Sepintas Sherley mengulum senyum padanya.
"Kamu lama-lama bisa melucu juga," sahut Sherley.
"Aku bersikap seperti ini hanya pada orang tertentu saja. Termasuk kamu."
Sherley beranjak dari tempat dia duduk. Mengajak Abel duduk di ruang tamu.
"Ada hal penting yang harus aku bicarakan sama kamu."
"Apa itu?"
Kali ini Abel serius menanggapi Sherley.
"Coba katakan, apa itu!"
"Kapan kamu akan memanggil dan menyelidiki William?"
"Siang ini akan ada petugas yang ke kastil. Kita lihat saja, dan sesuai seperti informasi yang kamu berikan, kami akan selidiki kamar. "
"Apa kamu akan membuat aku dengan William saling berhadapan?"
Sontak Abel terdiam.
"Itu pasti terjadi Sherley. Karena hanya kamu seorang yang menjadi saksi satu-satunya, saat kejadian itu."
Tampak Sherley gelisah. Mau tidak mau pertarungan ini melibatkan dirinya dan William.
"Apa kamu akan menyelidiki kasus ini saja? Bagaimana de
"Kamu kelihatan gugup saja. Apalagi dua pipi kamu langsung memerah. Apa ... kamu juga mengingat ciuman itu?"Sejenak Sherley tak mampu memalingkan wajahnya dari sorot mata yang tajam milik Abel. Yang terus memandang dirinya."Kenapa kamu diam, Sherley?""Ehhhh ...."Sherley langsung tertunduk jengah. Abel semakin membungkukkan tubuhnya hingga kini kedua mata mereka saling berserobok. Walau terasa panas, Sherley tak mampu mengalihkan pandangannya.Tak menyiakan kesempatan, Abel segera memagut lembut bibir Sherley yang basah. Keduanya menahan gairah yang membara. Lidah mereka saling bertaut, hingga permainan itu membuat Abel sampai lupa waktu."Cukup, Abel!""Kenapa, Sherley? Apa kamu tak menikmatinya?""Bu-bukan itu! Kamu harus segera ke markas 'kan?""Haahhh!" Lelaki itu mendengkus kasar. "Aku bisa mengaturnya nanti." Sherley pun mendorong tubuhnya pelan."Ini kasus terbesar 'kan? Lakukan dengan baik, yang terpent
Seketika wanita itu berpaling pada jendela. Seperti ada yang melemparkan sesuatu. Membuat Sherley menjadi was-was dan khawatir. Saat dia ingin melangkah mendekat. Tok! Jendela yang ada di hadapannya kembali berbunyi. Seperti sebuah lemparan batu kecil yang sengaja dilemparkan. Dengan berhati-hati, Sherley mencoba mengintip dari balik tirai. Namun tidak dia temukan seorang pun. Pandangan mata wanita itu liar mengitari ke seluruh area yang terjangkau penglihatannya. "Si-siapa? Apa ada hubungan denganku?" Tampak Sherley gelisah dan cemas. Saat pikirannya mulai berkecamuk. Kembali terdengar lemparan kerikil di jendela. Tok! Membuat Sherley semakin cemas. "Apa aku harus keluar? Mungkin saja seseorang itu ingin bertemu denganku?" Setelah benyak pertimbangan. Sherley pun nekad untuk keluar. Cukup lama dia berdiri di teras depan, sambil memperhatikan sekeliling. Masih saja tak dia dapati seseorang pun. Sampai dia be
"Apa ini?" Sesaat Sherley melihat lipatan kertas yang tak beraturan. Lalu, pandangannya mengitari ke seluruh lokasi dirinya berdiri saat ini. "Siapa dia sebenarnya?"Saat Sherley menyadari dirinya sendiri di tempat ini, bergegas wanita cantik itu berlari kecil menuju rumah Abel. Dengan napas yang tersegal-sengal, akhirnya Sherley sampai juga di rumah. Segera dia menutup pintu dan menguncinya.Lalu, Sherley menghempaskan tubuhnya di sofa panjang. Sambil tatap matanya terus mengarah pada surat yang ada dalam genggaman tangan. Kembali wanita itu, teringat akan pesan lelaki asing yang membekap dirinya."Sepertinya dia tidak jahat. Seperti orang suruhan, tapi siapa?"Rasa penasaran kian melesak di kepalanya. Bergegas Sherley membuka kertas yang terlihat kumal dan basah mungkin oleh keringa. Bahkan beberapa tulisan tampak samar terkena air."Hemmm, surat yang aneh? Dari pengirim yang misterius juga. Bisa-bisanya dia membekap aku seperti itu?"
_White Angel_"Haaahhh?!" Bola mata Sherley terbelalak. Dia serasa pening setelah membaca surat itu. "Kenapa semua inin menjadi sulit buat aku? Terus, dia ini siapa White Angel?"Sejenak Sherley terdiam seperti sedang berpikir keras. Dia berusaha memutar keras otaknya, mencoba mengingat semua orang yang pernah dia kenal. Namun tetap saja dia tidak bisa menemukan nama itu."Siapa dia ini?" desis Sherley.Embusan napasnya keras terdengar. Dia kembali membaca surat itu berulang-ulang."Dari mana dia tahu soal topi merah dan mantel bulu coklat itu? Tidak ada yang tahu selain orang-orangnya Abel. Apa ... ada yang membocorkan? Mungkin nanti aku tanyakan sama Abel saja soal ini."Merasa lapar, Sherley pun menuju arah dapur. Membuat susu dan menghangatkan roti, sudah cukup buat dia untuk mengenyangkan perutnya. Di meja makan dia masih menikmati hidangan sederhana itu.Sampai dia mendengar lonceng rumah yang berbunyi. Membuatnya se
"Berarti semua aman 'kan?""I-iya, aman semuanya."Abel menghempaskan tubuhnya di sebelah Sherley."Mereka baru saja berangkat ke kastil. Kita lihat nanti hasilnya bagaimana.""Apa ... menurut kamu semua ini akan lancar? Jujur, aku takut Abel."Lelaki kharismatik itu, menyudutkan pandangannya hingga membuat matanya menyipit."Kamu takut apa?""Pastinya kamu tahu, siapa seorang William ini?""Hemmmm, karena itu saja?""Iya, karena hal ini saja sudah membuat kepalaku pusing. Aku tinggal satu atap dengannya, dia yang memberikan penghidupan buat aku. Andai dirimu menjadi aku bagaimana?""Aku mengerti yang kamu rasakan ini, Sherley. Kalau memang kamu bukan seperti yang dituduhkan, kurasa kamu tenang saja. Tidak perlu mengkhawatirkan tentang William.""Apa, menurut kamu tahu bahwa aku yang memberikan bukti-bukti itu?"Abel Griffin menghela napas panjang."Iya! Kurasa cepat atau lambat pasti akan men
"Baiklah, apa kamu akan langsung pulang?""Iya, setelah ini Abel. Bolehkah?" Lelaki itu hanya manggut-manggut.Selesai menemani Abel makan, Sherley pun berpamitan hendak pulang."Terima kasih atas semua bantuan kamu. Kuharap kamu bisa membantu aku terbebas dari ini semua.""Iya, Cantik. Aku akan upayakan semuanya.""OKe, aku pulang ke kastil. Aku tidak mau ada dugaan dari William, kalau aku yang melakukan pelaporan semua ini." Abel hanya manggut-manggut.Sheerley pun segera naik kereta yang telah menjemput dirinya. Tangannya melambai pada Abel dengan senyum lebar mengarah padanya."Tolong kamu percepat keretanya!""Baik, Nyonya."Tapak kuda mulai berlari kencang. Sherley berharap bahwa kedatangannya tidak membuat curiga William dan juga yang lain._Kastil Lily Edward_Salah seorang pelayan menyampaikan pada Ester jika ada seorang tamu."Tamu dari mana?""Ini suratnya, Ester."
"Maksudnya?""Dia ingin memeriksa seluruh isi kamar. Dalam isi surat ini juga dijelaskan kalau aku menyimpan bukti untuk kasus pembunuhan.""Pembunuhan?" Kedua matanya melotot, seolah tidak percaya dengan apa yang terjadi. "Kamu ... bicara serius?""Iya, Rose. Dalam surat ini sangat jelas mengetakannya.""Ta-tapi, William?" Rose manatap tajam pada lelaki tampan itu. "Bagaimana bisa mereka ingin mencari barang bukti di dalam kamar kamu? Pasti ada seseorang yang memang sengaja menjebak kamu, William.""Kita akan lihat nanti, Rose."William terlihat tenang."Ester!" teriak William kencang.Wanita berkulit hitam, berlari mendekat."Iya, Tuan. Ada apa?""Di mana Sherley?""Nyonya Sherley, sepertinya masih tidur di kamar.""Panggil dan suruh kemari, cepat!""Ba-baik, Tuan."Bergegas Ester keluar kamar, dan menuju lantai dua. Dia berjalan cepat menapaki beberapa anak tangga. Sampai
Tiba-tiba,"Jill ... Jill!"Sontak Ester dan Jill berbalik dan memperhatikan sosok Sherley yang tersengal-sengal."Apa ... ada kejadian baru?""A-ada Nyonya. Sekarang juga Tuan William sedang menunggu Nyonya Sherley." Tampak Ester benar-benar khawatir."Kenapa dia mencari aku?" Sherley terlihat tegang."Hemmm ... kamu harus berhati-hati, Sherley. Aku takut kalau William mencurigai kamu soal ini.""Baik, Jill. Ester, di mana William menunggu aku?""Di lantai bawah, Nyonya.""Baik aku akan ke sana juga."Bergegas Sherley menuruni beberapa anak tangga. Dia tak ingin sampai William tahu ini adalah perbuatan dirinya. Melihat keaaan yang smekain runyam, Jill pun mengekori Sherley."Sherley, tunggu!"Wanita itu hanya menoleh dan meneruskan langkahnya."Ada apa, Jill?""Berhati-hatilah, William saat ini sedang didukung oleh Lady Rose. Dia sangat berbahaya, dan mampu membalikkan keadaan de