Share

Temanku Menusukku Dari Belakang
Temanku Menusukku Dari Belakang
Penulis: Rita Aria

Selamat Tinggal Cinta Pertama

Seorang wanita tampak menunggu temannya di depan sebuah gedung pernikahan. Sudah setengah jam dia menunggunya untuk mengurus gedung yang akan dipakainya nanti. Sebulan lagi temannya akan menikah.

Namun ada sedikit yang mengganjal di hati wanita yang bernama Shela tersebut. Karena temannya akan menikah dengan seorang pria yang pernah mengisi hidupnya. Namanya adalah Arthur.

Shela berteman dengannya sudah cukup lama. Kurang lebih mungkin ada sepuluh tahun.

Dia dan Arthur sudah seperti saudara, sahabat atau mungkin lebih. Kadang terbesit dalam benaknya menyesal karena telah mengenalkannya pada Neva.

Tapi mungkin itu sudah jalan mereka seperti ini. Shela menghela napas panjang, saat melihat Neva keluar dari gedung. Wanita bermata cokelat itu mencoba tersenyum senormal mungkin. Agar Neva tidak curiga kepadanya.

"Shel, boleh minta tolong nggak?" Dia menggamit lengan Shela dengan manja. Entah sejak kapan dia menjadi seperti itu pada sahabat Arthur tersebut.

"Minta tolong apa Nev?" tanyanya, namun raut wajah Shela tampak tidak nyaman. Ia mencoba melonggarkan tangan Neva padanya.

"Ada beberapa undangan buat teman kuliah kita, tapi aku ada urusan mendadak."

Shela menyanggupinya dan menerima beberapa undangan yang diberikan oleh Neva. Mau bagaimana lagi? Dia tak mungkin menolaknya 'kan?!

"Jangan pergi dulu, biar dianterin sama Arthur. Dia lagi otw kok," ucapnya membuat langkah Shela terhenti. Nama Arthur yang diucapkan oleh Neva membuat hatinya sedikit terasa sesak.

"'Nggak usah, aku sendiri aja." Tolaknya sehalus mungkin.

"Jauh soalnya Shel. Nanti kamu capek." Neva melambai ke arah lain, rupanya Arthur sudah tiba dengan mobil.

Arthur membawa mobil Outlander, yang tidak lain adalah hadiah pernikahan dari ayah Neva untuk calon menantunya. Arthur keluar dari mobil dan tersenyum.

"Ayo Shel." Arthur membuka pintu untuk Shela. Neva tersenyum dengan polos, karena dia tidak tahu apa yang pernah terjadi antara Shela dan Arthur.

"Kenapa ekspresi wajah kamu seperti itu?? Nggak suka atau gimana??" tanya Arthur, mobil sudah melaju meninggalkan Neva yang masih melambai.

Shela melihat dari kaca spion. Ada perasaan tak enak, karena dia sekarang tengah berdua bersama Arthur.

''Aku kasihan sama Neva," gumamnya, ia membuang pandangannya menuju jalanan yang ada di sampingnya.

"Aku kasihan sama kita berdua," jawab Arthur cuek, matanya fokus ke depan.

"Kenapa?? Kalau kamu menikah sama Neva pasti hidupmu kecukupan. Belum apa-apa aja udah dibeliin mobil. Udah disiapin rumah. Coba kalau kamu nikahnya sama aku, nggak bakalan dapet apa-apa." Suara Shela bergetar, seakan cukup lama menahan rasa getir dalam hatinya.

"Jangan pernah nyesel kalau aku sudah jadi suaminya Neva. Dan kita nggak bisa kayak dulu lagi."

Kata-katanya pelan namun cukup menusuk dalam ulu hatinya. Sebelum bertemu dengan Neva. Shela dan Arthur memang saling menyukai namun tak pernah ada niatan untuk berpacaran. Mereka berdua menjalani hari seperti biasanya. Seperti teman yang kadang bertengkar karena berbeda pendapat.

Merasakan cemburu seperti pasangan kekasih. Tapi tetap pada porsinya, Shela dan Arthur sama-sama tahu diri.

Lalu Neva muncul dan jatuh cinta pada Arthur sejak pertama kali bertemu. Dia meminta Shela untuk mengenalkan Arthur padanya. Karena ia mengira jika antara mereka berdua tak ada hubungan spesial, hanya bersahabat. Lalu pada akhirnya Shela menyanggupi permintaanya.

Arthur awalnya menolak mentah-mentah permintaan Shela. Namun akhirnya luluh juga setelah wanita itu mendiamkannya selama berhari-hari.

"Jangan pernah minta aku kembali lagi."

Shela mengangguk seperti tak yakin. Lalu Arthur meninggalkannya sendirian. Setelah masa pdkt nya selesai. Mereka lalu berpacaran. Masa-masa itu sangat sulit untuknya. Lebih menyakitkan daripada putus dengan pacar. Arthur yang selalu ada untuk Shela kini hanya ada untuk Neva.

Dia selalu berpura-pura bahagia di depan mereka berdua meski pada kenyataannya dirinya selalu menangis di belakang mereka.

''Setelah menikah, mari jangan bertemu lagi," ucap Shela pelan.

Arthur membanting setirnya ke kiri membuat Shela sedikit terkejut dengan apa yang dilakukannya.

"Ini semua keinginanmu kan? Kenapa sekarang malah kamu jadi seperti ini. Bilang sama aku, jangan menikah. Aku bakal bilang sama Neva buat batalin pernikahan!!"

"Nggak segampang itu, Arthur." Tangannya menyeka air mata yang sudah mengalir di pipi.

Tangan Arthur kemudian membuka seat belt dan memeluk Shela dengan erat. Dia menangis semakin kencang saat Arthur merengkuh tubuh kecil itu dalam pelukannya. Pelukan yang selama ini Shela rindukan. Pelukan yang sudah menjadi milik orang lain. Arthur mengecup keningnya dan mengusap bulir air matanya.

la melanjutkan perjalanan, namun tidak untuk mengantarkan undangan. Melainkan membawa Shela ke rumah baru yang dihadiahkan untuknya nanti. Rumah yang sangat besar dan mewah. Ada kursi ayunan di depannya.

Shela hanya mematung dan berdiri di halaman namun tangan Arthur menggandengnya menuju ke dalam rumah.

Shela mencium bau cat yang masih baru, dan melihat ada beberapa kursi yang sudah ada di sana. Wanita yang bernama lengkap Shela Maria itu mengedarkan pandangannya, dan melihat beberapa kamar dirumah itu. Dia tersenyum kelu.

"Kamarnya banyak," ucapnya singkat.

"Ayah Neva ingin punya cucu banyak." Senyumnya langsung memudar dan duduk disebuah kursi yang masih dibungkus oleh plastik.

"Sekali ini saja." Arthur menyadarkan kepalanya di pangkuannya dan memejamkan matanya.

Shela mengusap keningnya lalu membelai rambut hitam Arthur.

''Aku pengen nikahnya sama kamu," ucapnya tangan Shela berhenti membelai namun tangan Arthur menangkapnya dan menyuruhnya untuk membelainya lagi.

''Ada yang salah sama ucapanku?"

Shela mengatupkan bibirnya dan hanya diam. Arthur membuka matanya, pria itu kemudian bangun dan duduk di sampingnya. Wajahnya mulai mendekati wajah Shela. Ia menatap wajahnya dalam-dalam, tangannya menarik punggungnya hingga tak ada jarak diantara mereka berdua.

Bibirnya mulai mencecap bibirnya dengan lembut, dan anehnya Shela tak bisa menolaknya. Dia hanya mengikuti permainan Arthur waktu itu. Lalu ia kemudian membuka satu persatu kancing baju miliknya, Shela langsung menahan tangannya.

"Jangan," lirihnya.

"Kenapa?" Suaranya terdengar parau. "Sekali ini saja Shel." Arthur menenggelamkan wajahnya pada ceruk leher Shela.

Shela merasakan betapa putus asanya dia, wanita itu memeluknya erat. Dan dia menatapnya kembali. Shela mencecap bibirnya, sebagai pertanda jika dia telah mengizinkan Arthur untuk mengambil keperawanannya.

***

Paginya Shela dan Arthur pergi dari rumah itu. Saat keluar rumah, Shela melihat mobil ayah Neva sudah terparkir di depan halaman. Wajahnya terkejut ketika melihat bayangan yang begitu akrab ada di belakang Arthur. Neva yang keluar dari mobil tak kalah terkejut dan hanya diam tak bisa berkata apa-apa.

Cintanya pada Arthur membuatnya menjadi bodoh.

"Maaf pak, ini kunci mobilnya." Arthur menyerahkan kunci mobil pada ayah Neva dan membawa Shela keluar dari halaman rumah itu.

Mereka berdua akan pulang dengan transportasi umum. Neva hanya memandangi mereka berdua dengan bingung dan sedih.

***

Hari bahagia akhirnya datang. Shela melirik gaun putih yang menempel di tubuh Neva sangat cantik.

"Terima kasih sudah mau jadi pengiring pengantinku," ucapnya pada Shela, ia tersenyum miring pada temannya itu.

Neva memutuskan tetap ingin menikah dengan Arthur. Dia tak ingin kehilangan pria yang sudah berpacaran dengannya yang tidak sebentar itu, meski Arthur sudah menjelaskan apa yang terjadi pada Shela dan dirinya di rumah barunya beberapa waktu yang lalu.

Shela memaksakan senyumnya.

"Menghilanglah dari hidupku dan Arthur nanti," ucapnya sinis.

Shela mengambilkannya bunga dan mengangguk pelan. Itu adalah perjanjiannya dengan Neva, Arthur tak tahu jika ada perjanjian seperti itu. Mungkin jika mengetahuinya dia akan menolak pernikahan ini.

Ayah Neva tak mau menatap wajah Shela lagi, itu adalah hal wajar dan Shela tampak bisa menerimanya. Dari kejauhan wanita itu melihat Arthur rapi dengan setelan jas hitamnya. la tampak sangat tampan di hari pernikahannya.

Shela tersenyum pada Arthur lalu keluar dari gedung itu dan meninggalkan mereka berdua untuk memulai lembaran barunya.

"Selamat tinggal, Arthur," lirihnya tanpa menoleh ke belakang lagi.

Bab terkait

Bab terbaru

DMCA.com Protection Status