Share

Chapter 7: Kota Cahaya, Sonnenstadt IV

Setelah selesai berkerumun di jalan depan penginapan Fazeela akibat gempa yang tiba-tiba saja terjadi, Azzo dan Ellard memutuskan untuk menuju ke guild petualang untuk mencari pekerjaan serta jalan-jalan keliling kota Sonnenstadt.

Mereka juga memutuskan untuk menghindar agar tidak bertemu orang misterius dengan jiwa yang menumpuk dalam satu tubuh, yang tidak lain itu adalah Legio “The Destroyer”.

“Setelah kulihat-lihat lagi kota ini memang memiliki semuanya ya El, selain kotanya yang indah dengan gemerlap cahaya lampunya.”

“Begitulah, aku saja jadi jatuh cinta dengan kota ini. Banyak wanita cantiknya juga loh Azzo.”

“Cewek terus aja yang kau pikirkan El. Bukannya kau sudah punya pacar?”

“Kan baru satu hehehe...”

“Dasar playboy... Sebentar El aku ingin memeriksa harga-harga pedang, pedangku ini sudah mulai tumpul sepertinya dan sudah banyak sisi yang retak. Bahaya kan jika tidak bisa bertarung karena pedang yang patah. Bisa-bisa aku mati nanti”

“Seorang sepertimu mati? Jangan bercanda woy kau itu kuat tidak mungkin akan mati semudah itu. Lagian kan ada aku. Penyihir peringkat emas siap menghabisi musuh kalau kau tidak bisa bertarung.”

“Aku mau terlihat berguna ngerti. Masa aku nonton doang melihatmu menghabisi musuh begitu saja.”

Tidak lama kami kami mengobrol sambil berjalan sampailah ke toko perlengkapan tempur. Di toko perlengkapan tempur ini menjual berbagai hal bahkan buku sihir dan batu keramat untuk latihan peningkatan kekuatan.

“Hei Azzo lihat ini, pedang ini cocok sekali untukmu.”

“Yang mana?” Aku sedang kebingungan memilih pedang.

“Ini nih liat... Ta-da...”

“El, bukannya itu pedang buat anak kecil?”

“Yah kau kan anak kecil Azzo, emangnya kuat pegang pedang orang dewasa?”

“Tapi ya jangan pedang untuk anak kecil lah woy, aku kan sudah peringkat perak, kalau pakai pedang ini, cuma beberapa tebasan teknik Pedang Hampa aja udah patah. Kau mau aku celaka ya El?”

“Yaudah iya... Dasar dipilihin tidak mau, kalau kubiarkan malah kau kebingungan, yaudah nih yang mendingan. Pedang warna perak sepertinya cocok untukmu.”

“Wah bagus juga pilihanmu El... Ayo kita tanya harganya dulu... Maaf pak ini pedang harganya berapa ya?” berjalan ke arah pemilik tokonya.

“Ini, sepuluh koin emas nak. Ini pedang khusus buatanku pandai besi Han Shu dari pegunungan utara. Panggil saja aku Han.”

“Mahal sekali pak, apa tidak bisa dikurangi harganya?”

“Bisa saja, jika kau memanglah pendekar pedang yang pantas memakai pedang ini nak. Ilmu pedang apa yang kau pakai?”

“Saya memakai teknik berpedang bernama teknik Pedang Hampa pak. Jadi mungkin namanya adalah Ilmu Pedang Hampa?”

“Ilmu Pedang Hampa ya? Menarik, aku bahkan belum pernah mendengarnya, siapa namamu nak?”

“Nama saya Azzo pak.”

“Azzo? Rasanya aku pernah dengar nama itu. Apa kamu adalah salah satu duo pengelana terkenal itu?"

“Terkenal?” Ellard menimpali percakapan kami.

“Iya benar... Rumornya ada dua orang pengelana bocah yang sangat hebat, rumor itu mungkin paling sering terdengar sekitar lima atau tujuh tahun yang lalu. Namun akhir-akhir ini rumor itu kembali terdengar, namun dengan informasi yang berbeda dari rumor yang lalu. Rumor saat ini mengatakan bahwa dua pengelana itu merupakan seorang pemuda tampan dan seorang bocah. Mereka juga sering membuat gaduh dengan merebut wilayah ekplorasi orang lain dan menyelesaikannya dengan sangat cepat.”

“Tampan ya?” Ellard dengan pedenya tersipu malu serta bangga.

“Cih, aku dibilang bocah ya...” menggerutu kesal.

“Dan mereka berdua benar-benar kuat. Satunya penyihir tanpa perlengkapan, dan satunya lagi merupakan pendekar pedang dengan teknik yang asing. Jadi itu kalian ya?”

“Sepertinya memang kami pak, kalau dilihat dari cirinya orang ini yang penyihir tanpa perlengkapan hehe... Maaf sudah membuat masalah dengan datang ke toko anda.”

Sehabis menunjuk aku sedikit membungkuk untuk memohon maaf karena sepertinya nama kami terkenal jelek sering membuat gara-gara.

“Hei, nak apa yang kamu katakan? Pengelana hebat sepertimu datang ke tokoku sungguh suatu anugrah bagiku. Yah walau ada beberapa kabar bahwa kalian sering menjarah makam juga.”

“Umm... Pak itu kami bisa jelaskan, kami sedang kesulitan uang saat itu hehe...”

“Yah tidak apa nak, jangan terlalu dipikirkan... Itu memanglah hal lumrah bagi pengelana, santai saja... Saat waktu mudaku dulu aku juga pernah menjarah makam untuk mendapatkan uang. Aku tau apa yang kau rasakan. Berkelana itu memanglah bukan perkara mudah.”

“Jadi pak Han, saya ambil pedang ini dan sepertinya saya perlu satu pedang lagi sebagai cadangan.”

“Kamu ingin membawa tiga pedang nak? Bukannya itu membuat pergerakan jadi tidak efisien karena beratnya saranku begini saja, bagaimana kalau pedang tumpulmu itu kuperbaiki saja? Jadi kamu tidak harus membeli pedang lagi”

“Baiklah kalau begitu, namun sebelumnya apakah aku boleh meminjam sebuah pedang sambil menunggu pedang tersebut jadi?

“Bukannya kamu ingin membeli pedang yang satu itu?”

“Se-Sepertinya saya belum ada uang saat ini hehe, uang kami terpakai untuk biaya penginapan selama beberapa hari di Fazeela.”

“Begitu ya... Kalau begitu bawalah dulu pedang perak itu. Nanti kamu bayar setelah pedang milikmu ini selesai diperbaiki.”

“Benarkah pak? Wah anda baik sekali... Kalau begitu kunamakan kau Silver Sword.” Sambil mengangkat pedang baru dan menyarungkannya ke sarung pedang.

“Pfft... dasar bocah... Pedang aja dikasih nama.” Sahut Ellard yang tergelitik karena tingkahku.

“Apa? Kau mau protes? Emang punya nama yang lebih bagus? Kalo tidak punya mendingan diem deh. Ngerusakin mood orang aja. Lalu pak untuk biaya pedangnya bagaimana?”

“Aku beri diskon nak karena kamu adalah petualang yang hebat diumurmu yang masih muda. Bayar saja dua koin emas nanti ketika pedangmu sudah selesai, mungkin selesai dalam waktu tiga hari.”

“Baiklah kalau begitu saya akan mencari uang di guild petualang dulu.”

“Tentu, kutunggu kabar baik dari kalian berdua. Semoga Dewa Cahaya menerangi jalan kalian.”

“Sampai jumpa tiga hari lagi pak.”

Kami pun pergi meninggalkan toko perlengkapan tempur dan lanjut berjalan menuju ke guild petualang.

“Kau tidak beli perlengkapan penyihir seperti tongkat misalnya El?”

“Enggak, aku penyihir tanpa tongkat kau tau itu kan... Lagi pula tongkat membuatku terlihat seperti kakek tua dan itu merusak ketampananku.”

“Cih.. Yakin tidak membeli apapun?” Aku menimpali dengan muka jengkel.

“Kan aku sudah ada perlengkapan dari artefak yang kita temukan di reruntuhan beberapa waktu lalu. Tidak mungkin juga kan rusak seperti pedangmu.”

“Ya sudah kalau begitu terserah kau saja.”

Sambil berjalan menuju guild petualang kami melihat-lihat kota ini, meskipun kota ini memiliki listrik, namun mereka tidak memiliki kendaraan. Dan aku pun baru sadar akan hal itu. Memang aneh sekali kota yang cukup modern memiliki sumber daya seperti lampu tetapi tidak memiliki kendaraan modern sama sekali. Mungkin kendaraan yang tersedia hanyalah kuda.

Cukup timbul pertanyaan dibenakku “mengapa mereka tidak menciptakan mobil ataupun motor?” Jika dipikirkan kembali mungkin jawabannya sudah jelas, karena Donya memiliki sihir. Tapi itu hanyalah perkiraanku saja. Ketika aku melamun memikirkan hal ini, tibalah kami di guild petualang.

Bab terkait

Bab terbaru

DMCA.com Protection Status