Seorang laki-laki bertubuh jangkung berkulit putih terlihat menghampiri Gibran di dalam mobil.
Edward adalah asisten kepercayaan Gibran yang selama ini membantunya di perusahaan sang Papah. Mereka sudah lama bekerja sama tapi kedekatan mereka hanya tetap sebatas atasan dengan bawahan saja.
Sikap Gibran yang terlalu cuek dan lebih banyak diam seringkali membuat Edward malas mengajaknya bicara jika mereka sedang terlibat dalam urusan pekerjaan di waktu yang bersamaan. Padahal, Edward tahu kalau Gibran itu sangat membutuhkan teman untuk berbagi cerita mengenai masalah kehidupannya selama ini, terutama masalah wanita. Edward tahu, Gibran adalah seorang bucin yang seringkali tersakiti hatinya oleh wanita. Meski, wajah sangar dan tatapan dingin Gibran selalu sempurna menutupi semua kelemahan laki-laki itu.
Dan satu hal kelebihan Gibran, jika dia sudah jatuh cinta pada seorang wanita, maka dia akan rela mengorbankan apapun untuk wanita tersebut. Meski keyakinan itu kini perlahan runtuh saat Gibran justru menyuruh Edward menyelidiki wanita lain di saat Gibran sudah menikah dengan Gaby.
"Info apa yang lo dapet?" tanya Gibran langsung to the point.
"Wait, santai Bro! Pengantin baru galak amat? Btw, lo nggak..."
"Niat kita bahas Mimi, bukan yang lain, nggak usah mulai deh lo?" potong Gibran yang mulai membaca gelagat otak cabulnya Edward.
Edward terkekeh. "Peace man, peace..." serunya pada Gibran. Edward pun terlihat mengeluarkan ponselnya dari saku celana. Lalu dia mulai membuka sesuatu di layar ponselnya itu.
"Nama cewek itu Mirella Hanami, umur 25 Tahun, tinggal sendirian di kawasan elit Kemang Village Apartemen, dan dia itu berliannya Freddy Santiago. Nggak ada satu pun orang yang berani deketin dia karena nggak mau berurusan sama Mafia kelas kakap macam Freddy. Gue cek ke apartemennya cewek itu di Kemang, ada dua bodyguard yang jaga persis di depan apartemen dia. Dan kalau mau masuk, harus melewati serangkaian pemeriksaan ketat oleh dua bodyguard penjaganya. Ya, macam anjing penunggu rumah gitu, dan mereka berdua akan terus mengawasi gerak gerik Mirella dari kejauhan kemana pun cewek itu pergi. Sejauh ini, baru itu aja sih, informasi yang gue dapet tentang cewek itu," Edward selesai dengan kalimat panjang lebarnya tentang Mirella. Seorang wanita cantik yang sempat membuat Edward terkesima ketika pertama kalinya melihat wajah dan penampilan gadis itu.
Saat itu Gibran hanya diam. Seolah masih mencerna dengan baik semua kalimat informasi yang diberikan Edward padanya.
Sementara Edward sendiri memilih diam dan menunggu. Sesekali tatapannya menyelidik ke arah Gibran. Edward jadi senyum-senyum.
Melihat keseriusan wajah Gibran, Edward tak kuasa menahan diri untuk tidak bicara.
"Gue tahu, Bro, lo itu bukan cowok yang suka dengan hal-hal yang rumit kayak begini, jadi saran gue daripada lo menghabiskan waktu lo yang berharga cuma buat ngurusin cewek nakal macem Mirella itu, mending lo urusin tuh istri lo, si Gaby! Punya istri Ajeb begitu, malah lo anggurin! Aneh lo, sumpah!" oceh Edward lagi. Dia jadi geleng-geleng kepala melihat tingkah Gibran yang memang terkadang di anggapnya aneh.
"Lanjutin penyelidikan lo, cari tahu tentang kehidupan masa kecil cewek itu. Siapa orang tuanya dan dimana tempat tinggal dia waktu kecil, gue mau laporannya besok!" balas Gibran masih dengan raut wajahnya yang serius. No senyum.
"Eh, gila kali! Lo pikir gampang cari informasi?" bantah Edward tidak terima.
"Turun lo!" perintah Gibran tiba-tiba. Tatapan dinginnya membekukan nyali Edward.
"Ah, dasar! Habis manis sepah dibuang!" gerutu Edward. "Lo mau kemana sih? Nggak mampir dulu ke apartemen gue?"
"Gue mau ke kemang," jawab Gibran tegas.
Edward langsung melongo dengan rahangnya yang menganga lebar.
"Lo bener-bener gila ya? Lo mau datengin tuh cewek?" pekiknya tak percaya.
"Turun cepet!" bentak Gibran tanpa sedikitpun menatap ke arah Edward.
"Oke-oke, terserah lo deh! Tapi gue nggak ikut campur ya kalau sampe terjadi sesuatu sama lo! Dan jangan bawa-bawa nama gue!" Edward pun keluar dari dalam mobil mewah milik Gibran yang langsung cabut dari parkiran apartemennya satu detik saat pintu mobil itu di tutup oleh Edward.
Ckckck... Apa hebatnya sih tuh cewek sampe Gibran kayak begitu? Tau gitu, mending Gaby buat gue? Huh...
Edward hanya bisa menatap lekat ke arah laju mobil Gibran yang begitu cepat menghilang dari pandangannya.
Dan berharap tak akan terjadi hal buruk menimpa Gibran.
*****
Kemang Village Apartment.
Gibran baru saja mendapati nomor Apartemen wanita itu dari bagian resepsionis. Dia bermaksud untuk mendatangi langsung wanita itu ke apartemennya, persetan dengan bodyguard-bodyguard yang dikatakan oleh Edward tadi.
Gibran benar-benar tidak perduli.
Rasa penasarannya terhadap wanita itu kian menjadi-jadi. Gibran tidak akan bisa tenang sebelum dia bisa bicara langsung dengan wanita bernama Mirella itu.
"Ada perlu apa Mas?" tanya salah satu laki-laki berpenampilan preman yang kini berdiri menghadang Gibran di depan pintu apartemen dengan nomor 51 itu.
"Saya mau bertemu dengan pemilik apartemen ini," jawab Gibran tanpa basa basi.
"Sudah buat janji?"
Gibran berpikir sejenak, jika dia mengatakan belum, dia pasti akan langsung di usir, jadilah dia berbohong. "Sudah," jawabnya yakin.
"Atas nama siapa?" tanya laki-laki itu lagi.
"Gibran,"
"Sebentar, saya panggilkan Nona Ella dulu,"
Lalu, salah satu laki-laki itu menekan bel pintu apartemen dimana bel itu langsung terhubung ke doorbot yang terpasang di pintu apartemen.
DoorBot tersebut menghubungkan orang yang berada di depan pintu apartemen dengan smartphone sang majikan.
"Ada apa?" sahut suara dari dalam sana. Suara seorang wanita.
"Ada yang mau bertemu dengan anda, Nona. Namanya, Gibran. Ini orangnya," laki-laki bertubuh kekar itu menunjuk ke arah Gibran dibelakangnya.
Wanita di dalam sana langsung terbelalak kaget saat melihat wajah siapa yang kini terpampang jelas di dalam kamera doorbot apartemennya.
Gibran?
Pekiknya kaget dalam hati.
Seketika, kelopak mata wanita itu pun memanas dan mulai berkaca-kaca. Nafasnya mulai terlihat naik turun lebih cepat.
"Dia bilang sudah buat janji dengan Nona Ella," ucap salah satu bodyguard Mirella yang lain, yang sedari tadi hanya diam dan terus menatap Gibran dengan tatapan menyelidik.
Ella menelan salivanya satu kali. Haruskah dia menerima laki-laki itu untuk masuk ke dalam sini?
Jujur, keinginan itu sangat besar. Namun dia sadar dirinya tidak boleh egois dengan membiarkan Gibran mendekatinya, karena itu artinya sama saja dia menjebloskan Gibran ke dalam kandang singa.
Lagipula, bukankah Gibran baru saja menikah? Untuk apa dia malah datang ke sini justru di malam pertama pernikahannya?
Ella hanya bisa bertanya-tanya sendiri.
"Permisi, Nona Ella? Apa laki-laki ini di izinkan masuk?" suara sang bodyguard memecah pikiran Ella.
Hingga setelahnya, Ella menjawab dengan penuh keyakinan.
"Suruh dia pergi! Aku tidak ada urusan dengannya!"
Layar Cctv itu pun langsung dimatikan oleh Ella.
Begitu saja.
*****
Hayo, siapa yang penasaran?
Vote dan koment ya...
Salam herofah...
"SIALAN!!!" Gibran menggebrak dashboard mobilnya.Gibran benar-benar marah saat wanita bernama Mirella itu memintanya untuk pergi.Tapi bukan Gibran namanya jika dia langsung menyerah begitu saja.Gibran sempat melakukan negosiasi dengan ke dua preman penjaga pintu itu dan mengiming-imingi mereka uang, tapi hasilnya nihil. Preman-preman sialan itu tak tertarik pada uang Gibran. Hingga akhirnya Gibran pun terpaksa mundur teratur dan memilih cara yang lebih ekstreem yaitu dengan menerobos paksa untuk memasuki apartemen Ella, meski setelahnya dia justru harus mendapat hantaman bogem mentah di wajah dan bagian dadanya oleh para preman itu.Sesampainya di mobil Gibran langsung meminum obatnya sebab dadanya yang terkena pukulan mulai terasa nyeri.Malam itu saking frustasi setelah lama berpikir untuk mencari cara supaya dirinya bisa bertatap muka langsung dengan Mirella
Sudah menjadi hal biasa bagi seorang Gaby di kala dirinya selalu menjadi pusat perhatian di tempat umum.Tubuhnya yang langsing, tinggi semampai, berkaki jenjang dengan kulit seputih salju.Rambut indah panjang bergelombang yang seringkali dia biarkan tergerai bebas, terayun-ayun angin dan menebarkan aroma semerbak wewangian bunga. Rambut yang seringkali bergonta-ganti warna mengikuti alur mode kekinian itu terawat dan selalu terpoles hair mist merk ternama. Membuatnya selalu tampak segar dan glowing.Sampai pada titik utama dari apa yang dimiliki seorang Gabriella alias Gaby, yakni wajahnya yang cantik jelita.Wanita berumur 25 tahun itu memiliki bentuk wajah Diamond dengan dagu lancip dan tulang pipi yang tinggi. Bibirnya yang tebal sexy menggoda, indah dipandang mata, hidung mancung, di tambah lagi dengan bentuk bola matanya yang bulat dan besar terhias bulu mata palsu yang lentik.Jika
Akhirnya, liburan yang dinanti-nantikan Gaby pun terwujud.Meski tidak sesuai rencana.Tapi sepertinya, Seoul cukup menawarkan destinasi liburan menarik dengan pemandangan kotanya yang eksotik.Sesampainya Gaby di Bandara Internasional Incheon, Gaby dijemput oleh kendaraan pribadi yang merupakan falisitas dari hotel yang sudah dia booking.Yakni hotel elit berbintang lima di pusat kota Seoul.Terletak di kawasan pusat Seoul, The Shilla Seoul dinominasikan sebagai Hotel bintang 5 Forbes tahun 2019. Hotel ini memiliki 6 pilihan tempat makan dan spa berlayanan lengkap. Hotel ini menawarkan antar-jemput gratis ke Toko Shilla Duty Free dan Stasiun Universitas Dongguk.Semua kamar menampilkan dekorasi dengan warna-warna hangat serta menyediakan AC dan pemanas ruangan. Setiap kamar memiliki TV, brankas, fasilitas membuat teh atau kopi dan minibar.
Setelah puas beristirahat di kamar hotel, Gaby bangun ketika hari menjelang siang.Dia tak menemukan keberadaan Gibran di dalam kamar hotel. Selimut yang dipakai lelaki itu untuk tidur masih tergeletak rapi di atas sofa.Ya, Gaby yang menyuruh Gibran untuk tidur di sofa karena Gaby tidak mau tidur satu ranjang dengan Gibran.Gaby meraih ponselnya di ranjang dan mendapati satu pesan masuk dari Gibran.GibranGue keluar sebentar, nggak usah nyariin!Gaby berdecih jengkel.Siapa juga yang mau nyariin lo! Kepedean banget!Gumamnya dalam hati.Dia melempar asal ponselnya tanpa berniat membalas pesan Gibran.Gaby bangkit dari tidurnya dan berjalan menuju kamar mandi.Dia hendak mandi.Rencananya, Gab
Seorang lelaki turun dari mobil sambil memapah seorang wanita mabuk.Susah payah dia membawa wanita itu kembali ke kamar hotelnya setelah mereka cukup bersenang-senang sepanjang hari ini."Kita mau kemana sih? Gue ngantuk... Gue haus..." gumam si wanita dalam keadaannya yang setengah sadar."Ya, sesampainya di kamar kamu bisa langsung tidur, oke?" ucap si lelaki.Si lelaki memasuki lift menuju lantai 10 hotel tempat dia menyewa kamar.Sekelebat bayangan adegan panas yang sempat terjadi antara dirinya dengan si wanita di mobil tadi membuatnya kembali dilanda gairah. Dia benar-benar harus menuntaskan semuanya dengan wanita di pelukannya itu malam ini.Tak cukup baginya hanya sekedar cumbuan bibir biasa. Dia menginginkan lebih.Pintu lift terbuka di lantai 10, si pria hendak melangkah keluar, tapi seorang pria lain yang berdiri di balik lift hendak memasuki l
Freed Cafe & Bar, itulah nama Kafe yang kini didatangi oleh Gibran. Salah satu Kafe elit ternama di kawasan Jakarta.Edward bilang, Kafe ini milik Freddy.Sesampainya di sana, Gibran mendapati keadaan Kafe sore itu cukup ramai.Dia sudah berjalan berkeliling tapi tak ditemukannya sosok yang dia cari.Sampai akhirnya, sebuah tepuk tangan riuh pengunjung kafe mengalihkan perhatian Gibran saat berpuluh-puluh pasang mata di sana menatap terkesima pada seorang wanita yang baru saja keluar dari backstage dan kini dia berdiri anggun di atas panggung kecil di ujung kafe dengan pakaiannya yang bisa dibilang, sangat sexy.Dan wanita itulah yang sedari tadi Gibran cari-cari.Dia Mirella.
Seorang anak perempuan berumur delapan tahun sedang menangis terisak di pinggir jalan tepat di depan sebuah rumah kontrakan sederhana di seberang jalan rumahnya di kawasan Cicadas, Bandung.Dia terus memegangi lehernya yang terasa begitu sakit dan perih akibat sundutan puntung rokok yang di tekan begitu kuat di kulitnya hingga kulit itu mengalami luka bakar yang cukup serius.Dia terus menerus menatap ke arah rumah kontrakan di depannya. Berharap penghuni rumah itu keluar dan memberinya pertolongan seperti biasa. Sebab hanya mereka yang bersedia menolongnya dibanding dengan tetangga-tetangganya yang lain. Mungkin mereka bukannya tidak perduli, tapi mereka hanya tak ingin terlibat masalah dengan ke dua orang tua bocah perempuan itu, terlebih dengan ayahnya."Mimi?" panggil suara seorang bocah laki-
Gibran pulang ke rumah dengan wajah kusut.Setelah memarkirkan lamborghininya di garasi, Gibran masuk ke dalam rumahnya.Kedatangannya disambut oleh Mbok Sumi, pembantu yang selama ini dipercaya keluarganya untuk mengurus rumah peninggalan Kakek dan Nenek Gibran di Raffles.Rumah ini dulu pernah ditempati oleh sang Papah, Hardin dengan istri pertamanya, tapi tidak lama, sebab setelah mereka bercerai dan sang Papah menikahi almarhumah Ibunya, ke dua orang tua Gibran memilih tinggal di Bandung.Dan sejak itulah rumah ini kosong."Den Gibran, mau makan? Biar Mbok siapkan," ucap Mbok Sumi saat itu."Nggak usah Mbok, saya nggak laper. Saya mau langsung istirahat aja. Besok pagi-pagi saya ada urusan," jelas Gibran.Mbok Sumi cuma manggut-manggut sementara Gibran langsung berlalu menuju kamarnya di lantai dua.Saat Gibran memasuki kamar, dia tida