Adhikari begitu bahagia karena hari-harinya kini kembali didampingi oleh Rosaline. Ia bahkan tak ingat pulang sejak hari di mana ia kembali menemui Rosaline bahkan sampai hari ini. Ia bahkan sudah lupa jika ia memiliki Kinanti sebagai istrinya setelah ia mendaftarkan gugatan cerainya di pengadilan dan sekarang ini ia malah menganggap bahwa Rosaline adalah istrinya.
Jika di sore hari seperti ini Adhikari dan Rosaline bersantai dengan duduk di sofa sambil melihat tayangan televisi.
“Sayang, apa sudah ada tanda-tanda baik?”
“Tanda-tanda baik apa?”
“Di sini apakah sudah ada Adhi kecil? Ini sudah dua bulan semenjak aku menghancurkan pil sialan itu kan?” Adhikari meraba permukaan perut rata Rosaline.
Tubuh Rosaline menegang, dengan perlahan i
Kinanti terkejut saat ada orang yang datang ke rumahnya untuk mengantarkan surat panggilan dari pengadilan agama. Buru-buru ia menghubungi nomer ponsel Adhikari. Namun seperti yang sudah-sudah, ponsel Adhikari lagi-lagi dalam keadaan tak aktif.Terakhir kali Kinanti bertemu dengan suaminya sudah dua bulan yang lalu, setelah itu suaminya hilang bagaikan ditelan bumi meski pun setiap bulannya suaminya itu masih mengirimkannya uang melalui ATM.Padahal waktu itu Kinanti baru saja memiliki secercah harapan untuk bisa memperbaiki rumah tangganya dengan Adhikari saat Adhikari bercerita kepadanya bahwa wanita yang suaminya cintai ternyata telah menikah dengan pria lain.Dua bulan ini Kinanti berusaha menekan dirinya untuk tak mengadukan sikap Adhikari pada mamanya dan kedua mertuanya. Ia memendam kesedihan dan kecemasannya sendiri tanpa ada yang mengetahui. Namun sepertinya pertahanannya kali ini sudah runtuh, ia membutuhkan sandaran dan tempat untuk berbagi keluh kesa
Adhikari mengendarai mobilnya menuju rumah Hastari. Setelah menempuh beberapa waktu perjalanan akhirnya Adhikari sampai. Ia memarkirkan mobilnya di depan pagar rumah Hastari.Adhikari menarik nafasnya dalam-dalam lalu menghembuskannya perlahan. Ia harus mempersiapkan banyak kata untuk mengutarakan isi hatinya kepada Kinanti dan juga pada Hastari. Tentu saja ia juga akan meminta maaf pada dua wanita itu.Adhikari memencet bel pintu rumah Hastari. Beberapa saat kemudian pintu pun terbuka, namun bukan Hastari atau Kinanti yang membuka pintu melainkan Yogi yang menampilkan wajah garangnya.Tak ada perbincangan atau sapaan saat pertama kali mereka bertemu. Tiba-tiba Yogi mengepalkan tangannya lalu mengarahkan kepalan tangannya ke wajah Adhikari. Tak cukup sekali tapi berkali-kali hingga Adhikari tersungkur di lantai teras.“Mas Adhi!” Kinanti berlari menghampiri Adhikari untuk menolong pria yang sialnya masih sangat ia cintai itu.“Min
Adhikari berjalan tergesa memasuki apartemen karena ia sudah terlalu lama meninggalkan Rosaline. Meskipun ia meninggalkan Rosaline bersama Badrika dan Ivana namun ia tetap merasa khawatir mrngingat bagaimana pucat dan tak bedayanya Rosaline.“Adhi, kamu udah pulang?” sapa Ivana.“Iya, Kak.” Adhikari mendudukkan dirinya di sebelah Ivana.“Loh muka kamu kenapa kok jadi babak belur kayak gitu?!” seru Ivana panik saat menyadari wajah Adhikari yang berubah bonyok tak setampan tadi.“Nggak pa-pa kok, Kak. Biasalah namanya juga habis nyakitin hati anak orang,” sahut Adhikari seraya terkekeh.“Auuhhh ... sakit juga ternyata lama-lama, padahal tadi belum kerasa loh.” Ucap Adhikari seraya memegangi pipinya.“Biar aku ambilkan kompres ya.”“Iya, Kak. Makasih. Ohh iya, gimana sama Rosaline?”“Dia baru saja tidur. Tadi sempat bangun dan nanyain kamu te
Tengah malam Rosaline terbangun karena tadi sebenarnya ia tak benar-benar tidur. Ia hanya tak ingin melihat wajah Adhikari dan menyahuti ucapan prianya itu.Tak terasa air mata menetes mengenai pelipisnya. Ia merasa apa yang sudah ia lakukan sekarang ini adalah hal yang salah. Semakin lama tangisannya semakin membuatnya terisak kala bayangan banyak orang yang datang mencemoohnya datang.“Loh Sayang, kamu kenapa?” Adhikari mencoba membalikkan tubuh Rosaline agar menghadapnya.“Kamu nangis?!” seru Adhikari setelah tubuh Rosaline sudah menghadap ke arahnya.Rosaline menggelengkan kepalanya namun ia malah semakin terisak.“Sayang, kamu kenapa sih?” Adhikari menarik Rosaline kedalam pelukannya.Setelah sedikit tenang, Rosaline meloloskan dirinya dari pelukan Adhikari.“Adhi, apa nggak sebaiknya kita nggak sama-sama dulu sebelum kita nikah?”“Kamu ngomong apa sih, Sayang?”&n
Adhikari begitu memanjakan Rosaline. Apapun yang Rosaline minta sebisa mungkin akan ia usahakan. Seperti sekarang ini ia mengantarkan Rosaline yang ingin shopping setelah sekian lama tak menginjakkan kakinya di mall.“Aku lapar deh, kita makan yuk,” ucap Rosaline.“Iya, kita cari tempat makan yang kamu mau. Lagian aku juga udah capek keliling.”Rosaline tersenyum pada Adhikari yang saat ini sedang merangkul pinggangnya mesra. “Maaf ya, Sayang, aku udah bikin kamu capek. Akhir-akhir ini aku juga udah banyak buat kamu susah.”“Kamu ngomong apa sih, Sayang?! Nggak ada kata susah kalau buat nyenengin kamu sama anak kita,” sahut Adhikari.“Aku makin cinta sama kamu.” “Aku apalagi. Cinta ... cinta ... cintaaaa banget sama kamu. I love you, Say
Rosaline meremas tangan Adhikari saat mereka masih berada di dalam mobil. Mereka berdua belum juga keluar dari mobil walaupun Adhikari sudah memarkirkan mobilnya di depan pintu gerbang pintu rumah orangtua Rosaline selama lima belas menit.“Ayo turun.” “Aku deg-degan, Sayang.”“Kita hadapi bersama.” Ucap Adhikari penuh keyakinan.“Kalau Papa kembali menghajar kamu kayak dulu gimana? Soalnya waktu itu Jagat juga habis dihajar sama Papa gara-gara dia udah menghamili Jasmine,” ucap Rosaline.“Semua resikonya akan aku terima, termasuk aku akan babak belur dihajar sama Papa kamu. Yang penting kita akan selalu bersama. Kamu tenang aja ya, buktinya Jagat juga dinikahkan sama Jasmine kan,&r
“Kapan kamu akan menikahi Rosaline?” tanya Benjamin kepada Adhikari.Saat ini Adhikari sedang duduk berhadapan dengan Rosaline dan orangtuanya. Mereka sedang duduk santai di ruang tengah dengan disuguhi teh dan camilan. Benjamin juga sedikit lebih tenang dan sudah bisa menerima kenyataan yang telah terjadi.“Secepatnya, Pa.”“Lalu perceraianmu?”“Sedang dalam proses.”“Apa orangtuamu dan keluargamu su
Sampai di kamar, Adhikari langsung menghubungi Rosaline lewat vidio call agar kekasihnya itu percaya bahwa dirinya memang sedang berada di dalam kamarnya yang ada di rumah orangtuanya.“Hai, Sayang,” sapa Adhikari.“Kamu baru sampai rumah?”“Enggak. Udah dari tadi sih tapi aku bicara sama Papa Mama dan yang lainnya dulu soal hubungan kita.”“Terus reaksi Papa Panji sama Mama Ruwina gimana? Mereka marah nggak sama aku?” tanya Rosaline penasaran. Ia begitu takut dengan reaksi orangtua Adhikari saat mereka mengetahui hubungannya yang terjalin kembali secara diam-diam di saat Adhikari masih memiliki istri sahnya.“Nggak tahu, Mama nggak ngomong apa-apa. Papa juga.”“Aku kok malah ngrasa takut ya,” ucap Rosaline.“Loh takut kenapa, Sayang?!”“Takut kalau mereka nggak merestui hubungan kita,