistira tidak tahu kapan ia benar-benar merasakan cinta, apakah cinta itu merasa terpesona dengan paras ayu lawan jenis, atau merasa kagum dengan sikapnya? Yang jelas selama delapan belas tahun ini, ia belum pernah merasakan jantung berdegup kencang seperti di dalam film-film romantis yang sesekali ia tonton karena gabud. Yudistira duduk di rooftop sekolah seorang diri, Nakula dan Sadewa baru saja pamit pulang. Ia menikmati langit yang mulai menggelap. Di temani udara yang menari- nari menerpa wajahnya. Satu bulan ini, Yudistira menepati janjinya pada Arjuna. Ia selalu ada di saat Saras membutuhkan bantuan, walau kadang gadis cebol itu selalu saja mempertanyakan Arjuna. Sebulan ini pun Arjuna mulai semakin menghindari Saras, bukan sepenuhnya menghindar, ia tetap memantau Saras lewat Yudistira. Yudistira tidak begitu peduli dengan urusan orang lain, ia terbiasa mengabai
Seperti katanya tadi siang. Selepas beberes dan mandi. Arjuna dan Mila menuju kediaman orang tua Mila.Minggu lalu, Gilbran dan Rosa baru saja kembali dari Malaysia, katanya urusan kerjaan sudah selesai. Mereka ingin makan bareng dan bercanda tawa dengan Mila dan Arjuna.Mila mengiyakan saja, apalagi dengan ijin dari Arjuna membuat ia merasa sangat senang.Arjuna menenteng tas miliknya dan mengangkat koper milik Mila. Ia mengetuk pintu. Ternyata Rosa sendiri yang membukakan pintu untuk mereka berdua."Eh, ada Arjuna juga?" tanya Bunda, ia terkejut melihat kedatangan Arjuna. Mila dan Arjuna tidak bilang sebelumnya bahwa dia juga akan ikut menginap."Iya, Bund. Ini Arjuna gak pa-pa kan, datang tanpa di undang.""Kamu ini, ya tidak masalah dong, justru lebih bagus. Ayo-ayo cepat masuk," ajak Bunda. Ia merangkul bahu Mila, membawa putri kesayangannya itu ke dalam, sement
KRIIIIINGGGGG!!BRAKArjuna mengedip-ngedipkan matanya. Mencerna apa yang baru saja terjadi, suara bising dari sahabatnya itu membuat ia refleks terbangun. Arjuna bolak balik menatap gawai dan istrinya.Arjuna mendekat ke arah ponselnya. Ia mengambil benda pipih itu. Lalu mengelusnya dan menatapnya nanar. Arjuna membalikkan gawainya dan hatinya sedikit nelangsa ketika melihat bagian depan dari benda pipih itu sudah retak. Arjuna menekan tombol aktif ponselnya, dan sukurnya masih hidup.“Ngapain di sana, Kak?” Arjuna dapat mendengar suara serak yang berasal dari belakang.Arjuna menarik napas sejenak, untuk menetralkan emosinya. Lalu membalikkan badan menghadap orang yang berbicara. “Ngga ada, lagi ambil HP.”“Oh.” Setelah itu Mila bersiap tidur kembali, mimpi yang tadi masih ingin ia lanjutkan.“Eh, eh, jan
"Eh, Jun. Kapan Mila lahiran, gue nggak sabar pengen lihat dede bayi. Si Jujun udah tue. Broooo!" kata Nakula terkekeh."Iya, juga ya, Nak. Si Mila kan cantik plus Arjuna ganteng, anaknya gimana ya? bibit-bibit calon bintang cilik tu," Sadewa menyahut."Kalo menurut lo, Jun. Anak lo nanti kaya gimana?" tanya Yudistira."Gue nggak terlalu mikirin itu. Yang gue harapkan semoga dia sehat, mau mirip Mila atau gue. Buat gue bukan masalah, asal dia hidup dengan baik maka gue akan ikut bahagia," ucap Arjuna tersenyum tulus."Lo hebat, Jun. Lo mau bertanggung jawab meski kita semua tau. Lo nggak pernah ada niatan buat ngelakuin itu," Sadewa berucap parau. Mungkin selama ini ia sudah menutup mata atas kesalahannya. Andai saja waktu itu dia tidak pergi ke kelab dan mabuk-mabukan. Arjuna sekarang tidak akan menanggung beban untuk bersama Mila."Gue yang Salah. Seandainya, gue nggak terhasut ucapan co