Flora duduk bersandar di kursi depan. Dia menatap nanar ke arah jalanan yang rami akan mobil berlalu lalang.Dia bersyukur satu masalah kantor telah terastasi. Untung saja ada teman SMA nya, kalau tidak? Dia tidak tau apa yang akan yterjadi.Untuk Revan, kali ini Flora bisa merasa nyaman dengannya. Pria itu sudah kembali seperti Revan yang dulu. Tidak ada canggung di antara mereka lagi karena menjaga hati.Pintu mobil di buka, Revan masuk sambil membwa dua cup lemon tea. dia menyodorkan satu gelas pada Flora."Minum biar fresh itu kepala," ucap Revan sambil meminum minumannya."Tumben bukan coklat," ucap Flora menautkan alis."Aku akan memberi coklat dan ice cream kalau kau mau menerima cintaku, gimana?" ucap Revan menatap dalam Flora.Flora hanya mampu meneguk liur. Harusnya dia bisa menutup mulut dan tidak memicu masalah baru. Sekarang apa yang harus dia lakukan?Revan merubah posisi duduknya menghadap Flora. Seketika Wanita itu membuang pandangannya. Melihat Flora salah tingkah, R
Seorang pria duduk bersandar di kursi. Asap tipis mengelilinginya. Di sekitar pria itu terdapat beberapa botol anggur merah yang telah kosong.Dia meraih gawai yang tergeletak di meja. Matanya menatap tajam foto wanita cantik di layar ponsel. Paras cantik dengan rambut gelombang berwarna merah, kulit putih bersih bersinar, di tambah mata hitam tajam yang mampu membuat siapapun menatapnya akan hanyut terbuai."Kau tidak bisa pergi begitu saja Sayang," ucap pria tersebut tersenyum getir.Pria dengan banyak lukisan pada tubuhnya itu bangkit dari kursi dan melangkah mendekati jendela. Pandangannya tertuju pada rumah bernuansa putih yang begitu sejuk."Kau membuat hidupku hancur dan aku tidak mau merasakannya sendiri, kau juga harus merasa apa yang aku rasakan," ucap pria bertato sambil mencengkram erat kelambu berwarna biru muda. Dia melihat seorang wanita dengan perut buncit keluar dari rumah. Wajahnya masih sama, cantik. Wanita itu melangkah menuju tukang sayur yang berhenti tak jauh d
Revan duduk di kursi kerja. Di hadapannya ada layar laptop yang menunjukkan grafik penjualan yang meningkat. Dia teringat pada seorang yang merusak moodnya pagi ini.Mengingat hal menyebalkan itu dia bangkit dari kursi. Saatnya untuk memberi mereka pelajaran. Toh, pekerjaanya juga sudah selesai.Pria tampan itu mengayunkan kakinya menuju tempat kerja beberapa karyawan. Langkah kakinya terhenti ketika melihat mangsanya menghampirinya.'Sangat kebetulan sekali, kita lihat sekarang siapa yang lebih murahan,' batin Revan. Otaknya sudah menyusun rencana untuk wanita dengan mulut pedas tersebut.Wanita dengan ukuran satu meter kotor itu melangkah mendekat. Maaf, bukan maksud Revan Body shaming. Tapi, bukankah lebih keterlaluan dia karena memfitnah Flora."Maaf, kau yang namanya Agnes?" tanya Revan menghadang wanita yang sedang berjalan dengan lengannya.Wanita tersebut menghentikan langkahnya kakinya dan mendongakkan kepala. Matanya membulat menatap keindahan di hadapannya."Iy-a Pak," jawa
Mobil Revan berhenti tepat di depan rumah megah. Flora segera membereskan mapnya dan membuka pintu."Maafkan aku Flo," ucap Revan.Flora kembali menutup pintu. Dia melempar pandangan ke arah Revan. Alisnnya mengkerut."Untuk?" tanya Flora."Untuk segalanya. Terutama rumor yang sedang panas di kantor," jawab Revan memasang wajah bersalah."Sejak kapan kau berubah seperti ini? Bukankaah ini wajah. Semua orang memandang janda sebelah mata. Aku sudah memikirkannnya sebelum memutuskan untuk berpisah dengan Demian." Flora memamerkan deretan gigi putihnya."Tapi ini tidak adil untukmu Flo," sahut Revan yang meraih tangan Flora. Reflek wanita itu menepisnya."Revan, maaf, aku tidak bermaksud seperti itu." Flora tersenyum kikuk."Seandainya aku datang lebih dahulu, pasti bajingan itu tidak akan menorehkan luka sedalam ini untukmu." Revan bersandar di kursinya."Semua sudah terjadi dan harus kau tau kalau dia adalah mantan suamiku, Demian. Bagaimanapun dia adalah Daday dari anak-anankku. Aku ha
Mobil Demian baru saja masuk ke garasi. Rebecca menyambut hangat kedatangan suaminya. Pria itu mengelus perut buncit yang berisi darah dagingnya itu."Capek?" tanya Rebecca meraih tas yang di tenteng Demian.Demian mengangguk pelan dan melempar senyum. Dia memang lelah, tapi melihat sang istri yang sudah berubah lebih baik. Membuat rasa letih itu sirna."Gimana dedek? Rewel nggak," tanya Demian sambil mendaratkan kecupan lembut di perut Rebecca."Nggak kok, hari ini Dedek anteng. Nggak rewel, nggak mual, nggak lemes. Pokoknya hebat," jawab Rebecca dengan wajah gembira."Yaudah, masuk yuk. laper nih, tadi masak apaan?" tanya Demian merangkul pinggang Rebecca dan melangkah masuk.Kedua langkah mereka terhenti saat mendengar seorang yang memanggil keduanya. Seorang pria dengan baju casual yang membawa sebuah kantong kresek.Pria itu berdiri di depan pagar. Menunggu sang pemilik rumah mempersilahkan dia masuk. Demian memutar tubuh dan melangkah mendekati orang tersebut.Karena terhalang p
Mentari pagi menyinari bumi. Sebagian orang sudah memulai kesibukannya. Sama seperti seorang wanita yang sedang sibuk di dapur.Untuk pertama kali Flora kembali ke dapur setelah sekitar dua bulan dia tidak ingin menginjakkkan kakinya di sini. Kenagan bersama Demian terlalu banyak di ruangan ini.Benar kata Si Mbok. Lambat laun dia akan terbiasa dengan semuanya dan pada akhirnya luka dalam itu akan sembuh dengan sendirinya.Kehidupannnya masih panjang. Terlebih hidupan anak-anaknya. Dia harus bisa berdiri kokoh sebagai pondasi mereka. Ingatanya kembali pada obrolan bersama Mamanya semalam."Mulailah kehidupan barumu, tidak ada salahnya untuk mencobanya. Tidak untuk menikah, tapi kau juga butuh bersosialisasi dengan orang luar setelahb hidupmu di ikat oleh tali pernikahan," ucap Mama Lidya.Wajah Flora menampakkan senyum cerah pagi ini. Tidak seperti sebelumnya. Dia juga mulai melakukan ritual paginya, menyiapkan bekal makan siang.Dulub Fora tidak pernah absen membuat bekal tigga kota
Rebecca menatap kepergian sang suami dengan berat hati. Sungguh bila di suruh memilih. Dia ingin membatalkan kunungan ke rumah sakit untuk periksa kehamilan.Bagaimana bisa Demian sangat percaya pada orang yang baru dia kenal. Pria itu tidak sadar telah memberi jalan ular masuk ke adalam rumahnya."Nggak usah akting lagi, kenapa kamu datang lagi. Nggak puas kamu nyakitin aku,' ucap Rebecca kesal.Dion menutup mesin di depan, Dia hanya memutar baut dan mesin bisa kembali nyala. Bukan hanya kebetulan. Melainkan ini adalah rencana yang sudah dia susun sebelumnya.Pria bertatao itu berniat mencelakai Demian. Tapi alam berkehendalk lain. Dia malam menjadi sopir pribadi tetangga yang sekaligus adalah seorang wanita yang membawa lari darah dagingnya."Bukankah dulu aku bilang padamu untuk menungguku?" ucap Dion tersenyum simpul."Menunggu? Kau membawa semua uangku dan nomormu tidak bisa di hubungi. Aku mencarimu tapi tidak ada, kau hilang bagai di telan bumi. Dan sekang, kau tiba-tiba datan
Mobil Revan melaju melewati jalanan ramai lancar. hari ini tugas di selesaikan lebih awal karena ada suatu acara mendesak.Jantung Revan berdegup kencang. Entah mengapa dia merasa canggung. padahal dulu dia sering berkunjung di rumah Flora dan cukup akrab dengan mamanya.Dia terus berdoa agar dirinya bisa menaahan diri. Perjalana cukup jauh, akan sanhgat canggung bila persaannya tidak dapat di kontrol.Mobil menepi. Di sebrang jalan sudah ada wanita yang sedang menunggu kedatangannya. Dia segera berlari kecil mendekati mobil Revan."Sudah lama?" tanya Revan basa-basi."Nggak kok. Berangkat sekarang yuk, takut kemaleman," ucap Flora yang segera masuk ke dalam mobil.Revan menginjak pedal gas saat Wanita itu sudah masuk ke adalam mobil. Mereka melaju meningggalkan rumah Flora.Dari kejauhan si Mbok menatap kepergian sang Nyonya dengan tatapan bahagia. Akhirnya wanita yang selama ini sudah dia anggapp sebagai anaknya sendiri mampu melewati masa sulit."Udah makan belum? Atau kita mampir