“Lalu siapa, Bik?” tanyaku tidak sabar.“Pak Ustaz Azam dan istrinya, Bu!” jawab Bik Darmi membuatku terhenyak.Bagaimana bisa mereka tahu kalau Aku sedang tidak sehat? lagipula sakitku hanya demam biasa. Rasanya merepotkan saja sampai harus di jenguk segala.“Tolong sampaikan saya akan temui mereka, Bik!” ucapku seraya bangkit dari pembaringan. Melangkah perlahan menuju lemari pakaian, meraih jaket berbahan kain dan hijab seadanya. Setelah beberapa detik mematut diri di cermin, Aku melangkah menuju ruang tamu. Jantungku berdebar saat melangkah akan menemui mereka. Sepertinya Alma yang sudah memberitahukan kepada Umi Mus kalau Aku sedang tidak sehat. Ah, sahabatku itu memang menyebalkan.“Mba Aisha, kenapa keluar kamar?” tanya Umi Mus bangkit dari tempat duduknya dan menyambutku. Aku tersenyum dipaksakan dengan sedikit rasa gugup. “Tidak apa-apa Umi, saya hanya demam biasa. Sebentar juga akan sembuh!” jawabku sambil menundukkan wajah. Tidak berani menatap wajah beliau, apalagi ke ara
Aku berusaha bangkit untuk berdiri, namun tidak bisa. Rasa sakit menjalar pada ibu jari kaki yang sedikit terluka akibat gesekan lantai parkiran. Itu karena Aku menggunakan sepatu sandal yang bagian ujungnya terbuka."Ibu kenapa? Ibu baik-baik saja?" tanya Aldi sambil membantuku berdiri.Berkat bantuan Aldi, Aku berhasil berdiri. "Ibu baik-baik saja, Nak. Mungkin karena melamun itu sebabnya Ibu jatuh. Perasaan Ibu tidak enak, Aldi!" ucapku meluapkan isi hati."Ya sudah kita pulang sekarang, Bu. Apakah Ibu bisa menyetir mobil? kalau tidak bisa sebaiknya kita pulang memesan taxi. Nanti biar mobil kita dititip di sini sebentar sampai kaki Ibu membaik!" ucap Aldi memberikan saran."Enggak usah, Ibu tidak apa-apa. Insya Allah Ibu kuat untuk mengendarai mobil," jawabku yakin."Baiklah kalau begitu. Nyetirnya pelan-pelan saja, Bu!" pesan Aldi kemudian. Aku menjawab dengan anggukkan. Tak berapa lama Kami pun pergi meninggalkan hotel.Disepanjang perjalanan, jantungku berdetak tidak karuan. Tid
Aku mengambil ponsel dari dalam tas dan membaca nama yang tertera di layar. Reno. Sebenarnya malas menerima panggilannya, namun penasaran juga tujuannya menghubungiku.“Hallo, Aisha. Alma sudah memberitahuku tentang hilangnya putrimu. Aku turut prihatin ya. Kamu yang sabar dan bantu dengan doa. Aku akan membantu mencari keberadaan putrimu dengan mengerahkan semua teman-teman intel di kepolisian."Aku terkejut dengan ucapan Reno. Sudah pasti Alma memberitahukannya, karena mereka saudara sepupu. Namun Aku tidak memintanya untuk membantu mencari keberadaan Adeeva, karena tidak mau merepotkan orang lain.“Maaf, ren bukannya Aku menolak bantuanmu. Namun Aku sudah dalam perjalanan menuju Kantor Polisi untuk melaporkan penculikan Adeeva," ucapku menolak tawarannya dengan halus.“Ya memang harus segera di laporkan ke Polisi, karena ini sudah masuk tindakan kriminal. Lebih banyak yang berusaha mencari, itu akan lebih baik agar keberadaan putrimu segera dan ditemukan!” kilah Reno.“Tapi Ren, Aku
Kenapa Mas Akbar bisa mencurigai Bik Darmi ikut terlibat penculikan Adeeva?" tanyaku terkejut bercampur heran."Logikanya, kalau memang gerbang sudah dikunci tidak mungkin ada yang bisa masuk. Kemungkinan bisa masuk jika gembok di rusak atau nekat menaiki gerbang. Tetapi rasanya beresiko jika penculik beraksi di siang hari, kecuali pada malam hari. Tetapi masalahnya gembok sama sekali tidak rusak. Lalu bagaimana penculik itu bisa masuk?" ucap Mas Akbar mengeluarkan argumennya.Aku terdiam dan mencerna kata-kata Mas Akbar. Kenapa Aku tidak kefikiran sampai kesitu? tetapi masuk akal juga argumennya Mas Akbar. Bagaimana bisa penculik itu bisa masuk, jika gembok masih utuh dan tidak rusak? apa jangan-jangan Bik Darmi berbohong dengan mengatakan jika gerbang sudah dikunci?"Apa mungkin Bik Darmi lupa mengunci pintu gerbang ya, Mas? tetapi dia berbohong dengan mengatakan sudah dikunci karena takut di salahkan? Adek rasa jika mengambil kesimpulan dia ikut terlibat rasanya tidak mustahil, Mas.
POV: Adnan"Ayah, kita mau kemana? kok dari kemarin enggak ada Ibu?" tanya Adeeva putriku."Iya sayang, sabar dulu. Ini kita mau pergi menemui Ibu!" jawabku berbohong.Entah sudah yang keberapa kalinya Aku membohongi Adeeva yang menanyakan Ibunya. Sebenarnya Aku tidak tega, namun apa boleh buat? Aku terpaksa berbohong agar dia mau ikut bersamaku. Padahal Aku akan membawanya pulang kampung ke kampung halamanku di Jawa Tengah.Andai saja Aisha mau Aku ajak rujuk, mungkin tidak akan seperti ini jadinya. Aku membawa lari Adeeva tanpa sepengetahuannya. Dengan memperdaya pembantu bodoh itu, Aku bisa membawa Aisha pergi dengan aman.Aku membohongi Bik Darmi dengan mengatakan ingin bertemu Adeeva untuk yang terakhir kalinya karena akan meninggalkan kota ini. Awalnya dia menolak, karena takut dimarahi Aisha yang berpesan agar jangan pernah membukakan pintu untukku. Memang keterlaluan sekali mantan istriku itu, padahal Aku adalah ayah kandungnya.Namun setelah Aku memohon dan berpura-pura menang
"Apakah putri saya sudah ditemukan?" tanyaku antusias."Sebaiknya Ibu datang ke Polres Kota sekarang, nanti menghadap ke ruangan Pak Askara Dirgantara!""Baik, Pak. Terimakasih informasinya!" ucapku sesaat sebelum sambungan telepon terputus.Jantungku berdetak kencang, penasaran dengan informasi yang sebenarnya? apa mungkin Adeeva sudah ditemukan? apapun hasilnya, Aku harus segera mendatangi Kantor Polisi sekarang juga. Kali ini bukan Polsek tempatku membuat laporan, namun berada di pusat Kota. Aku segera mengganti pakaian dan melangkah keluar kamar mencari keberadaan Mas Akbar. Rupanya Mas Akbar dan Mbak Nisa sedang menonton acara televisi di ruang keluarga. Aku menghampiri mereka yang serempak menoleh ke arahku."Mas, tadi ada telepon dari Kepolisian. Kita diminta untuk datang kesana sekarang juga!" ucapku dengan bersemangat. Wajah mereka terlihat sumringah. Secercah harapan tersirat dari wajah keduanya."Tunggu apa lagi, ayo kita berangkat sekarang!" ajak Mas Akbar menatap ke arahk
Bik Darmi bersimpuh di kakiku. Kami semua terkejut dibuatnya. Tak menyangka Bik Darmi melakukan hal yang merendahkan harga dirinya."Maafkan Bibik, Bu. Bibik ceroboh sehingga menyebabkan Non Adeeva diculik. Tetapi Bibik malah berbohong sama Ibu dengan mengatakan pintu gerbang telah dikunci. Itu semata Bibik lakukan karena takut Ibu marah dan memecat Bibik!" ucap Bik Darmi sambil menangis sesenggukkan. Bahunya turun naik menahan isak tangis.Aku menengok ke arah Mas Akbar yang terlihat bingung dengan sikap Bik Darmi yang berlebihan. Begitupun dengan istrinya, Mbak Nisa terlihat bingung.Aku berjongkok, meraih bahu Bik Darmi dan mengajaknya untuk berdiri. Aku memapahnya menuju kursi yang berada di teras rumah."Sudah Bik, semuanya telah terjadi. Sekarang yang terpenting Adeeva sudah pulang dengan selamat. Lain kali jangan lakukan itu lagi ya, Bik. Apalagi dengan menyebut nama Allah segala. Hukumannya dosa besar. Saya mau kasih kesempatan lagi untuk Bibik. Jangan sampai mengulang kesalaha
"Mas ini bicara apa sih? mana mungkin Ustaz Azam menyukai Adek, beliau sudah beristri. Lagipula Umi Mus itu sosok wanita yang sempurna, jadi tidak mungkin Ustaz Azam menduakannya!" ucapku membantah sangkaan Mas Akbar yang tidak masuk akal."Di dunia ini tidak ada yang tidak mungkin, Dek. Apalagi seorang laki-laki diperbolehkan untuk memiliki istri lebih dari satu!" timpal Mas Akbar lagi."Sudahlah, Mas. Adek tidak mau memperdebatkan hal yang belum jelas kebenarannya!" ucapku mencoba mengalihkan pembicaraan."Kamu benar, Dek. Mas hanya takut kamu tergoda kepada Ustaz itu dan menjadi duri dalam rumah tangga mereka!" "Insya Allah, Adek bukan wanita seperti itu, Mas. Adek juga seorang wanita, tidak ingin bahagia diatas penderitaan orang lain.""Iya, Mas percaya Adek. Lalu, bagaimana dengan permintaan Reno yang menginginkan Adek menjadi pendamping hidupnya?" tanya Mas Akbar kemudian."Adek akan mencoba mengenal Reno lebih jauh, Mas. Bagaimanapun, Adek tidak ingin kecewa untuk yang kedua ka