Aura mencekam dari Raja Vanderox telah menguasai seisi kerajaan Olimpyus. Kemunculannya menyebarkan ketegangan. Angin kematian seakan beradu satu dengan udara dingin membekukan. Tatap mata Raja Vanderox luar biasa keji. Menantang ke depan ketika serangan berlawanan arah lurus mendekat ke arahnya.Ketukan bahaya dari senjata dwisula milik Raja Vanderox seperti kilat yang menyambar. Postur besar dan mencengangkan menombak hingga menebas beberapa penjaga yang tumbang berserak di dalam istana.Keberadaan Pandora sudah tercicip begitu dekat. Hentakan Raja Vanderox tak gentar menimbulkan gejolak buruk yang menggetarkan sampai ke setiap ruangan di istana.Namun hanya ada satu ruang yang didatangi raja dengan hasrat membara. Pintu tertutup segera didobrak kasar. Sang tabib terlonjak nyaris tak mampu mempercayai sebuah pemandangan mengejutkan.Tabib segera mengambil langkah untuk mencegah kemungkinan yang akan terjadi. Melindungi Pandora dari gairah Raja Vanderox yang terungkap jelas saat tata
“Kau seharusnya beristirahat, Pangeran. Biar aku saja yang melakukannya.”Avanthe menelan ludah kasar memperhatikan bagaimana Kingston ... sedang tidak baik – baik saja tetap memaksa untuk mengobati Pandora yang telentang dengan kepala menyangga di pangkuan pria tersebut.Wajah yang pucat, hingga setiap gerakan kecil selalu membuat Kingston mendesis tertahan. Jujur, Avanthe merasa tidak tega harus mengamati tiap – tiap ekspresi Kingston yang meskipun hanya diam, pria itu jelas menyeret sikap khawatir Avanthe untuk memenuhi ketakutan yang mendesak – desak di benaknya.“Kau membuatku sangat terkejut saat tiba – tiba masuk dengan kondisimu yang seperti ini.” Ntah mengapa sejak perang berlangsung, Avanthe tidak sanggup menerawang ke depan sekadar memastikan keadaan yang tidak dia campuri. Seakan ada yang membatasi kemampuannya—dan itu salah satu bagian terburuk untuk terus dianalisis, karena sepertinya jawaban yang dicari tidak akan pernah ada.“Kak ....”Sejak awal perhatian Avanthe suda
Sesuatu yang halus, menusuk – nusuk di permukaan lengan Pandora merupakan salah satu alasan utama matanya mengerjap beberapa kali hingga langit – langit kabin menyeluruh terekam di dalam ingatan.Sedikit bergerak Pandora menyadari Kingston sedang menegadah di sandaran kaki ranjang. Rambut hitam itu yang membangunkan Pandora, yang tanpa pria itu sadari, tetapi kegiatannya masih sama di sana. Memijit kening yang licin dengan mata terpejam. Kadang – kadang sebelah lengan Kingston terangkat bersama sehelai kain hitam untuk dibiarkan membungkus hidung yang mancung.Di sela itu, bulir – bulir keringan terjun dari bagian pelipis, merambat turun melewati tulang pipi. Begitu pula kerongkongan Kingston naik turun seperti sedang menahan sesuatu. Cukup aneh bagi Pandora, karena tidak biasanya Kingston bersikap demikian.Dia meringis menarik diri bangun. Di antara yang lain aroma makanan menjamah indera penciuman Pandora. Tumpukan roti bakar, semangkok bubur, dan susunan buah terhidang di atas mej
“Ayo, Daddy. Kita ke sana!”Keputusan kembali ke Bristol tidak luput dari macam – macam permintaan Aceli. Gadis kecil itu selalu merengek acapkali melihat sesuatu yang menarik perhatian. Meskipun Kingston sering mengabaikan keinginan merepotkan itu. Tetapi Perjalanan nyaris satu setengah jam dari hutan menuju pusat Kota London, tak membuat Aceli menyerah.Lampu – lampu menghias di tengah lapangan itu memancing antusiasme hingga telapak tangan mungil Aceli menempel di kaca jendela, memperhatikan pelbagai wahana yang menjulang dengan mata berbinar, sekalipun dia sedang berada di atas pangkuan Pandora.“Berhenti, Daddy!”Kingston tidak segera mengiyakan. Namun dalam pengamatan Pandora pria itu merogoh sesuatu di balik kesibukan menyetir. Dompet hitam diarahkan kepadanya yang menatap dengan kening bertaut heran.“Lihat ... ada berapa uangku di sana.”Benar – benar di luar dugaan Pandora. Mau tak mau dia melakukan tindakan yang harus—sebagaimana memeriksa berapa jumlah uang yang pria itu m
“Raja, Anda mengalami cidera cukup parah.”Di istana bawah tanah potensi ketegangan semakin melonjak liar. Beberapa pemuka kerajaan menyayangkan peristiwa perang ternyata memberikan sebuah pengetahuan baru. Mereka jelas terkejut menyadari ada sesuatu yang berbeda dari pewaris Kerajaan Olimpyus. Kingston sulit dikalahkan, dan itu bukan sesuatu yang gampang dianggap remeh. Bahkan Raja Vanderox sekalipun mengakui kebenaran demikian.“Rhodes seperti memiliki energi tidak biasa. Dia lebih kuat dari yang kubayangkan,” katanya. Menciptakan pergolakan sengit ketika menatap lurus – lurus ke luar istana. “Tapi bukan berarti aku tak melakukan apa pun.”“Kekuatanku masuk ke dalam tubuhnya untuk membuat substansi bahaya. Perlahan – lahan Rhodes akan lenyap, karena kekuatan hitamku akan menggerogotinya sampai habis.”Seringai kejam transparan muncul sebagai suatu kepuasan. Raja Vanderox kemudian berpaling menghadap petugas istana.“Cari tahu energi apa yang muncul di saat bola rozilog dalam keadaan
Jari – jari tangan Pandora berulang kali membongkar isi lemari dengan cemas. Sesuatu yang penting telah dia lupakan. Tak melihat satu pun pembalut bisa dimanfaatkan saat ini. Tetapi Pandora juga tidak mungkin keluar sekadar membeli, sementara dia masih dalam lilitan handuk putih separuh paha, dan rambut basahnya tergulung dengan kain berwarna senada. Sekarang siapa yang bisa dimintai bantuan untuk melakukan hal mulia untuknya? Pandora bergeming memikirkan seseorang yang paling dekat. Kingston .... Hanya pria itu yang berjarak satu pintu darinya setelah mereka memutuskan tidak tenggelam lama di kamar mandi. “King ...,” panggil Pandora lirih. Wajahnya menyeruak dari cela pintu terbuka demi mengamati bahu besar yang membelakanginya. “King ....” Sekali lagi untuk suara yang lebih keras. Paling tidak itulah cara tegas menarik perhatian Kingston. Tubuh separuh telanjang persis berbalik menghadap pintu walk in closet menunggu kata – kata lain keluar dari bibir Pandora. “Aku butuh bantu
“Helios sudah menunggumu.”Meski tidak sepenuhnya memahami maksud kemunculan Helios secara mendadak. Pandora tetap memberi gestur sekadar merespons perkataan Anna. Beberapa saat lalu, setelah menemani Anna melakukan pembayaran di bank. Mereka kemudian berakhir di kampus, karena sebagai penerima beasiswa Pandora diwajibkan, melalui pesan email, untuk mengumpulkan surat pendaftaran ulang agar proses admistrasi berjalan lancar.Dia tak pernah menduga kalau ... usai mengerjakan semua itu Helios akan datang menjemput. Pria yang Anna sebut terlalu dingin untuk didekati bahkan telah membuka pintu belakang mobil.“Silakan, Nona. Tuan meminta saya untuk menjemput Anda.”“Aku bisa pulang dengan taksi. Dia seharusnya tidak mengatur waktu yang aku punya. Kebutuhanku bertemu Anna belum selesai,” ucap Pandora sedikit jengkel. Berada di siang hari yang terik pun berkat campur tangan Kingston.Pagi tadi Pandora sungguh sudah terbangun lebih awal, tetapi dia tidak bisa menghindari setiap jengkal sentu
“Masuklah, Nona. Anda bisa tunggu sebentar di sini.”Sepanjang Helios menuntunnya menjelajah gedung pencakar langit. Pandora nyaris tidak bisa membayangkan ada berapa banyak uang yang ditanam untuk membangun tempat mentereng yang Kingston miliki.Dia merasa ragu ketika selangkah disapa suhu dingin membekukan. Ruang serba putih sebagiannya dibatasi sekat berbahankan kaca. Di hadapan Pandora terpantau pemandangan mencolok dari luar. Gedung – gedung lainnya semacam menawarkan ketertarikan yang lekat, tetapi Pandora punya beberapa hal untuk ditanyakan. Harus mencegah gelagat Helios yang siap menutup pintu ruangan“Apa King akan lama?”“Mungkin sebentar lagi, Nona. Sabar saja.”Hanya itu. Untuk beberapa saat Helios masih menahan diri, barangkali menunggu Pandora mengatakan hal penting sebelum memastikan bisa beranjak pergi.“Sudah tidak ada yang ingin ditanyakan, Nona?”Pandora menggeleng samar, dan saat itu dia mengamati pintu merapat dengan pelan. Sendirian di tempat yang begitu hening.