"Harap tenang, semuanya! Berikan kesempatan kepada mahasiswa baru ini untuk memperkenalkan dirinya kepada kalian," ujar seorang pria tua dengan rambut putih yang sudah beruban dan menggunakan kacamata. Ruang kelas sunyi dan pria tua itu menganggukkan kepala kepada Verlyn. "Silahkan perkenalkan dirimu, Verlyn," ujar pria itu. "Baik, terima kasih, Pak Gion," balas Verlyn lalu menghela napas panjang sebelum memperkenalkan diri dan tersenyum. "Perkenalkan, nama saya Verlyn Carlveria! Aku berharap bisa berteman dengan Kakak-kakak semuanya, disini!" ujar Verlyn senang Suasana kelas yang awalnya sunyi, tiba-tiba menjadi ribut kembali setelah Verlyn memperkenalkan dirinya. "Kakak?" "Apa maksudnya dia memanggil kita dengan panggilan, itu?" "Kita semua disini rata-rata berumur delapan belas dan sembilan belas, kan?" "Dia seperti masih remaja SMA.." Pria tua di sebelah Verlyn itu menghela napas dan menepuk tangannya sekali, membuat ruang kelas perlahan menjadi kembali sunyi. "Harap t
'Apa sudah tidak ada kursi lain yang tersisa, untukku?' batin Verlyn setelah tidak menemukan kursi di taman untuk dirinya membaca buku."Aku akan ke kelas saja, sekarang.. Dilasya juga entah pergi, kemana.." gumam Verlyn pelan lalu membalikkan badannya.Di belakangnya sudah ada beberapa orang mahasiswa yang terdiri dari empat orang perempuan dan dua orang laki-laki."Halo, Adik! Namamu Verlyn, kan? Ikut Kakak yuk, sebentar," ujar wanita berambut coklat muda pendek dengan bola mata berwarna kuning tua."Ada apa memangnya, Kak?" tanya Verlyn sopan."Kami hanya ingin belajar bersama saja, kok! Verlyn kan selalu mendapatkan peringkat pertama, disini!" ujar laki-laki berambut jingga dengan bola mata berwarna sama dengan rambutnya."T–tapi, aku–""Sudah, ayo ikut saja!" potong perempuan berambut hijau dengan bola mata berwarna hitam sembari menggenggam tangan Verlyn."Kita mau kemana, Kak? Aku mau kembali ke kelasku, sekarang," ujar Verlyn.Wanita berambut coklat muda itu menoleh dan tersen
"Verlyn," panggil Kaze sebelum Verlyn melangkah keluar dari rumah. Verlyn menoleh ke arah Kaze. "Ada apa, Ayah?" tanya Verlyn. Kaze beranjak dari sofa dan menghampiri Verlyn. "Ayah tidak tahu apa kau merasa kesulitan di kuliah semester lima di umurmu yang bentar lagi mau menginjak usia delapan belas tahun, ini," ujar Kaze. "Tenang saja, Ayah. Ini juga kemauanku sendiri yang menerima lompat kelas dan kuliah tiga tahun lebih awal dari kebanyakan orang," balas Verlyn. Kaze menghela napas dan mengangguk. "Ayah tahu, tapi jika kau merasa kesulitan, langsung telepon Ayah. Karena Ayah belum memberikanmu apa-apa, setelah kau mulai masuk, kuliah.." "Apa–saja?" tanya Verlyn sembari menatap Kaze serius. Kaze tersenyum dan mengelus pelan kepala Verlyn. "Ayah serius, Verlyn. Apa saja, akan Ayah kabulkan selagi itu berada di dalam kekuasaan, Ayah.." * "Ini–kedua–kalinya.." gumam Verlyn pelan setelah dia kembali di lempar oleh air kotor, telur busuk dan di pukul oleh tongkat baseball
"Kak Derran!" panggil Verlyn dari kejauhan.Derran menghentikan langkahnya dan menoleh ke arah Verlyn, begitu juga dengan teman-teman Derran di sekitarnya.Setelah sampai di depan Derran, Verlyn mengatur napasnya terlebih dahulu dan menatap serius ke arah Derran."Kak Derran, kita–perlu–bicara–sebentar!" ujar Verlyn sembari ngos-ngosan."Kau kenapa, Verlyn?" tanya Derran.Salah satu teman di sebelahnya menyenggol pelan bahu Derran dan tersenyum."Kau dekat dengannya, Derran?""Wah, kau melupakan Tiffana demi anak ini?""Seleramu sedikit berbeda dari biasanya, Derran..""Aku sangat ingin tahu apa hubungan kalian, sekarang!""Berhentilah, teman-teman!" ujar Derran sedikit berteriak.Derran menghela napas panjang dan kembali menatap Verlyn di depannya. "Apa yang mau kau bicarakan, Verlyn?" tanya Derran."Aku ingin berbincang denganmu saja sebentar, disini," jawab Verlyn pelan.Derran mengangguk pelan. "Baiklah, tunggu sebentar," ujar Derran lalu menoleh ke arah teman-teman yang berada di
"Sudah merasa lebih baik, Verlyn?" tanya Kayn.Verlyn mengangguk pelan dan melihat hoodie Kayn yang basah karena air mata dan ingusnya saat dia menangis tadi.Verlyn menunduk malu. "Maaf untuk hoodiemu, itu. Aku akan menggantinya," ujar Verlyn pelan."Tidak apa-apa, ini tinggal di cuci kok," balas Kayn santai."Emm.. Baiklah, ngomong-ngomong.." Verlyn menoleh ke arah Kayn."Sekarang jam berapa, Kayn?" tanya Verlyn.Kayn melihat jam di pergelangan tangan kirinya yang berwarna hitam dan waktu menunjukkan pukul 06.07 PM."Jam enam sore," jawab Kayn.Verlyn terdiam sejenak dan kembali menundukkan kepalanya. "Maafkan aku, Kayn," ujar Verlyn sembari mengepalkan tangannya."Untuk apa? Kau tidak membuat salah sama sekali," balas Kayn."Aku tidak melihat waktu dan malah terus menceritakan masa kuliahku.. Kau juga pasti menjadi tidak suka padaku setelah mendengar ceritaku, kan?" tanya Verlyn sembari tersenyum kecil."Tidak–tuh." Kayn mendekat ke arah Verlyn dan mengelus lembut kepalanya."Merek
"Aku masih tidak bisa percaya, terjebak di tempat–kencan–romantis seperti ini bersama dengan, Kayn!" ujar Verlyn sembari melihat-lihat pemandangan kota. Kayn memutar bola matanya dan menoleh ke arah Verlyn. "Sudah kubilang, aku mengajakmu kesini bukan–untuk–berkencan!" balas Kayn kesal. "Aku akan tetap menganggap ini kencan–pertama–kita!" ujar Verlyn senang. Kayn tidak membalas perkataan Verlyn dan hendak menelepon Villian untuk memberitahu situasi apa yang sedang mereka berdua hadapi saat ini. Verlyn menoleh ke arah Kayn. "Kau sedang apa, Kayn?" tanya Verlyn. "Aku akan menelepon Ibu dulu untuk memberitahu apa yang sedang menimpa–kita–sekarang," jawab Kayn. "Ah.. Baiklah, aku akan menunggu disini sembari melihat-lihat lagi.." ujar Verlyn. Kayn menekan kontak Villian dan meneleponnya. Panggilan di terima oleh Villian. "Kayn, kau sedang berada–dimana–sekarang?! Verlyn bersamamu, kan?!" Kayn sedikit menjauhkan ponsel dari telinganya karena sedikit terkejut setelah mendengar ter
"Saya tahu bahwa hanya ada sedikit kesalahpahaman disini," ujar seorang pria tinggi berseragam polisi di sebelah Tiffana."T–tapi pak, bukankah kotak yang di bawa oleh dia terlihat–sangat–mencurigakan?" ujar Tiffana sembari menunjuk ke arah Verlyn.Verlyn melihat kotak yang ada di genggamannya sekarang. "Ah.. Aku–"Tiffana langsung merebut kotak yang Verlyn genggam dan memberikannya kepada polisi di sebelahnya."Bapak silahkan buka sendiri, jika bukan obat terlarang, lalu apa yang ada di dalam kotak itu sampai dia membungkusnya dengan–sangat–tebal!" ujar Tiffana.Verlyn menoleh ke arah Dilasya yang berada di belakang Tiffana dan tidak berani menatap ke arah Verlyn. 'Ini, mencurigakan..' batin Verlyn."Tenanglah, Tiffana. Tidak baik menuduh teman sekelasmu seperti, itu," ujar Pak Gion."Saya tidak bisa membiarkan universitas milik Ayah saya ini dibuat kacau oleh orang lain, Pak. Saya akan tenang jika sudah tahu apa isi dari kotak, itu!" balas Tiffana lalu melirik sinis ke arah Verlyn.
"Astaga, Verlyn!" Villian dan Khalix langsung beranjak dari sofa mereka setelah melihat Kayn menggendong tubuh Verlyn dan membantu Kayn untuk membawa Verlyn ke dalam kamarnya."Pelayan! Cepat panggilkan dokter, sekarang!" perintah Khalix."Baik, Tuan Presdir!" balas pelayan wanita disana cepat dan segera menelepon dokter."Kenapa bisa begini?!" tanya Villian panik setelah membaringkan Verlyn di kasurnya.Kayn menghela napas. "Ini sepenuhnya kesalahanku, karena mengajak Verlyn ke tempat, itu.." jawab Kayn pelan.Villian menoleh ke arah Kayn. "Ibu sudah bilang, jaga dia baik-baik Kayn! Karena dia.."Khalix menepuk pelan bahu Villian. "Kita tidak ada waktu untuk membicarakan hal ini, kita harus mementingkan kesehatan Verlyn terlebih dulu, Villian," ujar Khalix menenangkan Villian.Villian menghela napas untuk meredakan emosinya dan mengangguk pelan. Lima menit kemudian, dokter sudah tiba di kediaman mereka dan segera memeriksa kondisi Verlyn disana."Bagaimana, Lean?" tanya Khalix setela