Romeo tidak menjawab pertanyaan Almera. Setelah mematikan mesin, Romeo beranjak keluar dari mobil. Sedangkan Almera hanya terdiam memandang semua gerak-gerik Romeo dengan bingung. Tidak mau larut dalam kebingungannya, Almera lebih memilih bermain handphone. Saat sedang asik berselancar di dunia maya, ada yang mengetuk kaca mobil di sebelah kirinya.
"Ada apa, Pak?" tanya Almera.
"Kamu mau jadi manusia oven?" tanya Romeo datar.
"Manusia oven?" Almera mengernyitkan dahinya tidak mengerti.
"Mesinnya sudah mati, kamu enggak merasa panas? Lagian kita sudah sampai, betah banget duduk di mobil saya," sahut Romeo yang langsung melenggang pergi, menuju bagasi untuk menurunkan koper.
Almera masih mencerna ucapan Romeo, kemudian melihat sekelilingnya. Saat tahu dia berada dimana, mulutnya langsung terbuka dengan mata yang membulat sempurna. Dengan cepat Almera membuka pintu mobil dan keluar. Mata Alme
Mendengar suara bel berbunyi, Almera sontak langsung mengalihkan pandangannya ke arah Romeo yang tetap pada posisinya. Apa Romeo tidak mendengar suara bel? Almera bergidik, bulu kuduknya tiba-tiba meremang. Dia takut kalau itu bukan manusia, apalagi rumah ini masih baru."Pak," panggil Almera.Tidak ada sahutan."Pak," panggil Almera sekali lagi. Namun tetap tidak ada sahutan dari Romeo. Bahkan badan Romeo terlihat tenang, seperti orang tidur."Sabar Al. Dia itu budeg karena faktor usia," gumam Almera mengelus dadanya, mencoba sabar.Selama beberapa detik, Almera menarik napasnya pelan dan mengulanginya hingga beberapa kali."PAK!" teriak Almera keras. Kalau sampai Romeo masih tidak mendengar, dia akan melemparkan remot AC ke kepalanya."Hm," deham Romeo dengan badan yang masih tertutup selimut."Ada yang pencet bel," ucap Almera memberi tahu. Untung saja Romeo menjawab, jika tidak, maka remot AC akan melayang."Buka!" p
Setelah memastikan bahwa Romeo benar-benar pergi, Almera membuka matanya yang basah. Air matanya masih mengalir, dia tidak menyangka kalau Romeo akan berbicara seperti itu. Pernikahan ini memang atas dasar perjodohan, tetapi dia sudah bertekad di dalam hati untuk menerima semuanya dengan ikhlas, bahkan dia sedang belajar mencintai Romeo, walau pun di dalam hatinya saat ini masih terukir nama Farrel. Dia pikir meskipun cuek dan datar, Romeo akan bersikap selayaknya seorang suami pada umumnya. Dia tadi memang tertidur, tetapi tidak berapa lama kemudian dia terbangun karena badannya terasa lengket. Namun, saat akan membuka mata dia mendengar suara Romeo, membuat dia mengurungkan niatnya untuk bangun."Kenapa gue nangis sih." Almera menghapus air mata yang sempat mengalir di wajahnya. Kemudian bangkit dari posisi tidurnya dan berjalan membereskan alat kebersihan yang tadi dia gunakan. Berhubung dia belum tahu dimana letak gudang, akhirnya dia simpan di dapur.Setelah semua
Almera tetap setia menyodorkan mangkok berisi sup buatannya ke hadapan Romeo. Walaupun merasa pegal, tetapi Almera tetap tersenyum."Tidak nafsu, saya langsung berangkat saja," ucap Romeo yang langsung melenggang keluar rumah tanpa menunggu jawaban dari Almera.Senyum Almera luntur, matanya memandang punggung Romeo yang hilang di balik pintu. Kemudian Almera menunduk, menatap sup yang merupakan masakan pertamanya dengan tatapan nanar. Walaupun cuma sup daging, tetapi dia sudah bersusah payah membuat semua ini hanya untuk Romeo. Namun, semuanya sia-sia. Sehari sebelum menikah, bunda berpesan banyak hal kepadanya. Salah satunya adalah harus menyiapkan makanan untuk suami, entah itu pagi, siang, atau malam. Namun, kenapa Romeo tidak menghargai usahanya?"Gue makan sendiri aja deh," ucap Almera kemudian mendudukkan dirinya di kursi dan mulai memakan sup dagingnya. Ternyata rasanya sudah lumayan, hanya kurang sedikit garam. Mulai saat ini dia harus giat belajar masak
Almera menjatuhkan tasnya dan tidak lama kemudian badannya ikut luruh ke lantai. Baru kali ini dia merasakan sesak di dada hanya karena ucapan seseorang dan orang itu adalah suaminya sendiri. Dia sudah berbaik hati ingin membuatkan Romeo makan malam, dia ingin menjadi istri yang baik. Namun, semua niat baiknya ditepis dengan ucapan Romeo yang begitu tajam. Meskipun rasa masakannya tidak seenak masakan bunda, tetapi setidaknya dia sudah berusaha untuk belajar memasak. Dia bisa menjamin kalau masakannya itu bersih, karena dia mengikuti langkah-langkah sesuai dengan yang ada di handphone. Sewaktu awal kenal, Romeo masih bisa diajak bercanda walaupun menggunakan nada datarnya, tetapi kenapa sekarang seperti ini?"Haha bodoh lo Al. Nikah juga baru sehari, mungkin memang seperti ini sifat aslinya," ucap Almera terkekeh miris. Dia baru menikah kemarin dan bisa-bisanya dia membandingkan sifat Romeo sebelum dan sesudah nikah. Ya jelas dia belum tahu betul sifat asli Romeo, memangnya d
Almera terbengong dengan menatap punggung Romeo yang berjalan menjauh. Otak dia masih berputar, mencerna ucapan Romeo."Pak, tunggu!" teriak Almera berlari kecil menyusul Romeo yang sudah lumayan jauh di depan."Ini," ucap Romeo ketika sudah sampai di taman.Mata Almera berbinar kagum. Tamannya begitu luas dengan berbagai macam bunga, terlihat begitu cantik. Almera merasa senang dan tenang berada di taman ini, udaranya begitu sejuk.Ting!Deringan ponsel pertanda ada yang mengirim pesan membuat Almera menoleh ke arah Romeo. Terlihat Romeo yang sedang fokus membaca pesan, entah dari siapa. Almera mengangkat kedua bahunya acuh, tidak terlalu penting. Mungkin itu hanya dari rekan kerja atau sekertaris Romeo. Dia kembali menolehkan kepadanya menatap taman dengan bibir yang melengkung, membentuk senyuman."Pak, mau kemana?" tanya Almera saat melihat Romeo yang berjalan menjauhi taman. Jangankan menjawab pertanyaan Almera, menoleh saja tidak. Rome
Almera memejamkan matanya takut saat ada yang membuka selimutnya. Apa pun yang akan terjadi nanti, dia sudah pasrah."Tidur?"Dahi Almera mengernyit, suara ini begitu familiar di telinganya. Almera membuka matanya secara perlahan. Setelah terbuka sempurna, seketika emosi dan rasa kesal yang sedari tadi dia tahan langsung meluap, apalagi melihat wajah Romeo yang seakan tidak merasa bersalah. Ya, seseorang yang membuka pintu dan selimutnya adalah Romeo. Seorang suami yang tega meninggalkan istrinya di rumah sendirian."BAPAK, KEMANA AJA?" teriak Almera bangkit dari posisi tidurnya dan memukuli dada Romeo brutal. Meskipun dia tidak pandai silat atau semacamnya, tetapi jangan remehkan kekuatan memukulnya. Apalagi disaat emosi, tenaganya seakan bertambah dua kali lipat."Stop, sakit! Kamu kenapa?" tanya Romeo menggenggam kedua tangan Almera, menghalanginya supaya tidak terus memukul. Jujur saja, dadanya terasa
Sedari tadi Almera hanya berguling-guling di atas kasurnya. Setelah kabur dari Romeo, dia langsung mengunci pintu kamar dan tidak berani keluar. Entah Romeo sudah berangkat atau belum, dia tidak peduli."BOSAN!" teriak Almera dengan posisi telentang. Rambut dan pakaiannya sudah kusut seperti orang gila. Bahkan bantal dan teman-temannya sudah berserakan di lantai.Almera menatap langit-langit kamarnya, dia membayangkan segala hal. Mulai dari kejadian yang sudah berlalu hingga memikirkan kemungkinan yang akan terjadi kedepannya. Dia takut kalau pernikahan ini tidak bertahan lama. Cinta memang bisa datang karena terbiasa, tetapi melihat sikap Romeo membuat dia ragu. Apa dia bisa? Hingga tiba-tiba suara dering ponsel pertanda ada telepon masuk membuyarkan lamunan Almera."Siapa sih?" tanya Almera pada dirinya sendiri dengan menoleh ke arah handphonenya yang berada di atas nakas, sebelah tempat tidur. Merasa tidak kunjung berhenti, dengan malas Almera bangkit dan men
"Kampret lo, Al. Nyesel gue dan gue pastikan ini terakhir kalinya gue nerima ajakan lo," ucap Widya menatap Almera sengit, dengan tangan yang bersedekap dada. Setelah ke taman tadi, Almera mengajak dia berkeliling di lantai dua dan dengan teganya, Almera meninggalkan dia di lorong yang terdapat banyak ruangan. Almera bilang bahwa di ruangan yang paling ujung itu tempat aksesoris dan dengan semangat dia berjalan masuk. Namun ternyata dia ditipu, karena ruangan itu hanya sebuah kamar yang berisi ranjang dan lemari. Baru kali ini dia menyesali hobinya yang pengoleksi aksesoris, bahkan dia melupakan sifat jahil Almera yang sudah tingkat dewa."Haha yakin ini yang terakhir? Kalau gue ajak ke mall gimana?" tanya Almera menggoda Widya. Menurutnya, menjahili orang itu sangat seru apalagi sampai menangis. Seperti Widya tadi, padahal dia bersembunyi di salah satu kamar yang tidak jauh dari tempat Widya. Awalnya, dia memantau Widya dari lubang intip yang ada di pintu