Rasanya Ksatria seperti pertama kali mencium seseorang. Padahal kalau Ksatria mau menghitung berapa kali ia mencium seorang perempuan, ia akan memerlukan waktu yang tidak sebentar.
Saking seringnya ia mencium perempuan lain.
Tetapi, dengan Rinai… semuanya berbeda.
Suasana, sentuhan, hingga rasa yang ia dapatkan saat ini… rasanya seperti yang pertama untuknya. Tidak pernah ada perempuan yang bibirnya seperti Rinai.
Tidak ada ciuman yang mampu disandingkan dengan ciumannya saat ini.
Dengan berat hati, Ksatria menjauh sejenak supaya keduanya bisa bernapas.
Setelah beberapa detik, lelaki itu kembali mencium bibir Rinai. Kali ini dengan lebih dalam dan kedua tangannya menangkup wajah Ri
“Jadi kamu ciuman sama Ksatria?”“Iya.”“Pakai lidah nggak?”“What the heck?!”Shua segera menghindar dari Rinai yang siap untuk menerjang lalu menjambak rambutnya. Perempuan itu tertawa sambil membawa piring nasi gorengnya.“Ampun, ampun. Aku kan cuma nanya,” kata Shua seraya duduk di atas karpet bulunya, sedangkan Rinai kembali duduk di single sofa yang sejak tadi ia duduki.“Penting ya pertanyaannya?!”“Pentinglah! Makin hot ciumannya, makin panjang artinya.”“Ngawur.” Rinai memeluk cushion sofa yang sempat ia pikirkan untuk dilempar kepada Shua.Shua kembali menyendok nasi g
Pagi itu Ksatria bangun dengan senyum di wajahnya. Kali ini ia tersenyum saat bangun tidur bukan karena baru saja melewati malam yang panas dan panjang seperti yang dulu-dulu, melainkan karena ia kembali teringat ciumannya dengan Rinai semalam.Lelaki itu mengacak rambutnya dengan asal, lalu melompat dari ranjang dan bergegas mandi.Meskipun Rinai mengatakan ia akan pulang diantar Shua, tapi tetap saja Ksatria tidak bisa menahan diri untuk tidak segera menemui Rinai. Biarlah kali ini saja ia tidak menuruti permintaan Rinai.Setelah ini, ia akan selalu menurut asalkan bukan permintaan untuk mereka menjauh dari satu sama lain.Begitu selesai mandi, dengan cepat Ksatria segera berpakaian. Tapi seperti kebiasaannya selama ini, baru setengah jalan berpakaian, i
Suara televisi dari luar kamar tamu yang ada di apartemen itu membuat Rinai terbangun. Saat merasakan selimut yang terasa berat tapi juga membantunya tidur dengan lebih nyenyak di atas tubuhnya, Rinai sadar kalau ia tidak berada di kamarnya sendiri.Rinai mengucek matanya, kemudian menatap ke arah jendela yang sempat ia punggungi saat tidur. Cahaya matahari mulai mengintip, menandakan Rinai bangun lebih siang daripada biasanya.Dengan kaki telanjang, Rinai turun dari ranjang dan membuka tirai tersebut. Pemandangan dari lantai 38 itu cukup mengagumkan, gedung-gedung di kawasan tersebut terlihat angkuh sekaligus indah.Puas menatap gedung-gedung itu, Rinai mengambil pakaian yang diberikan Shua padanya semalam dan bergegas mandi.Begitu keluar dari kamarnya, sosok pert
“Jadi mau makan apa buat makan siang, Pak?”“Makan kamu aja, gimana?”Rinai menarik napas, lalu mengembuskannya lagi dengan perlahan. Kalau bukan di kantor, ia akan menoyor kepala Ksatria dengan kesal.“Jadi mau makan apa buat makan siang, Pak?” ulang Rinai kembali dengan formal dan sopan kepada Ksatria.Mereka memang tengah berjalan keluar dari lab di lantai 17 karena agenda Ksatria sebelumnya adalah mendiskusikan racikan parfum dengan nose (perfumer atau yang biasa meracik aroma parfum di lab) yang tahun depan akan diluncurkan, berkolaborasi dengan salah satu public figure yang cukup berpengaruh.“Steak yang kita makan di Bogor,” jawab Ksatria dengan cepat. “Kata kamu ada di deket sini.”
Pagi tadi di ramalan zodiak yang Rinai baca, hari ini bisa jadi hari yang buruk untuk orang yang berzodiak Leo.Awalnya Rinai tidak mau terlalu memikirkannya. Selain karena ia hanya membacanya secara sekilas karena terburu-buru, Rinai juga tak mau hal itu jadi semacam sugesti dan membuat harinya jadi benar-benar buruk.Tetapi, lihatlah sekarang. Rinai yang biasa selesai makan paling lambat dua puluh menit, siang ini baru bisa menyelesaikan makan siangnya setelah hampir empat puluh menit berlalu.“Mau lagi Teh Botol-nya?” tawar Ksatria begitu Rinai menyedot habis sisa tehnya.“Nggak ah, nanti kembung,” jawab Rinai.“Aku juga mau dong minuman dingin,” pinta Aleah seraya merapikan kotak makannya.
“Aku nggak mau sama Aleah.”“Tapi Aleah kayaknya mau sama kamu.”“Itu sih urusan dia, yang jelas aku nggak mau sama dia,” kata Ksatria dengan tegas, yang kemudian dilanjut dengan gerutuannya. “Aku lagi perjuangin buat dapetin kamu, kok dia ganggu aja.”Rinai melengos ke arah lain, berharap wajahnya tidak berekspresi yang berlebihan ketika mendengar gerutuan Ksatria.Sepertinya Ksatria telah menduga kalau Aleah pastilah bicara sesuatu kepada Rinai, jadi sore ini ia mengajak Rinai coffee break seperti biasa karena pekerjaan mereka sedang tidak banyak.Ada untungnya juga minggu lalu Ksatria merajuk pada Rinai dan mengerjakan semua pekerjaan seperti orang gila. Jadi minggu ini mereka bisa agak bersantai sejenak.“Dia ngo
“Hari ini kita ke pesta lajangku, minggu depan kita nikah ya, Nai.”“Orang gila,” sahut Rinai datar, tidak tertarik dengan candaan Ksatria yang membuat lelaki itu terkekeh sendiri usai mengucapkannya.Perempuan itu masih setengah mengantuk bahkan saat mereka sudah berada di mobil seperti saat ini.Pagi tadi Ksatria datang ke rumahnya dan mengatakan kalau siang ini mereka akan berpesta. Hari ini sebenarnya bukan akhir pekan, tapi tanggal merah membuat mereka bisa libur di tengah-tengah minggu seperti hari ini.Rinai tadinya ingin tidur sampai siang, lalu nonton drama Korea yang sudah ia timbun episodenya sejak minggu lalu. Tetapi, Ksatria malah menyeretnya untuk ikut ke pesta lajang yang ia dan teman-temannya adakan untuk Ipang.Yang barusan diakui Ksatri
“Kata papaku, aku harus mastiin kamu pulang untuk makan malam hari ini.”“Wah, udah siap buat lamaran kita, Nai?”“Bukan itu!” Rinai semakin ingin membenturkan kepala Ksatria.Sejak acara jalan-jalan mereka ke Taman Safari minggu lalu, omongan Ksatria jadi semakin gamblang. Lelaki itu bahkan tak segan untuk menggodanya seperti ini.Untunglah sejauh ini, Ksatria hanya melakukannya saat mereka sedang berdua. Paling parah ya saat sedang bersama sahabat Ksatria yang lain dan di perjalanan pulang-pergi ke kantor dengan Pak Anwar.“Terus?” tanya Ksatria. “Aku nggak ada janji sama siapa-siapa buat makan di rumah. Malah aku pengen ngajak kamu sate Padang kayak biasa.”“Di Radio Dalam?”“Iya.” Ksa