Selama beberapa saat, terjadi hening di antara mereka berdua. Zura sibuk menatap makhluk-makhluk bertubuh kekar yang tengah bercengkerama tak jauh dari tempat duduk mereka, sedangkan Rin sibuk memandangi sang pemuda, tanpa berkedip sama sekali.
Rin memangku wajahnya dengan kedua tangan yang bertumpu di atas meja, masih sembari menatap wajah manis pemuda yang ada di hadapannya.
Gadis itu bertanya-tanya dalam hati. Terjebak di dunia apakah ia kini? Zura memang mengatakan bahwa sang gadis Akibara tengah berada di Dunia Bawah, dunia tempat berkumpulnya makhluk-makhluk yang hidup berdampingan satu sama lain. Seperti manusia, siluman, iblis dan lain-lain.
Akan tetapi, tetap saja gadis itu merasa kebingungan walau sudah diberitahu seperti itu. Sebab, ini adalah pertama kalinya bagi sang gadis Akibara berteleportasi—lebih tepatnya diasingkan—ke dunia asing yang sama sekali bukan tempatnya berasal.
Ada banyak yang patut dipertanyakan selama berada di sana. Ditambah lagi, hal-hal ganjil yang sulit sekali gadis berbibir tipis itu pahami. Semua membuat Rin bingung.
Selama beberapa hari berada di sana, belum pernah Rin melihat manusia lain di dunia itu selain dirinya sendiri, lalu kemudian muncullah Zura dengan segala aksi heroiknya yang menyelamatkan adik dari Akibara Yuuto itu dengan gagah berani.
Semua benar-benar mengagumkan dan tak masuk akal.
Dunia dengan berbagai makhluk hidup di dalamnya, tak lain dan tak bukan disebut dengan Dunia Bawah. Benar-benar mirip seperti sebuah dunia di manga* lawas yang pernah Rin baca sewaktu kecil dulu, yang berjudul Inuyasha*. Komik yang sangat disukai olehnya.
Jujur saja, sang gadis Akibara sangat menyukai komik dan animasi dari tokoh setengah manusia setengah siluman itu. Bahkan, Rin merasa alur hidupnya mirip dengan tokoh Kagome dalam cerita tersebut. Namun, perawakannya lebih terlihat seperti Kikyo. Benar-benar kebetulan sekali.
Tak jarang, Rin yang sangat suka menonton serial dari mangaka hebat Rumiko Takahashi tersebut mengajak sang kakak untuk ikut menonton televisi bersamanya, dan seperti dugaan Rin, Yuuto ikut larut dalam kisah petualangan Inuyasha dan kawan-kawan.
Rin tersenyum kecil, lalu mendesah pelan. "Seandainya saja aku memiliki Inuyasha-ku sendiri," gumamnya terdengar berharap.
Inuyasha memiliki Higurashi Kagome yang selalu ada di sisinya, seorang gadis manusia dengan senjata panah dan busurnya yang hebat dan ceria. Diam-diam Rin melirik senjata yang tersampir di belakang tubuhnya, lalu kemudian tertawa kecil.
Di bandingkan Kagome, penampilan Rin lebih cocok ke seorang tokoh yang merupakan cinta masa lalunya Inuyasha yang bernama Kikyo.
Kali ini, Kikyo persis sama seperti Rin. Seorang miko, memakai busur sebagai senjatanya dan juga berambut hitam panjang. Benar-benar kombinasi penampilan yang pas. Cantik dan mematikan. Rin lagi-lagi terkekeh geli karena khayalannya sendiri. Begitu menyenangkan, membayangkan sesuatu yang tidak bisa didapatkan walau hanya lewat bunga tidur bernama mimpi.
Zura yang sedang berbincang dengan siluman babi sontak menolehkan kepalanya, begitu teringat dengan seseorang. Pemuda itu kembali membawa atensinya yang sempat teralihkan, sekadar untuk menatap seorang gadis yang sedang memasang ekspresi yang berbunga-bunga.
Perempuan dan dunia khayalnya. Zura terkekeh pelan, lalu memutar badannya menghadap sang gadis Akibara. Rin benar-benar seorang wanita sejati. Zura ikut memasang posisi yang sama seperti sang gadis, yaitu memangku wajah di tangan yang ditopang di atas meja kedai.
"Ini minuman kalian." Sesosok kambing yang berdiri dengan kaki belakangnya menghampiri Zura dan teman perempuannya sembari membawa nampan berisi dua gelas minuman berwarna merah kehitaman. Tampaknya sebuah jus dari buah beri, pikir Zura.
Pemuda itu tersenyum dan mengambil pesanannya, tak lupa mengucap terima kasih, lalu menaruh salah satu gelas minuman tersebut di hadapan gadis yang masih larut dalam dunia khayalnya. Tak disangka oleh Zura, sang gadis Akibara telah kembali ke dunia yang penuh dengan realita.
Pudar sudah dunia khayalan sang gadis ketika mendapati kenyataan yang ada di depan matanya, seorang pemuda sedang tersenyum manis hingga tampaklah lesung pipi di wajahnya yang tampan. Ini jauh lebih indah dari khayalan semata.
"Minum dulu." Zura berkata sembari mengangkat segelas minuman kepada sang gadis Akibara. Rin menatap sang pemuda dalam-dalam, sebelum menerima minuman darinya. "Terima kasih," bisik Rin seraya menyesap minuman berwarna gelap.
Tampak mencurigakan, tetapi ternyata ini adalah minuman dari buah yang biasanya Rin makan di hutan. Jus rasberi? Pikir sang gadis sambil terus meminum minumannya sampai tandas.
Zura yang sudah menghabiskan minumannya, dan menaruh gelas berukuran sedang di meja lantas tersenyum kepada gadis di hadapannya. "Rin," panggilnya dengan suara pelan. Rin yang juga sudah selesai dengan minumannya dengan cepat menyahut. "Ya?" jawabnya. Ekspresi gadis itu tampak kebingungan.
"Jangan pergi ke mana pun sendirian di Dunia Bawah ini, selama kau tidak mempunyai ini, Rin." Zura menyodorkan sebuah benda tajam dan mengkilap kepada Rin, yang ia keluarkan dari lengan yukata putihnya. Sebuah belati kecil dengan gagang emas.
"Ini?" gumam Rin heran. Alis sang gadis langsung menyatu. Mengapa harus belati? Ia kan sudah punya busur dan anak panah yang jauh lebih keren ....
"Tunggu, bukan itu saja." Tangan Zura lantas menarik sesuatu dari balik punggungnya.
"P-pedang?" tanya Rin kepada sang pemuda. Rin memperlebar jarak duduknya dengan Zura, menjaga jarak sedikit dengannya. Ada rasa tidak nyaman ketika melihat Zura mencabut sebilah pedang besar dari sarungnya. Apalagi pedang tersebut terlihat sangat tajam.
"Tapi aku sudah mempunyai perlengkapan panah," ucap Rin seraya menunjukkan benda yang ia bawa. Zura menggeleng. "Sebisa mungkin kau juga harus mempunyai sejata bertahan untuk mempertahankan diri dari jarak dekat, seperti pedang ini," kata sang pemuda seraya mengelus pedangnya di hadapan Rin.
Rin baru saja ingin melontarkan pertanyaan ketika sebuah suara menghentikan percakapannya dengan Zura.
"Kakak?" Seorang gadis kecil dengan surai yang diikat ke atas tersenyum manis kepada mereka. Cepol dua yang lucu sekali, batin Rin gemas. "Namaku Hana, bisakah kalian membantuku, Kak?" tanyanya dengan ekspresi yang tampak memelas. Rin memandanginya dengan tatapan kasihan.
"Zu-Zura, kita harus menolongnya. Bukankah kau tadi bilang ... kau harus menolong orang yang sedang membutuhkan pertolongan?" Rin berkata kepada sang pemuda, mencoba membujuknya.
Zura yang sudah mengetahui semuanya terlihat sedang menggaruk tengkuknya yang tidak gatal, sembari menghela napas panjang ia tatapi gadis bernama Rin dengan tatapan maklum. Gadis di sebelahnya ini ... benar-benar polos rupanya.
SREET!
Secara tiba-tiba, ujung pedang yang berada di tangan Zura telah mengarah di leher gadis kecil bernama Hana. Rin terbelalak di tempatnya duduk.
"Zura! Apa yang kau lakukan?" pekik gadis Akibara dengan panik.
"Diam." Zura melayangkan pelototan tajam pada Rin. Pandangan yang menusuk dan suara yang begitu dingin dari sang pemuda membuat Rin seketika membeku di tempat. Bukankah Zura yang tadi ia ketahui adalah orang yang ceria? Mengapa sekarang berbeda?
"J-jangan bunuh dia! Apa yang terjadi padamu?" seru Rin lagi dengan panik. Gadis itu lalu berdiri dan merentangkan kedua tangannya untuk membentengi Hana dari tajamnya pedang milik Zura.
Brutal, Zura menggerakkan kakinya sehingga ia telah melewati tubuh Rin dan menarik kerah yukata yang dikenakan oleh Hana hingga roh kecil tersebut terpelanting. Tak peduli dengan teriakan Rin, Zura berlari menuju sang roh yang masih tergeletak dan mencoba bangkit.
"ZURAA! JANGAAAN!!"
TAP!
Zura mengarahkan pedangnya pada sang roh berwujud anak kecil tersebut dan menusukannya tepat di jantungnya. Roh anak kecil tersebut perlahan menjadi asap dan menghilang dari pandangan. Menyisakan Rin yang kehilangan kata-kata dan Zura yang mulai melangkah pelan menghampiri sang gadis.
"Kenapa? Kenapa kau membunuhnya?" Manik hitam Rin menolak menatap iris merahnya Zura dan memilih beradu dengan tanah.
Zura menghela napas, lalu berkata, "Yang kau lihat tadi itu adalah roh jahat. Dia mencoba menjebakmu karena tahu kau adalah manusia dan ia ingin membunuhmu di sini. Kau mungkin tidak menyadarinya, tapi ada hawa jahat di dalam dirinya. Makhluk tadi tidak berminat menjadi baik."
Nada suara Zura yang kembali ramah membuat Rin memberanikan diri menengadahkan wajahnya. Sang gadis Akibara merasa lega karena yang ia temukan bukanlah ekspresi dingin dan keji seperti tadi, melainkan ekspresi Zura yang ramah seperti biasanya.
"Maaf, ya," ucap Zura penuh sesal. Pemuda itu lalu mengalihkan pandangannya ke arah lain, ekspresinya menunjukkan rasa bersalah. "Aku punya beberapa kepribadian dalam diriku ini. Aku yang kuudere, dandere, yandere, dan tsundere. Karena itulah, kau akan melihat sifat dan sikap yang akan berubah-ubah dari diriku."
Rin tidak menjawab. Ia masih memikirkan Zura yang tampak begitu dingin sesaat yang lalu dan bayangan ketika sorot mata Zura menatapnya begitu tajam masih terasa pekat di dalam benaknya.
PUK!
"A-aduh." Rin mengaduh dan menyentuh kepalanya. Dilihat olehnya Zura yang sesaat tadi mendaratkan sebuah jitakan di atas kepalanya dan tengah mengerucutkan bibir dengan lucu. "Jangan memasang tampang bodoh seperti itu. Kau jadi tambah jelek," ucapnya seraya terkekeh pelan.
Pelipis Rin berkedut. Padahal di dunia manusia, ia dikenal sebagai gadis yang sabar dan lemah lembut. Apa boleh buat, sepertinya di Dunia Bawah ini ia lebih bisa bersikap leluasa. Dengan satu tangan, Rin balas memberikan sebuah pukulan di pinggang sang Izazura. Dalam benaknya, sebuah kalimat terukir.
Zura yang ini sepertinya Zura yang tsundere. Mungkin dia ingin agar aku tersenyum? Sadar atau tidak, Rin mulai terbiasa menebak "dere" yang Zura tampilkan.
Zura orang yang sangat baik, ungkap Rin dalam hati seraya menyunggingkan senyum lebar. Rin lalu menatap sang pemuda dengan tatapan ceria.
+++++
Setelahnya, Rin selslu mengikuti Zura ke mana pun pemuda tampan itu pergi. Beberapa roh dan siluman di dunia itu bahkan menggoda mereka dengan sebutan "induk dan anak ayam". Panggilan yang lucu, dan memiliki kesan seperti panggilan khusus untuk sepasang kekasih.
"Zura? Sebenarnya kita mau ke mana?" tanya Rin merasa aneh karena dirinya dan Zura masih belum sampai di tempat tujuan. Apakah masih jauh, adalah pertanyaan Rin di setiap jam. Gadis itu selalu mencoba menyamakan langkahnya dengan langkah kaki jenjang Zura yang enggan memperlambat laju kakinya walau sang gadis telah meminta berulang kali.
"Kita harus mencari buah Sensa." Zura yang telah kembali menjadi Zura yang kuudere pun menjawab. "Aku tahu dunia ini bukan duniamu yang sebenarnya, Rin. Oleh karena itu, kita harus mencari buah itu untukmu," ucapnya menerangkan. "Kau bisa menggunakannya untuk kembali.
"Hhh, ki-kita berhenti di sini dulu, ya. Kita harus beristirahat." Nada bicara Zura yang malu-malu membuat Rin mencatat kata "dandere" di otaknya.
Menurut dengan ucapan laki-laki itu, Rin pun ikut duduk di sebelah Zura yang sedang menyandarkan tubuhnya di batang pohon.
"Wah, sepertinya akan turun hujan." Rin tersenyum tipis. Mereka kini berada di bawah sebuah pohon besar. Memandangi pemandangan yang tak pernah berubah. Langit dengan gemuruhnya yang pekat.
Zura yang tengah mengasah pedangnya tersenyum tipis. Ia lalu menoleh ke arah sang gadis Akibara. Zura dan Rin saling pandang dalam kebisuan setelahnya. Tak memungkiri sepi, hanya menikmati iris mata yang cantik dan memikat hati.
"Mungkin. Entahlah." Zura mengakhiri obrolan dengan meraih pedangnya dan beranjak. "Tenang saja, mendung tak berarti hujan. Tidurlah, nanti kubangunkan untuk kembali memulai perjalanan."
Rin tersenyum, Zura begitu perhatian kepadanya. Pemuda itulah yang menjadi teman pertama Rin di dunia asing itu, di saat tak ada seorang pun bersamanya. Di saat ia mengalami kesulitan dan hanya ada dia sendiri.
"Baiklah, terima kasih, Zura." Rin lalu memejamkan kedua matanya, bersiap memasuki alam mimpi seraya dijaga oleh seorang Izazura Shin.
+ Note +
Manga merupakan istilah lain dari cerita bergambar atau komik. Manga ini biasanya menceritakan tentang kebudayaan dan kehidupan masyarakat Jepang. Manga modern (漫画) dapat didefinisikan sebagai komik yang sesuai dengan gaya Jepang yang sudah dikenal selama pertengahan 1900-an.
Inuyasha (犬夜叉), juga dikenal sebagai Inuyasha: A Feudal Fairy Tale Isekai (bahasa Jepang: 戦国御伽草子 犬夜叉 Hepburn: Sengoku Otogizōshi Inuyasha), adalah sebuah seri manga Jepang yang ditulis dan diilustrasikan oleh Rumiko Takahashi. Manga ini mulai dimuat dalam majalah Weekly Shōnen Sunday sejak tanggal 13 November 1996 dan berakhir pada tanggal 18 Juni 2008. Bab-bab tunggalnya telah dibundel menjadi 56 volume tankōbon oleh Shogakukan. Ceritanya diawali ketika Kagome Higurashi, seorang siswi sekolah berusia 15 tahun dari Tokyo yang kembali ke Jepang pada masa Sengoku setelah jatuh ke dalam sebuah sumur di kuil milik keluarganya, tempat di mana ia bertemu dengan siluman anjing setengah manusia—Inuyasha.
Manga ini telah diadaptasi menjadi dua serial televisi anime yang diproduksi oleh Sunrise. Seri pertamanya tayang sebanyak 167 episode pada saluran Yomiuri TV dan Nippon TV di Jepang sejak tanggal 16 Oktober 2000 hingga 13 September 2004. Seri keduanya, bertajuk Inuyasha: The Final Act, mulai tayang lima tahun kemudian pada tanggal 3 Oktober 2009, mencakup sisa cerita dari seri manga dan berakhir pada tanggal 29 Maret 2010, setelah ditayangkan sebanyak 26 episode. Empat film dan sebuah animasi video asli juga telah dirilis.
Berikut penjelasan dari jenis-jenis derenya Zura:
1. TSUNDERE
Salah satu istilah tokoh anime yang paling terkenal dan mungkin sering kalian dengar adalah Tsundere. 'Tsun' di sini berasal dari Bahasa Jepang, yaitu 'tsuntsun' yang mana artinya adalah jual mahal. Maka dari itu, tsundere sering digunakan untuk tokoh-tokoh yang sebenarnya tengah jatuh cinta namun sedang berlaku jual mahal alias malu-malu tapi mau kepada lawan jenisnya.
Di depan publik, para tsunderes biasanya akan malu-malu untuk mengakui perasaannya kepada orang yang mereka sukai. Bahkan, mereka cenderung akan marah-marah dan mencoba untuk menunjukkan sifat 'jahat' pada orang yang dicintainya, meski sebenarnya di dalam hati berharap agar sang pujaan hati bisa memahaminya.
2. KUUDERE
Kata 'kuu' pada 'kuudere' ini berasal dari istilah serapan Bahasa Inggris, 'cool' dan sering digunakan untuk menggambarkan karakter yang memang cool dan juga sangat tenang. Mereka tak pernah panik dan juga biasanya selalu ditunjuk sebagai sosok yang selalu bisa diandalkan oleh teman-temannya pada berbagai macam situasi tertentu.
Para kuuderes biasanya berbicara dengan nada yang santai dan tak bisa dipengaruhi oleh dunia yang ada di sekitarnya. Mereka hampir tak pernah terlihat bahagia atau senang yang berlebihan, dan sebaliknya juga jarang menunjukkan kesedihan kepada seseorang. Untuk lebih mudahnya, mereka sering disebut sebagai karakter yang emotionless.
Sesosok rubah siluman berekor sembilan tiba-tiba saja melintas di depan Rin dan Zura yang sedang melakukan pencarian buah Sensa. Beruntung, Zura terlebih dahulu menarik sang gadis Akibara untuk bersembunyi di antara semak-semak sehingga siluman berbulu warna putih tersebut tidak menyadari keberadaan mereka."Kita harus ekstra berhati-hati di sini, Rin. Rubah yang kita lihat tadi itu adalah jenis siluman jahat yang sangat kuat. Jenis roh seperti itu harus kita hindari sebisa mungkin. Demi keselamatan kita bersama. Paham?" Zura menerangkan kepada teman seperjalanannya, Rin.Gadis itu hanya menganggukkan kepalanya saat mendengarkan penjelasan singkat dan padat dari pemuda bermanik mata cokelat. Tak ingin banyak bicara dan cukup mengikuti Zura saja. Maka, dia akan aman, pikir Rin di dalam kepalanya.Keduanya lalu meneruskan perjalanan, hingga lagi-lagi bertemu dengan makhluk-makhluk pencari masalah. Rin dan Zura saling pandang. Saatnya beraksi!Usai mengalahkan beberapa roh dan siluman jah
"Ah!" Angin berembus dengan sangat kuat, disusul cahaya putih meta yang langsung membuat Rin menghalangi cahaya yang masuk ke retina matanya menggunakan lengan baju sebelah kanan.Helaian rambut hitam Rin beterbangan, berkibar dengan sangat kencang ke belakang. Dapat gadis itu rasakan partikel-partikel debu dan kerikil-kerikil kecil mengenai wajahnga dan ada pula yang sebagian menempel di bajunya, tetapi sama sekali tak gadis itu hiraukan.Angin yang menyerupai angin puyuh, tetapi tidak sekuat badai itu tak hanya menerbangkan bebatuan kecil di sekitar Rin saja.Puluhan lembar dedaunan kering maupun segar dari pohon di dekat sang gadis Akibara turut menjadi korban keganasan yang muncul dari Zura yang mengeluarkan setitik kecil kekuatannya.Pemuda itu tersenyum. Sepertinya sudah selesai proses perpindahannya, dan ia akan segera pergi. "Sampai jumpa lagi, Rin!" Zura berkata dengan riang, tetapi hatinya berkata lain.Ia sama sekali tidak ingin pergi dari sisi Rin. Zura ingin terus bersama
Rin tidak tahu seberapa lama waktu telah berlalu di sekitarnya, ia juga tak menghitung hari yang sudah ia lewati. Gadis itu hanya tahu bahwa ia terus berlatih untuk menjadi seseorang yang hebat. Berkat pelatihan intens yang diberikan oleh seorang lelaki tua yang kini menjadi gurunya yang bernama Isamu, membuat gadis Akibara itu bertambah kuat di setiap harinya.Rin berencana mematahkan kutukan yang telah membuat keluarganya menderita dan bertekad untuk menjadi sangat kuat ketika sudah kembali pulang ke rumahnya sana.Gadis itu sungguh sangat merindukan keluarganya. Rin rindu dengan ayah, ibu dan sang nenek. Meski, sebenarnya ia tahu jika keluarganya mengorbankan dirinya karena rasa takut berlebihan terhadap sang iblis, tetapi Rin dapat memaklumi itu semua. Keluarganya sebenarnya tak ingin kehilangan dirinya, dan itulah yang ingin gadis itu percayai sampai saat ini.Rin tahu jika kepercayaannya itu akan membuatnya sakit apabila sudah mengetahui kebenarannya, tetapi untuk sekarang, biarl
Rin lalu duduk dengan tenang mendengarkan kisah yang akan disampaikan oleh teman barunya—Tatarimokke. Gadis itu akhirnya memutuskan untuk menjalin pertemanan dengan siluman anak kecil yang tampak begitu kesepian.Lagipula menurutnya, Mokke bukanlah makhluk yang dapat mengancam jiwanya, jadi bagi Rin tak masalah jika berteman akrab atau menceritakan sedikit kisah hidupnya kepada sang roh siluman pengantar jiwa.Meski sekarang, Tatarimokke lah yang akan menceritakan kisah nenek moyang Rin yang tak gadis itu ketahui dengan baik sejak dulu."Tahukah kau?" Mokke memulai ceritanya. Suasana di antara mereka seketika hening, Rin fokus mendengarka sementara Tatarimokke mengingat-ingat apa yang ia ketahui tentang kehidupan keluarga Akibara."Dahulu, sekitar 500 tahun yang telah lewat, seorang gadis bermarga Akibara mendapat kutukan dari penguasa Dunia Kematian—Yamasuke," ucap Mokke yang memiliki poni yang tebal. "Gadis itu bernama Akibara Kimiko, dan dialah nenek moyang keluargamu, Rin."Gadis y
Rin telah memutuskan untuk tinggal di desa yang diberitahukan oleh Tatarimokke selama beberapa hari ke depan, sebab ia tidak bisa kembali dan mendatangi sang guru—Isamu ke tempat asalnya.Padahal sang guru sudah memberikan Rin tempat tinggal, melatih dan memberi Rin makan layaknya anak kandungnya sendiri, tetapi Rin malah kabur ke tempat lain dan membuat pria tua itu sendirian di pondok kecilnya.Maafkan aku, Isamu-sama, batin Rin lirih.Lagipula menurutnya, desa yang ia tempati itu begitu nyaman dengan suasananya yang menenangkan. Orang-orang yang tinggal di sana selalu bersikap ramah terhadapnya dan hal itu membuat Rin senang tinggal di desa kecil itu. Ia merasa seperti ... benar-benar dibutuhkan oleh orang-orang desa.Jadi, tak ada salahnya Rin tinggal di sana sampai ia punya cara untuk kembali menemui Isamu. Entah kapan, tetapi Rin akan tetap menunggu saja.Hari itu adalah pagi yang cukup terik. Tidak terlalu panas, tetapi langit pun tak menunjukkan akan hujan. Angkasa tetap cerah
"Kaede! Tenangkan dirimu!" Asano berteriak kepada putri keduanya. Tanpa mengetahui bahwa seorang gadis muda tengah menatap ke arahnya dengan tatapan bingung.Rin tampak bertanya-tanya. Apa yang terjadi di sini?"Tidak, Ibu! Aku tidak mau berhenti!""Cukup, Kaede!"Kali ini, neneknya lah yang angkat bicara, wanita tua itu membentak anak perempuannya yang mana merupakan ibunya Rin. Rin tidak tahu apa yang membuat sang nenek yang biasanya selalu tenang dalam kondisi apa pun, menjadi sedikit emosional pada hari itu. Neneknya yang ia ketahui tak pernah meninggikan suaranya, mendadak berteriak dengan ekspresi geram.Itu adalah kali pertama di mana Rin melihat kemurkaan di wajah sang nenek.Gadis itu lalu lalu memutar kepalanya sedikit, dan mendapati sang ayah sedang memijat pelipisnya dengan gelisah. Seolah sedang panik memik
"Aku rindu Zura," bisik gadis Akibara suatu hari. "Sedang apa ya dia sekarang?"Sang gadis lantas merebahkan dirinya di atas rerumputan hijau. Mengabaikan rambut panjangnya yang terkena noda cokelat dari tanah basah. Aroma setelah hujan mengguyur bumi adalah kesukaannya, Rin tak mungkin melewatkan kesempatan berharga seperti ini.Ditatapinya awan gelap yang berarak-arakan, tanda hujan akan kembali turun membasahi bumi. Zura dulu berkata, mendungnya cuaca tidak menandakan hujan akan langsung turun di daerah itu. Rin kemudian memiringkan tubuhnya, tangannya ia dekap di dada.Sudah berapa hari yang telah ia lewati? Apakah sudah 100 hari? Akankah nasibnya kelak berakhir buruk sama seperti sebelumnya? Rin tak ingin menebak-nebak.Sang gadis menghela napas berat. Ironis. Rin kini merindukan rumah dan keluarga yang telah mencampakkannya."Anakku, sed
Masih di padang bunga yang indah, seorang gadis berpakaian miko dan seorang anak laki-laki dengan model rambutnya yang seperti mangkuk, terlihat sedang duduk di hamparan bunga lavender. Keduanya terlihat tak berbicara satu sama lain. Tak ada yang memulai pembicaraan di antara mereka. Sang gadis sibuk menyelami pikirannya yang mengawang tinggi di udara, sedangkan si anak sibuk dengan rangkaian bunga di kedua tangannya. Sebelumnya, mereka berdua berbicara mengenai cara agar Rin bisa menjadi kuat. Akan tetapi, sang gadis Akibara terlalu sibuk dengan pikirannya. Gadis itu masih meragu, tak tahu apakah keputusannya sudah bulat atau tidak. Ia ingin memutuskan secepatnya, tetapi hatinya masih belum menerima kenyataan tersebut. "Tak ada jalan lain selain meminta bantuan kepada iblis?" Tanya Rin yang masih dihinggapi perasaan dilema. Gadis itu menatap Mokke dengan pandangan cemas, sesekali kedua