[1] Paku logam, biasanya terbuat dari besi lunak atau keras dengan berbagai macam bentuk dan ukuran yang dipalu ke dalam retakan yang terdapat di permukaan batu—digunakan untuk menciptakan jangkar dalam olahraga panjat tebing.
Sinar matahari mulai meninggalkan ruang baca, menjadikan ruangan itu sedikit gelap di sisi jauh jendela yang sedang ditempati oleh ketiga wanita yang sedang sibuk dengan urusan mereka. Azalea mengeluarkan ponselnya dan segera membuat catatan sederhana tentang siapa saja yang disebutkan dalam surat Monsieur Braque; Aardvark Echidna Angelfish Porcupine Scorpion Oyster Swordfish “Kita mulai dari Aardvark,” kata Azalea. “Apa saja yang kita ketahui tentangnya?” “Seseorang yang pernah menjalin hubungan asmara dengan Echidna dan pernah menikah dengan Scorpion,” jawab Rita dengan serius. “Ah, kalau kau mengatakannya seperti itu, rasanya dia adalah musuh setiap wanita—” “Tapi bukankah memang seperti itu?” Azalea hanya diam menatap Rita dengan canggung. Dia kemudian berdeham dan berkata, “Kita
Rita mengisi kembali cangkir-cangkir teh yang sudah kosong untuk terakhir kalinya. Selagi melakukan pekerjaannya, dia berpikir tentang kebiasaan aneh yang dimiliki Lady Viscaria. “Bagaimana bisa Nyonya meminum teh sebanyak ini,” pikir Rita. Sepertinya, apa yang sedang dipikirkan Rita dapat terbaca sepenuhnya oleh sang Nyonya rumah itu. “Rita, sayang, setiap orang pasti memiliki kebiasaan yang dapat membuat mereka bertahan dari berbagai macam persoalan,” jelas Lady Viscaria. “Bagi-Nya, minum teh di jam-jam tertentu merupakan kebiasaan yang dapat menjaga pikiran-Nya tetap terjaga.” “Ah, Nyonya mengagetkan saya,” balasa Rita tanpa sadar. “Saya hanya mengagumi kebiasaan Nyonya saja.” “Begitu, kah?” Rita menganggukkan kepalanya dan meletakkan teko teh yang sudah kosong. “Sepertinya acara minum teh ini akan lebih menyenangkan jika ada biskuit yang menemani. Saya akan keluar untuk mencari Vivian.” “Segeralah kembali,” pinta La
I Hari itu udara jauh lebih dingin daripada biasanya. Orang-orang yang berlalu lalang di luar Titik Nol, sebuah coffee shop bertema vintage, mengenakan pakaian serba tebal dan aksesoris lainnya untuk menjaga tubuh mereka tetap hangat. Di antara orang-orang itu, seorang wanita berambut merah gelap yang mengenakan Duffle Coat biru tua berbahan wol sedang berjalan dengan gayanya yang penuh pesona—seakan-akan dirinya sedang berada di catwalk. Kassandra Meave membuka pintu masuk Titik Nol yang secara otomatis membunyikan bel di atas pintu itu. Belasan pasang mata segera tertuju pada kehadirannya yang terlihat mencolok dan sedikit tidak cocok dengan interior coffee shop yang bernuansa jadul itu. Terdengar bisik-bisik dari segala arah yang kemudian sedikit terhenti ketika suara seorang pemuda memanggil nama wanita itu. “Casey! Di sini,” panggil si pemuda yang sedang duduk dekat jendela yang menghadap ke luar. Kassandra tersenyum hingga muncul rona merah di pipinya yang putih. Dia melamb
I Colin adalah anak terakhir dari tujuh bersaudara yang lahir dari pasangan bangsawan desa yang korup. Posisinya sebagai anak terakhir tidak memungkinkannya untuk meneruskan jejak sang ayah untuk memerintah desa tempat kelahirannya itu. Meski demikian, Colin adalah seorang anak yang pantang menyerah dan memiliki tujuan yang jelas—tidak seperti kakak-kakaknya yang hampir selalu bergantung pada orang tua mereka. Suatu ketika, kumpulan kebiasaan buruk sang ayah tumbuh menjadi buah yang harus dipetiknya. Karma datang menghampiri keluarga bangsawan desa itu layaknya badai yang mengamuk. Terlilit hutang yang menggunung dan dicabutnya gelar kebangsawanan mereka menjadikan keluarga itu jatuh miskin. Namun, ambisi gila sang ayah tidak dapat dihentikan. Dia mendidik ketujuh anak-anaknya untuk menapaki jalan yang sebelumnya mengarahkan dirinya ke masa-masa di mana uang bukan menjadi masalah untuknya—jalan yang mengarahkan anak-anak itu menuju dunia kriminal tanpa ampun. Colin tidak setuju de
I “JEREMY!” Jeremy yang bertubuh tinggi melayangkan pandang ke segala arah untuk mencari asal suara itu. Seseorang terlihat di kejauhan sedang melambaikan tangannya tinggi-tinggi. Laki-laki itu setinggi Jeremy, namun tubuhnya sedikit lebih kekar. “JEREMY BRESSON!” “Ah, di sana kau rupanya,” pikir Jeremy seraya berjalan menembus lautan manusia yang memenuhi jalanan. “Apa kabar, bung?” tanya laki-laki itu setelah Jeremy berada di hadapannya. “Kulihat kau benar-benar akan tinggal cukup lama di sini.” Jeremy tidak sedikit pun menyembunyikan barang bawaannya yang begitu banyak. “Kau tahu sendiri, aku bukan tipe orang yang setengah-setengah. Di mana mobilmu?” “Ada di ujung jalan ini. Biar kubawakan sebagian barang-barangmu.” “Kau bercanda, kan? Tidak mungkin kita berjalan sejauh itu di jalanan yang penuh ini.” “Yah, kau tahu, aku baru saja mendapatkan warisan jadi aku mengganti mobil tua itu dengan sebuah Gladiator Rubicon—jalanan ini terlalu sempit untuk hewan buas itu.” “Cuaca ha
NARASI LEONARD WRIGHT I Di tengah-tengah hujan badai saat itu aku benar-benar tidak menyadarinya. Daniel Blalock yang ada di depanku segera menunjukkan ekspresi wajah yang seakan mengatakan, “Sudah kuduga hal seperti ini akan terjadi!”. Aku tidak benar-benar mengerti kenapa laki-laki itu menunjukkan ekspresi wajah yang demikian padahal kami hanya kembali ke cruiser yang terasa sepi. “Astaga, cepatlah,” desak Jean-Pierre Braque yang berada tepat di belakangku. Laju kami berdua terhenti oleh tubuh Daniel Blalock yang hanya berdiri mematung dan terlihat sedang mencari-cari sesuatu. Aku tidak begitu mengerti jadi aku sedikit mendorongnya untuk membuka jalan bagi Jean yang terus mendesak punggungku. “Ke mana perginya orang-orang?” tanya Jean. “Kurasa hanya Jeremy Bresson dan Kathleen Schumann yang tinggal di cruiser,” jawabku. “Tapi ini terlalu sepi—” Ombak menerjang cruiser tempat kami berdiri. Guncangan yang cukup kuat mengakibatkan kami bertiga kehilangan keseimbangan. Daniel seg
I Dia adalah seorang wanita berambut hitam selembut sutra, sebagaimana dijelaskan oleh Jean-Pierre Braque dalam suratnya, yang selalu terlihat seperti sedang menyembunyikan sesuatu. Kathleen Schumann pertama diperkenalkan kepada kelompok orang-orang itu ketika dirinya sedang berada dalam kondisi mental yang tidak seimbang. Saat itu, kedua orang tuanya tewas dalam sebuah kecelakaan maut di sebuah persimpangan jalan yang licin karena salju. Malam yang gelap, jalan yang licin, dan sebuah truk angkutan yang tiba-tiba saja muncul. Kathleen masih berduka dan Jean tahu itu. Dia kemudian mengunjunginya untuk melihat keadaannya. Mereka berbincang empat mata saja sebelum akhirnya pelukis itu memutuskan untuk mengajaknya bergabung dengan teman-temannya—tentu saja itu jika mereka bersedia untuk menerima orang baru. “Bagaimana kabarmu?” tanya Jean. Kathleen hanya menggelengkan kepalanya. “Aku tidak tahu apa yang kau rasakan saat ini, tapi aku akan selalu ada di sini untukmu.” “Terima kasih,
Kereta yang mengangkut penumpang dari Brightcrown City tiba pagi itu pukul sepuluh lebih tiga belas menit. Ditemani oleh Azalea dan Rita, Lady Viscaria turun dari kereta dan berjalan dengan santai di peron sambil mengamati lingkungan sekitar. Kedua matanya kemudian menangkap sesosok gadis berambut merah dengan bintik-bintik di wajahnya yang sedang berlari sambil melambaikan tangannya tinggi-tinggi.Lady Viscaria sebenarnya hanya ingat samar-samar tentang gadis itu, tapi setelah melihatnya kembali, sebuah senyum mengembang di wajahnya. Dia menatap gadis yang kini telah berdiri di hadapannya dengan takjub dan senang.“Kau terlihat lebih cekatan daripada sebelumnya, Stylle,” sapa Lady Viscaria. “Bagaimana kabarmu?”Wajah gadis itu sedikit merona. Dia sedikit salah tingkah tapi segera menahan rasa senangnya itu. Stylle membusungkan dadanya dan menunjukkan wajah penuh kepercayaan diri yang tinggi.“Saya telah mengerti maksud perkataan Anda waktu itu, dan—dengan bantuan dari Monsieur Braque