Vote dan komen, ya.
Keputusan Kingston menimbulkan pertanyaan besar yang beranak pinak tak terpecahkan dalam isi kepala Pandora. Dia tak mengerti mengapa pria itu mau mengorbankan sesuatu yang berharga—cinta yang masih didambakan hanya untuk menarik kepercayaan Chris. Seharusnya Pandora menghentikan Chris terhadap prinsip dan idelisme ayahnya yang menyakiti posisi Kingston. Dia merasa tidak tega mengamati pria itu beberapa waktu lalu dari atas balkon. Masih terbayang bagaimana raut wajah Kingston yang jelas tak bisa bohong. Ada kemarahan yang dipendam. Kekecewaan yang membuat pria itu enggan menatap lurus ke depan saat mengawasi pekerja kontruksi lapangan membongkar monumen dan melakukan pemindahan, yang Pandora sendiri tidak tahu selanjutnya lokasi mana akan dijadikan rumah baru untuk makam Arcadeaz. Namun dia dapat merasakan betapa Kingston sangat menyesali hal itu. Sering kali terlihat menunduk. Jarang sekali bicara, bahkan ketika Helios menanyakan sesuatu, seolah dunia Kingston ikut terseret jauh.
Suara jeritan menggelegar jauh—agak samar, tetapi cukup menarik Pandora berpaling ke arah pintu. Merasa aneh dan bingung. Tidak biasanya suara Aquela melengking nyaris memenuhi seisi gedung mansion, bahkan pintu tertutup pun masih bisa menghantarkan suara wanita itu yang begitu histeris ketakutan. “Chris, tolong aku. Kau di mana!” “Mereka sudah sangat dekat.” Rasa penasaran Pandora semakin membludak. Bertanya – tanya siapa mereka yang Aquela maksud. Mengapa ibunya terdengar panik berlebihan di jam – jam pagi seperti ini. Pandora tak bisa menganggap abai hal tersebut, sekalipun Aceli sedang bersamanya. Setelah bangun tidur gadis kecil Kingston memaksa Pandora menemaninya bermain apa saja yang diinginkan. Mungkir Pandora untuk menolak. Tidak pula dia mengabaikan suhu tubuh Aceli yang sedikit mulai turun. “Aceli, bisa main sebentar dulu di sini? Kakak Panda mau lihat apa yang terjadi di luar.” Pandora menyentuh lembut kulit pipi Aceli sebelum beranjak pergi. Langkahnya terhenti di d
“Lebih cepat lagi, Grandpa. Kakak Panda sudah semakin dekat.”Aceli bicara seperti itu untuk mendobrak Chris merangkak lebih cepat, meski sebenarnya Pandora hanya melangkah sampai di depan pintu kamarnya sendiri. Menatap dari tempat dia menjulang. Sesekali melirik ke arah bawah memperhatikan hewan buas Kingston masih dibiarkan berkeliaran bebas, dan itu adalah tolok ukur yang membuat Pandora mempertahankan langkah—menunggu Chris akan berbalik badan membawa Aceli yang menunggang di atas tubuhnya.Sama persis yang Aqeula alami. Wanita itu tak lagi menghuni mansion dengan leluasa. Lebih memilih mendekam di dalam kamar. Ketakutan hingga menggigil—menghadapi gejala demam. Semua itu nyaris tak bisa Pandora percaya, namun itulah yang ayahnya katakan. Dampak dari kejadian pagi hari memberi Aquela pelajaran tak terlupakan.“Turun ke lantai bawah, Grandpa. Jangan kembali ke kamar.”Aceli merengut tidak rela, tetapi Chris sudah berpijak pada jalur seharusnya. Pola mengkhawatirkan terlihat jelas.
“Dad, mau kuseduhkan kopi?”Menghindari pertanyaan Kingston menjadi satu – satunya kegilaan yang harus diwaspadai. Pandora tahu pria itu sengaja ingin membuatnya tak berkutik di depan Chris. Sebaliknya dia bersikap seperti sedang memainkan peran penting dalam pemetasan teater. Kingston tidak akan bisa berkata apa pun, selain daripada mendampingi Chris dan duduk saling berhadapan.“Kau tidak bertanya pada King ingin minum apa? Dia baru kembail dari luar.”Pandora melirik Kingston sebentar. Sama sekali tidak tahu kesukaan pria itu. Kopi, teh, ntah yang mana. Manis, pahit atau yang perlu diracik secara khusus. Kedua hal itu tidak pernah terbesit akan menjadi pertanyaan yang harus Pandora hadapi.“King sangat mandiri, Dad. Apa pun bisa dikerjakan sendiri,” ucap Pandora, tapi dia menyadari Kingston menyerahkan tatapan yang berbeda. Benar – benar tidak baik jika Pandora terus membiarkan sorot mata mereka saling bersirobok.“Aku sedang ingin minum susu buatanmu.”Sudah Pandora duga. Tersirat
Helios membuktikan kata – kata yang diucapkan dengan kembali bersama tuannya. Kingston berjalan di barisan depan. Selangkah demi langkah menuruni anak tangga tanpa mengatakan apa pun. Wajah tampan itu nyaris tanpa ekspresi, menunduk ketika menemukan Pandora sedang menunggu. Benar – benar akan menghindari kontak mata dalam situasi tertentu, seolah penting baginya tidak melakukan interaksi atau semacamnya.Namun apa yang bisa Pandora katakan. Dia memang sudah menantikan hal tersebut. Tak bohong kalau mencemaskan Kingston. Pria itu mempertaruhkan nyawa untuknya, sekadar berterima kasih pun tak akan cukup mengganti kejadian hari ini, sehingga Pandora perlu memberi pelayanan yang dia minati.Rentetan kalimat sudah Pandora siapkan, tetapi dia mengurungkan niat setelah sadar jaguar Kingston tak sedang bersama pria itu.Diam – diam Pandora melirik Helios, barangkali bisa menemukan jawaban—nihil. Sorot mata Helios jelas menunjukkan sesuatu yang berbeda. Diamnya harus Pandora benahi.“Bagaimana
“Apa porsi untuk mom cukup, Dad?”Segala sesuatu sudah Pandora siapkan. Chris hanya perlu menyelesaikan sesuap makan malam dan membawakan bubur ikan salmon cincang buatan Pandora pada Aquela yang sama sekali tidak membiarkan pintu kamar ditempatinya terbuka lebar.Mendengar Kingston terluka Aquela menunjukkan sikap berlebihan pada Chris. Kalang kabut menuntut untuk segera pulang sehingga saat itu rencana kembali ke Cambridge telah mereka sepakati secara mendadak sekaligus mengejutkan Pandora.Dia harus merelakan ayahnya bersiap – siap pergi besok pagi meskipun masih menginginkan Chris berlama – lama di mansion Kingston. Pilihan ibunya sukar ditolak. Dan Pandora tetap memikirkan risiko buruk kemungkinan bisa kembali terjadi. Kepada siapa saja termasuk ayahnya yang kini sedang memperhatikan dua mangkok bubur di atas meja.“Ibumu tidak akan makan banyak saat sedang sakit. Tapi King, apa kau yakin calon suamimu sanggup menghabiskan semangkok penuh, Panda?” tanya Chris menerawang jauh. Buk
Bergelung dengan selimut tebal tak cukup membuat Pandora nyaman. Secara bergiliran dia mengubah posisi tidur. Kadang – kadang menghadap Aceli di sampingnya. Kemudian membelakangi gadis kecil Kingston sambil memikirkan bagaimana kondisi pria itu setelah malam yang larut menawarkan embusan angin untuk mengetuk kaca jendela.Tidak ada yang salah dari keputusan Pandora saat beranjak bangun, membuka pintu di samping jendela. Dia butuh udara sekadar menyejukkan perasaan yang dipenuhi kecamuk bingung. Sepanjang waktu memikirkan pria yang tidak dicintainya sesuatu yang aneh. Sedikitpun tak terbesit cara mengenyahkan Kingston dari benaknya. Sekarang Pandora harus menemukan pria itu sedang menyangga lengan di sudut balkon, sesekali meneguk minuman keras dengan tatapan menerawang ke depan.Satu langkah Pandora mendekat setelah memberanikan diri dan menentramkan debaran jantung yang bergolak lantang. Hati – hati dia melirik Kingston. Berdiri saling bersisihan, cukup memberanikan diri berada di sa
“Tapi di sini terlalu dingin,” bantah Pandora sejak Kingston mengambil sedikit jarak untuk membebaskannya. Suhu yang sedang dihadapi melebihi bekunya udara di musim dingin. Dia memilih duduk memeluk lutut yang saling menekuk. Memperhatikan pemandangan cantik di depan—puncak sebuah gunung samar – samar mengintip keluar saat cahaya safir melebar ke segala arah.Pandora mengusap telapak tangan sekadar membuat kehangatan. Berkali – kali melakukan hal yang sama—menempelkan kedua tangan di wajah sambil menegadah ke arah Kingston. Sebelah tangan Pandora terulur menggaet jemari Kingston. Meminta pria itu duduk di sampingnya. Pelan – pelan untuk saling memahami. Arus dan keheningan akan membawa mereka pada perkenalan yang utuh.“Kau belum menjawabku. Ini di mana?”Di suatu tempat yang akan sering Pandora kunjungi di masa depan, tetapi Kingston hanya diam berpaling—mengamati wajah Pandora lekat – lekat.“Tidurlah.”Suara dalam itu mengatakan hal demikian dengan cara yang lembut. Pandora hampir