“Aku bicara padamu.”Sesuatu menggeliat di perut rata Pandora. Sangat halus dan ramban sehingga secara naluriah dia berjengit.“Bukan aku!” Sambil berteriak membela diri, Pandora mengangkat kedua tangan ketika sesuatu itu menariknya berbalik arah.Busa sabun karena gerakan spontan yang Pandora lakukan berterbangan—sedikit memercik ke lengan baju Kingston hingga memancing pria itu untuk mengamati setitik pakaian yang ternoda.Pandora nyaris tak bisa berkata – kata menghadap wajah tampan yang begitu dekat. Manik mata Kingston meneliti dengan kelam. Terlalu sulit dijabarkan mengingat pria itu telah mengundang badai ketegangan.“Coba ulangi lagi.”Sekadar melirik Aceli pun rasanya itu menjadi hal paling pelik. Pandora berpegangan pada pinggiran westafel. Dia benar – benar keluh. Mengapa perbuatan Anna yang berlebihan harus menjadi tanggung jawabnya!“Apa seperti ini caramu mencubit Aceli?”Pandora berjinjit, terkejut dan gelagapan menahan tindakan Kingston di pipinya. Dia merasakan kulit
Pandora mengerjap, rasanya semalam baru tertidur tetapi biasan cahaya sudah menjadi alarm sunyi yang menjanjikan. Dia membuka kelopak mata. Terlonjak. Mulai menyadari hal kosong sedang berada di sekelilingnya dan menguasai keadaan.Tidak ada siapa pun di dalam kabin. Pintu bagian terluar tertutup, hanya jendela separuh terbuka—menyertakan langit terang benderang hingga dahan pohon yang mendesik di bawah rayuan angin kencang.“Aceli?”Wajah Pandora berpaling mencari – cari keberadaan gadis kesayangan Kingston yang harusnya masih tidur di sampingnya saat ini. Namun ketidakberadaan Kingston di ruang yang sama turut mengambil kendali tentang ketakutan Pandora. Dia tak ingin sendiri di tempat yang sepi apa lagi di tengah hutan.“King ....”Pandora beranjak turun dari ranjang. Sedikit dicecoki keraguan saat menderap menuju pintu kabin. Beberapa hal tidak perlu dicurigai, tetapi sayup – sayup suara Aceli menantang mata Pandora terbuka lebar. Dia bergegas—tergesa menarik ganggang pintu sampai
“Kau dari pagi tidak makan, King. Bangun sebentar saja apa tidak bisa?”Berulang kali Pandora menanyakan hal yang nyaris tak jauh berbeda. Berulang kali pula dia mengkhawatirkan Kingston dengan perasaan yang sama. Memperhatikan seberapa betah Kingston tidur telentang setelah semalam sempat mengubah posisi tidur.Mata spektrum itu tetap terpejam. Sedikitpun tidak terpengaruh oleh beberapa hal. Seperti Aceli yang terus mendesak Kingston untuk bangkit. Menarik lengan pamannya. Nihil. Itu tidak menghasilkan apa pun, termasuk hasrat Aceli yang akan datang. Merangkak ke atas tubuh Kingston dan melakukan loncatan kasar.“Bangun, Daddy!”Tidak cukup sekali. Aceli kembali melompat kuat. Memberi tekanan berlebihan hingga pamannya meringis memegangi permukaan perut yang menjadi bahan terjangan.“Sudah, Aceli. Kau menyakiti daddy-mu.”Yang bisa Pandora rekam dengan jelas adalah kerongkongan Kingston bergerak naik turun. Dia tidak bisa membiarkan Aceli bertindak sembarangan. Selemah itu, sekadar m
“Hati – hati, Aceli, nanti jatuh.”Pandora meringis ngilu memperhatikan cara Aceli memanjat besi tangga dengan tergesa – gesa. Gadis kecil itu terlalu semangat untuk memulai kegiatan yang sama selama dua hari ditinggal pamannya yang hanya memejam di atas ranjang. Kadang – kadang Aceli berusaha membangunkan Kingston, tetapi dia lebih sering menyerah saat tidak ada respon apa pun.Walau kali ini. Terakhir sebelum Aceli mulai melupakan kegiatannya. Gadis kecil itu sempat menunjukkan sikap luar biasa manis. Mencium setiap sudut wajah Kingston, terutama bagian bibir dan dagu. Bahkan jari – jari mungil itu tidak lupa memainkan alis tebal yang tumbuh dengan rapi. Lalu beralih pada bulu mata yang tak luput untuk dicabut, hingga berpindah sisi. Tiduran di atas permukaan dada pamannya seperti bayi koala mendekap tubuh sang induk.Hal tidak kalah manis saat lengan Kingston mengusap puncak kepala Aceli. Bergerak tipis – tipis menandakan pria itu sedikit lebih baik dari hari – hari sebelumnya.Pan
“Daddy ke mana, Kakak Panda? Kenapa lama sekali? Dari kemarin daddy tidak bermain denganku.”Aceli menunduk lesu menyeka lembar demi lembar buku bacaan di hadapannya. Dia tidak membaca. Belum sepenuhnya memahami huruf – huruf secara detil sehingga butuh seseorang untuk bercerita untuknya. Tetapi seseorang yang Aceli butuhkan tidak terlihat di mana pun. Pergi sejak Pandora memutuskan tidak mengomentari sekecil hal yang akan berakibat fatal terhadap reaksi Kingston.Beberapa saat lalu, setelah menerima jawaban mengejutkan secara sadar Pandora menyingkirkan lengan Kingston dari pinggulnya. Mengambil langkah sekian jengkal jarak untuk menyorot pria itu lebih serius. Lama perhatiannya tertuju pada wajah yang sebentar – sebentar harus mengerjap sekadar mengembalikan kesadaran.Ada banyak persepsi bergumul di benak Pandora. Namun dia tidak bisa mengatakan kepergian yang secara mutlak tertanam di depan mata ... akan kembali hanya untuk menyenangkan pria yang sedang kacau. Juga tak akan member
Seandainya Pandora bisa semudah itu menganggap sesuatu yang sedang dirasakan bukanlah apa – apa. Mungkin dia tak perlu menyembunyikan diri di bawah kain tebal. Meringkuk berusaha untuk terpejam.Atau seandainya dia bisa menulikan telinga, maka satu – satunya suara yang tak ingin diterima adalah rambatan suara Kingston.Ironi. Pandora bahkan tak berdaya untuk keputusasaannya. Tidak bisa membantah gemuruh dada yang begitu gelisah. Pikiran – pikiran kotor mengenai Kingston terus berkecamuk. Seliar itu. Bebas melanglang menguasai seluruh isi kepala.Kingston memang licin dalam hal apa pun. Licin mengubah keadaan seseorang menjadi sangat buruk, sehingga untuk memenangkan perang yang sedang bergolak dalam benaknya. Pandora harus menemukan sesuatu yang lebih berharga.Aceli ....Bibir Pandora melekuk getir saat memperhatikan layar menyala yang menampilkan hasil selfie bersama bocah kecil itu. Sehari lalu ide mengajak Aceli mengabadikan momen bersama melesak begitu saja. Gambar – gambar itu s
Semua yang sedang bereaksi di dalam tubuh Pandora. Harus dia usahakan tidak meleburkan kesadarannya. Penting bagi Pandora tidak meremehkan gigitan ular berbisa, tetapi dia tak memiliki upaya memikirkan diri sendiri. Langkahnya lebar membawa Aceli secara terdesak. Mereka telah melangkah untuk belasan menit, karena itu nyeri yang tajam segera diikuti peradangan yang semakin parah. Sesak mulai berkabut di rongga dada Pandora. Dia merasa mual dan harus memaksa langkahnya tetap menggerus di tengah hutan. Sesekali Pandora menyeka bagian wajah. Bulir keringat timbul berantakan di bagian kening menunjukkan gejala yang akan disusul demam. Dari tertatih. Pandora mulai terlunta – lunta mengangkat lengan untuk meraba batang pohon di sekitarnya. Kemungkinan besar masih membutuhkan jarak cukup jauh untuk mendapatkan benderang cahaya lampu dari van. Namun dia sudah tak bisa bertahan sebelum itu. Lambat laun kemampuan sekadar berdiri tegak menjadi runtuh. Luruh bersandar di bawah pohon besar. Engap—
“Ah ... Hores, berhenti ....” Kuku tangan Avanthe menancap di bahu pria yang menjadi ayah biologis Aceli. Hores menggila saat sedang melumat tubuhnya. Melesakkan kejantanan yang keras untuk menghujam Avanthe lewat percintaan panas. Hores menawarkan sensasi nikmat, namun di saat bersamaan Avanthe menjadi gelisah memikirkan Kingston. Dia mencoba menegahi Hores yang belingsatan menumbukkan diri. Terus merampas bibir Avanthe acapkali ingin melontarkan kalimat menghentikan tindakan menggairahkan. “Hores—“ panggil Avanthe tertahan ketika Hores kembali menggigit bibir bawahnya. “Sebentar, Love, kau bisa bicara setelah aku selesai.” Puncak Gunung Formon menjadi kebiasaan paling sering saat mereka ingin meleburkan hasrat bersama. Hores dengan sengaja meninggalkan rapat penting untuk merujak Avanthe yang begitu dirindukan. Beberapa hari terakhir dia memiliki kesibukan di gerbang neraka dan inilah waktunya menuntaskan hasrat yang memburu hebat. Avanthe memang sangat pandai. Membungkus kejan