Bik Darmi bersimpuh di kakiku. Kami semua terkejut dibuatnya. Tak menyangka Bik Darmi melakukan hal yang merendahkan harga dirinya."Maafkan Bibik, Bu. Bibik ceroboh sehingga menyebabkan Non Adeeva diculik. Tetapi Bibik malah berbohong sama Ibu dengan mengatakan pintu gerbang telah dikunci. Itu semata Bibik lakukan karena takut Ibu marah dan memecat Bibik!" ucap Bik Darmi sambil menangis sesenggukkan. Bahunya turun naik menahan isak tangis.Aku menengok ke arah Mas Akbar yang terlihat bingung dengan sikap Bik Darmi yang berlebihan. Begitupun dengan istrinya, Mbak Nisa terlihat bingung.Aku berjongkok, meraih bahu Bik Darmi dan mengajaknya untuk berdiri. Aku memapahnya menuju kursi yang berada di teras rumah."Sudah Bik, semuanya telah terjadi. Sekarang yang terpenting Adeeva sudah pulang dengan selamat. Lain kali jangan lakukan itu lagi ya, Bik. Apalagi dengan menyebut nama Allah segala. Hukumannya dosa besar. Saya mau kasih kesempatan lagi untuk Bibik. Jangan sampai mengulang kesalaha
"Mas ini bicara apa sih? mana mungkin Ustaz Azam menyukai Adek, beliau sudah beristri. Lagipula Umi Mus itu sosok wanita yang sempurna, jadi tidak mungkin Ustaz Azam menduakannya!" ucapku membantah sangkaan Mas Akbar yang tidak masuk akal."Di dunia ini tidak ada yang tidak mungkin, Dek. Apalagi seorang laki-laki diperbolehkan untuk memiliki istri lebih dari satu!" timpal Mas Akbar lagi."Sudahlah, Mas. Adek tidak mau memperdebatkan hal yang belum jelas kebenarannya!" ucapku mencoba mengalihkan pembicaraan."Kamu benar, Dek. Mas hanya takut kamu tergoda kepada Ustaz itu dan menjadi duri dalam rumah tangga mereka!" "Insya Allah, Adek bukan wanita seperti itu, Mas. Adek juga seorang wanita, tidak ingin bahagia diatas penderitaan orang lain.""Iya, Mas percaya Adek. Lalu, bagaimana dengan permintaan Reno yang menginginkan Adek menjadi pendamping hidupnya?" tanya Mas Akbar kemudian."Adek akan mencoba mengenal Reno lebih jauh, Mas. Bagaimanapun, Adek tidak ingin kecewa untuk yang kedua ka
"Maaf Mbak Aisha...maksud saya, apakah sudah yakin dengan calon suami Mbak? bukannya saya mau ikut campur, tetapi jangan sampai kejadian sebelumnya terulang lagi!" ucap Umi Mus menjelaskan maksud dari pertanyaannya.Aku tersenyum kecut. Dalam hati merasa sedikit kecewa, karena Umi Mus terkesan ikut campur dengan urusan pribadiku. Mungkin maksud beliau baik, namun tetap saja sedikit kurang suka jika ada orang lain yang mencampuri urusan pribadiku.Jangankan orang lain, Mas Akbar kakak kandung saja tidak suka mencampuri urusan pribadiku."Itu sebabnya saya dan calon suami saya masih dalam tahap pengenalan satu sama lain, Umi. Saya percaya dengan takdir Allah. Jika memang berjodoh, seberat apapun halangan dan rintangannya, kami pasti akan dipersatukan. Begitu juga sebaliknya!" timpalku membalas ucapan Umi Mus.Aku menatap sekilas ke arah Ustaz Azam, wajahnya terlihat kikuk. Mungkin beliau merasa tidak enak dengan sikap istrinya yang terkesan mencampuri urusan pribadi orang lain."Mbak Ais
Aku mengeluarkan ponsel dan berhasil merekam dan mengambil gambar mereka berdua, berikut nama hotel tempat mereka akan memadu kasih. Mungkin ini adalah jawaban dari Allah, atas istikharah yang Aku lakukan. Reno bukanlah laki-laki yang baik untuk menjadi imam dan ayah sambung untuk kedua anakku.Aku segera melajukan mobil dan meninggalkan hotel itu dengan perasaan campur aduk. Walaupun Aku belum memiliki perasaan kepada Reno, namun tetap merasakan sakit hati karena telah dibohongi mentah-mentah olehnya.Dia begitu berani meminta restu langsung kepada Mas Akbar, namun pada kenyataannya dia mempunyai hubungan dengan wanita lain. Aku berulangkali menarik nafas dan menghembuskannya perlahan, mencoba menenangkan diri dalam menghadapi masalah ini.Berusaha untuk tidak gegabah dalam mengambil keputusan, karena masalah ini melibatkan dua orang terdekatku. Mas Akbar dan Alma. Sahabatku itu sepertinya tidak tahu kelakuan Reno di belakangnya.Rasanya tidak mungkin jika Alma menjodohkanku dengan la
Aku melangkah keluar kamar menuju pintu gerbang dan membukanya. Membiarkan mobil Reno memasuki halaman rumah. Aku mencoba untuk bersikap biasa saja, walaupun sebenarnya ada gemuruh emosi dalam dada.Menjatuhkan bobot tubuh pada sofa yang berada di ruang tamu, menanti kedatangan Reno yang belum juga keluar dari mobilnya. Aku berpura-pura sibuk memainkan ponsel, untuk meredam emosi yang mulai meletup-letup. Saat dia datang, Aku menatap wajah tampan yang disembunyikan oleh sang pemiliknya."Ka-mu habis pergi kemana, Sha?" tanya Reno berbasa-basi."Habis wisata ke Taman Safari!" jawabku singkat.Reno telihat kikuk dan seperti mencari bahan obrolan selanjutnya. Padahal Aku sudah tidak sabar dan tidak ingin banyak basa-basi."Siapa wanita itu?" tanyaku seraya menatap wajah Reno dengan tatapan setajam elang.Reno nampak terkejut. Rupanya dia tidak menyangka jika Aku akan langsung bertanya seperti itu."Dia, Tari...." jawabnya ragu."Siapa dia?" "Dia temanku!""Ooh, teman yang bisa di ajak ce
“Ternyata Umi bisa bercanda juga ya!” ledekku pada Umi Mus seraya menahan senyum. Umi Mus membalas senyumanku lalu berkata, “Saya tidak bercanda, Mbak Aisha. Ada seorang laki-laki yang insya Allah akan membawa kebaikan dunia dan akhirat untuk Mbak Aisha. Bukan begitu, Abi?” Umi Mus mengalihkan pandangannya kepada Ustaz Azam yang sejak tadi terlihat gugup.“Kalau boleh tahu siapakah orangnya, Umi? Apakah saya mengenalnya?” tanyaku sedikit penasaran. Aku fikir Umi Mus hanya berusaha menggodaku, namun kenyataannya beliau serius.“Mbak Aisha sudah mengenal siapa orangnya,” jawab Umi Mus semakin membuatku penasaran.“Boleh saya tahu, siapa?” tanyaku tidak sabar.“Suami saya, Ustaz Azam!” jawab Umi Mus enteng, namun membuatku seperti tersambar petir di siang bolong. Aku tidak percaya dengan yang dikatakan Umi Mus. Sepertinya beliau hanya berusaha untuk menggodaku.“Umi ini suka sekali menggoda saya,” ucapku kembali tersenyum. Kali ini Umi Mus menatap dengan wajah serius, senyumanku terhenti
Pagi harinya, aku berangkat bekerja seperti biasa. Cuaca hari ini sedikit mendung, membuatku membayangkan rebahan di kamar bersama Adeeva. Sementara itu arus lalu lintas pun hari ini cukup padat, membuatku tidak bisa bersantai mengemudikan mobil. Aku tidak mau datang terlambat ke kantor. Beruntung aku hafal jalan alternatif untuk menghindari kemacetan, sehingga bisa tiba di kantor tepat waktu. Saat berjalan dari parkiran, tak sengaja berpapasan dengan Alma yang juga baru tiba. Dia berjalan menunduk, sehingga tidak melihatku.Aku pun berpura-pura tidak melihatnya, karena jam masuk kantor tinggal beberapa menit lagi. Sudah biasa jika bertemu dengan sahabatku yang satu itu membuat lupa waktu. Kami menuju meja kerja masing-masing dan memulai aktifitas seperti biasa.Baru saja mengerjakan sebagian pekerjaan, tiba-tiba ponselku bergetar. Selama jam kerja, ponselku memang di seting dengan mode getar. Aku meraih ponsel yang tergeletak di meja kerja dan membaca nama yang tertera di layar. Umi M
Nama Umi Mus tertera di layar ponselku. Ada apa gerangan beliau menelpon? tanpa fikir panjang segera menerima panggilannya."Assalamuaalikum. Mba Aisha, ini saya Ustaz Azam," ucap laki-laki yang suaranya sangat Aku kenal."Us-taz Azam. Iya, ada apa Ustaz?" tanyaku sedikit gugup. Saking terlalu gugupnya, hingga lupa menjawab salam beliau."Mbak Aisha, saya minta maaf karena sudah mengganggu waktu liburnya. Tetapi ini keadaan darurat. Apakah Mbak Aisha bisa datang ke Rumah Sakit Azra sekarang?" tanya Ustaz Azam ragu."Apa Ustaz? ke Rumah Sakit? Siapa yang sakit? apakah Umi Mus?" Aku memberondong beliau dengan beberapa pertanyaan sekaligus."Iya, Mbak. Kondisi istri saya sekarang cukup parah. Semoga saja dengan kehadiran Mbak, dapat membuat kondisi istri saya sedikit membaik."Aku terhenyak mendengar kabar Umi Mus dalam keadaan parah. Apa mungkin penyebabnya karena jawabanku tempo hari?"Baik, Ustaz. Saya segera kesana." Setelah berpamitan, Ustaz Azam mengakhiri pembicaraan denganku. Aku