Share

93. Harga Diri

Yuni menjawab panggilan telepon Bramantya dengan raut cemas. Biasanya Bramantya tidak pernah meneleponnya di jam-jam segitu. Jika hal itu terjadi, artinya sesuatu yang mengkhawatirkan suaminya sedang terjadi.

Seruan Bramantya di seberang telepon membuat tubuh Yuni membeku seketika. Bramantya baru saja mengatakan bahwa ia akan mati. Yuni bagai tersambar petir. Ia tak lagi menanyakan alasan apa yang membuat suaminya berkata hal itu. Yuni segera berlari ke lantai dua berganti pakaian, menyambar tasnya dan menelepon supir dari telepon ekstensi.

Setengah jam kemudian, Yuni telah berada di mobil dengan wajah cemas. Belasan perkiraan melintas di kepalanya saat itu. Apakah penyakit jantungnya? Ataukah itu hanya sekedar perumpamaan yang digunakan oleh Bramantya?

“Bisa cepat sedikit enggak, Pak?” tanya Yuni dari barisan kursi tengah. Tangannya menepuk-nepuk sandaran kursi supirnya

Bab Terkunci
Membaca bab selanjutnya di APP
Komen (10)
goodnovel comment avatar
Louisa Janis
udah sekarat masih aja SOMBONG tua bangka lebih tinggi Jabatan tapi ayahnya Ella lebih BERSIH hidupnya monyong Yuni
goodnovel comment avatar
Retno Munthe
emang sudah sakit trus pura2 sakit akhirnya sakit sakitan dan tersakiti sendiri dah
goodnovel comment avatar
Wakhidah Dani
trik yg ampuh itu emang. Pura-pura SAKTI eh salah Sakit maksudnya
LIHAT SEMUA KOMENTAR

Bab terkait

Bab terbaru

DMCA.com Protection Status