Share

4. Pembunuh Bayaran

“Aku akan ke sana. Jika kau tidak ingin pergi bersamaku, kau bisa kembali. Namun, kupastikan kau akan menyesali keputusanmu itu seumur hidupmu,” putus Arion seraya mengerling jahil ke arah Asta yang masih memberikan tatapan tak percaya padanya.

Dan tanpa menghiraukan peringatan Asta, Arion sudah kembali memacu kudanya memasuki hutan pinus yang terlihat begitu dingin dan angkuh. Meninggalkan Asta yang seketika juga menghentak tali kekang kudanya.

“Arion, tidak bisakah kau untuk kali ini saja memikirkan rakyatmu?” seru Asta dari arah belakang. Sebuah seruan yang hanya mampu membuat Arion mengerutkan kening samar tanpa sedikit pun keingnan untuk berhenti.

“Sudah ada Kaisar dan para pejabat yang memikirkannya. Mereka tidak memerlukan orang sepertiku untuk berpikir tentang masalah itu.” Arion balas berseru. Nada suaranya begitu tenang dan santai. Seakan sama sekali tak keberatan menyerahkan status putra mahkota pada siapa pun yang mengingikannya. Sebuah sikap yang membuat Asta merasa kesal. Padahal, jika menuruti keinginan keluarganya, seharusnya ia merasa senang. Karena akan semakin mudah menyingkirkan Arion dari lingkar kekuasaan. Namun, entah bagaimana, dirinya justru merasa marah.

“Apa kau sadar dengan apa yang kau katakan, eh?” seru Asta dengan nada meninggi yang syarat akan kejengkelan. Membuat Arion benar-benar terkejut karenanya. Karena selama ini, sosok pemuda jangkung berparas rupawan dengan tubuh yang begitu kekar dan menguasi berbagai seni bela diri itu sama sekali tak pernah menunjukkan emosinya seterang ini.

“Kau tahu? Jika kau melepaskan tanggung jawabmu sebagai putra mahkota, dan menyerahkan kekuasaan ini pada para pejabat serakah itu, pemandangan rakyat jelata akan jauh lebih buruk daripada yang baru saja kau saksikan. Dengar, Arion!” Asta berhasil mensejajarkan kuda mereka. Karena sepertinya, meskipun tanpa menoleh, Arion dengan sengaja memperlambat laju kudanya.

“Aku berbicara bukan sebagai tuan muda dari keluarga perdana menteri. Aku berbicara sebagai Asta, sahabat baikmu sejak kecil, yang sangat memahami karaktermu,” lanjut Asta dengan tatapan lekat, menyalurkan segenap emosinya dan menumpahkan seluruh kegelisahannya di sana. Sebuah tatapan kesungguhan yang membuat Arion tak mampu berkata-kata selain hanya mendengarkan. “Kau tahu, ada banyak skandal yang akan menjeratmu, semuanya telah direncanakan, Arion. Semua telah direncanakan. Aku bahkan menjadi bagian dari rencana mereka,” ungkap Asta dengan tatapan frustarasi. “Karenanya, aku sangat yakin sekali, kota ini akan menjadi neraka bagi rakyat jelata jika mereka berhasil dengan rencana jahatnya. Arion, aku─”

“Cukup, Asta. Jangan katakan apa pun lagi. Ini pasti sulit sekali bagimu, bukan?” sela Arion seraya menoleh ke arah Asta yang telah sejejar dengannya, tersenyum dengan tulusnya. Sebuah respon yang membuat Asta tertegun. Setelah mendengar tentang semua itu, sosok pangeran ini masih bisa dengan begitu tulusnya tersenyum padanya? Bagaimana mungkin dirinya akan mampu mengkhianati sosok langka ini?

Dan di detik itu juga, Asta merasa sama sekali tak akan pernah menyesali keputusannya saat ini. Sekalipun dirinya harus melawan keluarga besar dan terusir, ia tidak akan pernah meninggalkan dan mengkhianati Arion. Tidak akan pernah.

“Ada apa dengan tatapan menyebalkan itu, eh?” kekeh Arion begitu melihat bara tekad penuh keyakinan yang terpancar kuat pada manik kelabu yang begitu jernih milik Asta.

“Percayalah, Arion. Aku tidak akan pernah mengkhianatimu!” tegas Asta tanpa sedikit pun keraguan.

Dan sontak saja, Arion tergelak melihat kesungguhan Asta. “Bukankah sudah kukatakan padamu, eh? Aku akan mempercayaimu meskipun apa yang kau katakan padaku adalah sebuah kebohongan,” sahut Arion seraya menertawakan Asta. Lantas, menatap lekat manik kelabu di sampingnya penuh kesungguhan, “Asta, terima kasih. Tidak seharusnya kau mengorbankan keluargamu demi aku, ini pasti akan sangat menyakitkan bagimu.”

“Omong kosong apa yang kau bicarakan? Aku tidak melakukannya demi pangeran keras kepala sepertimu. Tetapi, aku melakukannya demi ratusan juta rakyat jelata White Kingdom,” sahut Asta seraya memalingkan wajah dan menatap lurus ke depan. Tak ingin memperlihatkan wajah canggung yang terasa begitu aneh pada Arion.

“Oh, benarkah?” goda Arion dengan begitu jahilnya. Menurunkan kewaspadaan hingga tak menyadari jika sesuatu yang buruk tengah mengintainya.

“Awas!” Asta menyambar lengan Arion hingga membuat pangeran itu membungkuk, dan lesatan anak panah pun mendesing di atas punggungnya dengan kecepatan yang sangat mengerikan. Andai Asta terlambat sedikit saja, anak panah itu pasti akan langsung menembus jantungnya.

Dan kedatangan anak panah itu tidak sendiri, melainkan membawa lima orang berpakaian serba hitam bersamanya. Berdiri dengan wajah tertutup kain, hanya menyisakan sepasang mata yang menatap tajam dengan nafsu membunuh yang membara. Berdiri mengelilingi Arion dan Asta dengan busur panah teracung lengkap dengan anak panahnya, seakan tak sabar ingin segera melesatkan anak panah itu dan mencabut nyawa targetnya.

Arion menegakkan tubuh seraya menyeringai lebar. “Aku sungguh tak menyangka mereka akan datang secepat ini,” gumam pangeran itu dengan begitu santai dan tenangnya. Seakan sama sekali tidak akan ada hal buruk yang terjadi sekalipun anak panah yang berkilat sangat tajam mengincar nyawanya dari berbagai sisi.

“Nah, Asta, menurutmu, apa yang akan kita lakukan pada mereka, eh?” gumam Arion seraya menjilat bibir, mengedarkan pandangan penuh perhitungan pada lima orang yang mengepungnya.

“Tentu saja membunuhnya, memangnya pilihan seperti apa yang kita miliki?” balas Asta tanpa sedikit pun keraguan. Menatap tajam penuh kewaspadaan, memperhatikan gerakan lawan penuh kehati-hatian.

Lima orang itu saling toleh begitu mendengar kalimat Asta. Tatapan keyakinan atas keberhasilan misi mereka yang semula membara dengan begitu kuat, kini seakan mulai diselimuti keraguan. Membuat Arion menyeringai samar, mampu menebak dengan mudah darimana pembunuh bayaran ini berasal.

“Oh, kau sungguh kejam, Asta. Sang Pencipta saja maha pengampun. Bagaimana mungkin kau akan membunuhnya?” balas Arion dengan nada main-main, tanpa sedikit pun mengalihkan pandangan dari lawannya seraya menyeringai lebar.

“Sayangnya, aku bukanlah Sang Pencipta, Arion. Aku hanyalah makhluk. Apakah kau pikir kita hanya akan diam saja jika orang-orang ini menyerang dan bermaksud membunuh kita?” sahut Asta seraya menyeringai samar. Melempari lima orang yang mengepungnya dengan tatapan membunuh yang sepertinya tak main-main. Tangan kanannya bahkan telah berada di atas gagang pedang. Kehebatan Asta dalam seni bela diri tak main-main. Sudah dikenal luas di White Kingdom. Terlebih ketika dirinya memberikan kontribusi besar dalam penyelamatan tanah perbatasan. Dan hal itu, membuat para pembunuh bayaran itu panik dan segera saja kembali melesatkan anak-anak panahnya secara bersamaan.

Asta dan Arion menarik pedang secara bersamaan, menggerakkannya dengan begitu anggun bertenaga nan tangkas, menangkis setiap lesatan anak panah yang menghujam ke arah mereka dengan begitu lincah. Seperti tarian pedang yang terlihat sangat mengagumkan.

Anak-anak panah itu pun terbelah, patah, dan seketika jatuh ke tanah secepat ia dilesatkan. Membuat kening para pembunuh bayaran itu mulai menampakkan keringat dingin.

Namun, sekalipun mereka adalah pembunuh bayaran dengan kualitas terbaik, tetap saja, mereka harus berpikir ulang jika lawannya adalah Asta, tuan muda dari keluarga perdana menteri yang disegani.

Menurut rencana, tuan muda itu seharusnya tidak ikut campur dalam misi mereka. Tetapi, kenapa tiba-tiba keadaan berubah?

Menyadari kegoyahan tekad mereka, Arion tersenyum lebar. “Asta, jangan bunuh mereka. Mereka masih memiliki keluarga yang selalu menantikan kedatangannya untuk pulang. Jika kau membunuh mereka di sini, anak-anak mereka akan menjadi yatim, istri-istri mereka akan menjadi janda, dan orangtua mereka akan merasa sangat kehilangan. Jadi, jangan bunuh mereka─”

“Ta-tapi, Arion─”

“Kita baik-baik saja. Kita bahkan sama sekali tak terluka. Tak ada yang perlu dipermasalahkan,” sahut Arion santai sekali, lantas menyarungkan kembali pedangnya begitu melihat bahwa para pembunuh bayaran itu sudah kehabisan anak panah.

Dan di detik itu juga, lima orang itu langsung menjatuhkan kedua lututnya di tanah. Mengurungkan niatnya mencabut pedang dan menyerang Arion demi misi mereka. Alih-alih menyerang, perkataan Arion yang syarat akan kepedulian itu sontak saja membuat mereka tertegun, seakan kalimat itu adalah kalimat pertama yang mereka dengar selama karir mereka di dunia hitam. Menghantam nurani mereka yang gersang seperti oase di padang pasir.

Tanpa sedikit pun keraguan, mereka langsung menunduk penuh hormat pada Arion tanpa mengucapkan sepatah kata pun. Sebuah gestur yang menunjukkan penyerahan diri total. Meskipun tanpa kata, dari tatapan mata mereka yang tampak begitu terkejut, sebelum akhirnya terpancar kelegaan, Arion tahu, mereka tidak akan lagi menerima pekerjaan jenis apa pun yang bertujuan untuk mencelakainya.

“Arion,” gumam Asta seraya menatap lima orang yang kini telah menyerah takhluk pada pangerannya itu dengan tatapan asing, lantas menoleh ke arah Arion dengan tatapan menuntut penjelasan. “Tidakkah kau tahu dari mana mereka berasal? Mereka adalah pembunuh bayaran dari jaringan hitam. Dan kau pasti tahu siapa yang menyewa mereka, bukan?”

“Ya, aku tahu. Dan aku sama sekali tak akan mempermasalahkannya.”

Senyum lebar menghiasi bibir sewarna cherry Arion ketika mengatakannya. 

Bab terkait

Bab terbaru

DMCA.com Protection Status