"Mas, aku tidur duluan ya." Setelah mandi dan berpakaian Amy naik ke tempat tidur.
Wanita itu menyingkirkan kelopak mawar merah yang sudah kembali ditata berbentuk hati. Ia malah membersihkannya tanpa sisa. Kelopak bunga itu berserakan di lantai.
Rudi hanya melongo melihat itu semua. 'Kenapa? Apa dia marah atau efek kelelahan?'
"Sayang, kok bunganya dibuang?" tanya Rudi setelah naik ke tempat tidur.
"Memangnya kenapa? Nggak boleh ya? Emangnya itu buat apaan?"
Amy malah balik bertanya kepada suaminya.
"Boleh," jawab Rudi cepat. "Sekarang kamu istirahat ya." Rudi mencium kening istrinya dengan mesra. Ia tidak mau membahas hal sepele yang akan memancing keributan.
Amy meregangkan otot-ototnya yang terasa kaku, lalu membalikkan badannya membelakangi sang suami.
Terdengar bunyi ketika Amy meregangkan otot-ototnya.
'Kelihatannya dia sangat lelah.' Rudi memijat bahu sang istri dengan lembut. "Kamu capek ya?"
Kemudian membenamkan wajahnya di antara kedua pada sang istri. Lalu pria itu mengeluarkan jurus lidah membelah semak-semak."Mas ...." Amy menggelinjang sambil mencengkram rambut sang suami. "Ampun, Mas!"Walaupun sang istri meminta ampun, ia tidak mendengarkan ucapan istrinya. Rudi terus melanjutkan aksinya.Sentuhan lidah dan tangannya berhasil membuat Amy menjerit merasakan kenikmatan yang bergejolak di dalam tubuhnya. Kenikmatan yang baru pertama kali ia rasakan.Ia meninggalkan jejak-jejak cinta di tubuh sang istri. Amy menjerit saat Rudi menyesapi pusat intinya dengan rakus."Mas ... awas, aku pengin pipis."Amy mendorong wajah suaminya, berusaha menyingkirkan kepala sang suami dari daerah keramatnya."Namun, Rudi tidak mau menuruti keinginan sang istri, ia malah melakukan aksinya lebih dan lebih lagi."Mas ... aahhh...!"Napas wanita itu sudah tersengal-sengal. Ia menjerit merasakan kenikmatan yang lua
“Saya terima nikah dan kawinnya Sisilia Sandra binti Ahmad Munawar dengan mas kawin uang tunai seratus juta rupiah dibayar tunai.” Aldin mengucapkannya dengan satu kali tarikan napas.“Bagaimana para saksi? Sah?” tanya Pak penghulu ke pada orang yang menghadiri acara ijab kabul dari pernikahan Aldin dan Sisil.“SAH!”Seketika ruangan itu menjadi riuh, sorak sorai kebahagiaan dari pihak keluarga dan para tamu undangan yang menghadiri acara pernikahan itu.Kini Sisil sudah sah menjadi istri dari laki-laki yang sudah lama ia cintai dalam diam. Aura kebahagiaan terpancar dari wajah kedua mempelai. Akhirnya cinta mereka berlabuh di pelaminan.Setelah acara selesai yang diadakan di kediaman keluarga Pradipta, para tamu dan kerabat yang menghadiri pernikahan itu satu persatu meninggalkan tempat resepsi. Sisil dan Aldin pun sudah masuk ke kamarnya untuk beristirahat.“Al, tolong bantu aku membuka sige
Aldin segera masuk kamar mandi untuk berendam air hangat agar ia lebih rileks dan bisa meredam amarahnya. Ia tidak bisa menahan emosi, walau sebenarnya ia tidak tega memperlakukan wanita yang sangat ia cintai dengan kasar. Tapi, ia sudah terlanjur kecewa dengan wanita yang baru beberapa jam lalu sah menjadi istrinya.Iya begitu mecintai istrinya dengan tulus, tapi sang istri mendekatinya hanya karena sebuah taruhan. Ia merasa harga dirinya diinjak-injak oleh seorang wanita. Terlebih dia adalah istrinya, orang yang sangat ia cintai, wanita pertama yang ia cintai setelah Bunda dan adiknya.Setelah selesai mandi dan berpakaian. Aldin menghampiri istrinya yang sudah terbaring di tempat tidurnya. Tapi, bukan untuk tidur di samping sang istri, melainkan untuk mengambil bantal dan selimut.“Hubby kamu mau tidur di mana?” tanya Sisil pada Aldin. Ia berbicara dengan lembut kepada suaminya, mencoba melupakan perlakuan kasar sang suami k
“Selamat pagi juga cucu kesayangan Nenek!” Bunda Anin memeluk cucu kembarnya. “Mommy kalian mana?” tanya Bunda Anin sambil celingukkan mencari ibu dari kedua cucunya. “Aku diantar Om Nabil, Nek. Mommy dan Daddy lagi sibuk,” jawab Gara. “Iya, Mommy dan Daddy sibuk di kamarnya. Jadi aku minta diantar ke sini aja sama Om Nabil,” timpal Bara. Bunda Anin mengembuskan napasnya perlahan. Ia sudah paham dengan maksud dari cucunya. “Kalian udah sarapan belum?” tanya Bunda Anin pada cucunya. “Udah, Nek,” jawab Bara dan Gara serempak. Ke dua anak laki-laki yang berumur empat tahun itu menghampiri Sisil. “Tante, kalau tante udah sarapan kita main yuk!” ajak Bara pada Sisil. “Tante udah kok sarapannya. Ayo kita main!” Sisil bangun dari duduknya, lalu menggandeng kedua anak laki-laki itu menuju halaman belakang. “Al, kalian lagi berantem?
“Aku nggak akan melepaskanmu begitu aja setelah kamu menyakiti hatiku,” ucap Aldin dalam hatinya sambil melirik sang istri dengan sinis.“Bara! Gara! Ayo kita masuk, Sayang!” ajak Sisil pada keponakannya.“Iya, Tante,” jawab Bara dan Gara serempak. Lalu mereka pun turun dari saung gajebo itu.“Om, ayo kita masuk!” ajak Gara pada Aldin yang melihat om kesayangannya masih duduk di saung gajebo dengan kaki yang menjuntai ke bawah.Aldin pun tersenyum sambil menganggukkan kepala menanggapi ajakan keponakannya. Ia terpaksa mengikuti kemauan sang keponakan, walaupun hatinya akan terasa perih lagi jika melihat wajah istrinya.“Bara, kamu pegang tangan Om ya!” Aldin melepas genggaman tangan keponakannya itu. Kemudian digantikan dengan tangannya. Ia menggandeng tangan Sisil sambil meremasnya dengan kuat.Sisil meringis kesakitan saat tangannya diremas oleh
Aldin dan Sisil tidak menyadari kalau dari tadi ada yang menguping pembicaraannya. Dia adalah Bunda Anin, ibu dari Aldin. “Aldin Putra Pradipta, yang terhormat. Dengarkan aku! Kamu akan menyesal karena udah menyakiti hati istrimu ini,” kata Sisil dengan tegas sambil menunjuk dirinya sendiri. “Kamu akan menyesalinya seperti aku yang sangat menyesal karena terlalu mencintaimu.” Setelah mengucapkan semua itu, Sisil pergi meninggalkan suaminya yang diam mematung setelah mendengar ungkapannya. Aldin pergi ke kamar diikuti oleh bundanya. Bunda Anin ikut masuk ke kamar anaknya, ia sangat kecewa dengan kelakuan sang putra. “Al … Bunda kecewa sama kamu,” ucap Bunda Anin tanpa basa-basi. Alis Aldin betaut, ia bingung dengan ucapan bundanya. “Emangnya Abang ngelakuin apa sama Bunda?” tanya Aldin penuh dengan keheranan. “Bunda tahu apa yang kamu lakukan sama
Aldin pergi meninggalkan meja makan dengan penuh amarah. Ia tidak habis pikir, bundanya sendiri mengizinkan orang lain untuk mengambil istrinya. Ia masuk ke dalam kamar dan menutup pintu dengan keras.“Aku mencintainya sangat mencintainya. Tapi, aku juga membencinya karena dia telah membohongiku!” teriak Aldin. “Aku nggak mau orang lain mengambil apa yang sudah menjadi milikku.” Aldin melempar semua barang yang ada di sekitarnya. Ia sudah seperti orang gila yang kerasukan setan.Aldin tidak suka kalau istrinya dekat dengan laki-laki lain, tapi ia juga tidak bisa bersikap manis pada istrinya. Bayangan wajah sang istri ketika tertawa bahagia saat memenangkan dirinya selalu terbayang dalam ingatan yang membuat ia semakin merasa terhina. Orang yang ia cintai telah mengecewakannya.“Kenapa aku seperti ini!” teriak Aldin sambil mengacak-acak rambutnya. Ia marah pada diri sendiri karena tidak
“Tante cantik … Tante cantik!” kita main yuk!” Bara dan Gara mengetuk kamar Aldin dan Sisil sambil memanggil tantenya.“Tante cantik! Buka dong pintunya!” Bara berteriak sambil mengetuk pintu kamar tanpa henti.Sebelum Sisil menjadi istri Aldin. Mereka memang sudah sangat dekat dengan Sisil karena sang mommy bersahabat dengan tantenya.“Mungkin Tante lagi tidur, ayo kita main sama mommy aja!” ajak Gara pada adiknya. Gara memnag sedikit lebih kalem dari Bara. Ia anak yang penurut dibandingkan dengan Bara, adik kandungnya.“Tapi, aku mau main sama Tante cantik.” Bara tidak mau pergi walaupun Gara memaksanya untuk tidak mengganggu sang tante.Berkali-kali Bara mengetuk pintu sambil berteriak memanggil Sisil, tapi tidak ada sahutan dari dalam, sehingga Bara masuk ke kamar tantenya tanpa izin.